Bab 10

Shaka sudah bertemu dengan keluarga aslinya sekarang. Laki-laki itu tentu saja sangat bahagia bisa bertemu dan berkumpul lagi dengan keluarganya, meskipun sebenarnya Shaka belum mengingat apa pun tentang mereka.

Bianca begitu bahagia bertemu dengan Shaka yang sudah membuatnya merasa bersalah selama beberapa bulan ini. Awalnya, dia memang menolak Shaka karena berpikir laki-laki tampan itu hanya terobsesi dan cinta monyet saja. Sampai akhirnya, Shaka melamarnya di bandara.

Saat itu, Bianca berpikir untuk menerima Shaka jika sudah tiba di negara tujuannya karena beberapa bulan berikutnya semua pekerjaannya selesai. Oleh karena itu, Bianca menerima cincin lamaran itu dan memakainya saat di pesawat.

“Karena cincinnya sudah kamu kasih, aku akan bawa ini sebagai hadiah,” ucap Bianca saat dirinya mendapat kejutan lamaran dari Shaka kala itu.

“Kak Bia, serius nggak mau nikah sama aku. Mau nikah sama bule beneran?”

“Lihat nanti ya Ka, aku pergi dulu.”

Niat Bianca hanya ingin menggoda Shaka. Dia benar-benar memakai cincin itu saat sampai di pesawat. Namun, semenjak hari itu, Bianca tidak bisa lagi menggoda Shaka. Dia malah mendapat kabar duka bahwa Shaka telah meninggal dunia. Rasa kehilangan yang sangat dalam begitu Bianca rasakan, apalagi dia kehilangan cintanya di saat baru saja menerima laki-laki itu.

Saat ini gadis cantik yang usianya lebih tua dari Shaka itu sedang menatap bahagia cincin pemberian Shaka saat melamarnya di bandara.

“Shaka, lihat sekarang, Bia sudah memakai cincin dari kamu. Kamu harus cepat ingat ya, biar kamu bisa merasakan kebahagiaan yang sudah lama kamu tunggu,” kata Alisha yang merupakan ibu kandung Shaka.

Shaka kini menatap Bianca. Benarkah gadis cantik dengan mata sembab itu adalah wanita yang dicintainya?

“Aku senang banget kamu kembali, Shaka. Aku yakin, kita akan memulai hidup yang bahagia setelah kamu ingat semuanya.” Bianca tersenyum memandangi wajah Shaka yang sekarang terlihat lebih kusam dan kurang terawat.

Mungkin wanita ini memang orang yang aku cintai dulu. Melihat senyumnya yang indah, memang aku merasa ada sesuatu yang berbeda, tapi bagaimana dengan Maura. Haruskah aku jujur dengan gadis itu?

Sementara itu, setelah melihat langsung pertemuan Shaka dan keluarganya, juga wanita yang sudah dilamar oleh Shaka, Maura pun meninggalkan tempat itu. Dia sadar diri dan tidak ingin merusak pertemuan laki-laki itu dengan kehidupan yang sebenarnya.

Maura pulang ke kampung dengan perasaan yang sangat kacau. Saat dia hendak membuka hati, gadis itu malah dipaksa merelakan orang itu.

Dua kali kehilangan cinta, bukanlah hal yang mudah bagi Maura. Dia harus dihadapkan pahitnya kehilangan sebelum memiliki. Ibarat bunga, Maura harus layu sebelum berkembang.

Dia terus melamun, seolah dunianya telah runtuh. Yang dia pikirkan sekarang adalah, bagaimana caranya menata hati dan hidupnya lagi? Kehilangan Faisal butuh waktu tiga tahun lebih untuk dia bangkit, sekarang baru memulai untuk mencintai Shaka dia harus mengubur dalam-dalam perasaannya itu.

.

.

.

Shaka terlihat sangat cemas setelah mendapat telepon dari Pak Rizal yang menanyakan Maura. Shaka tidak tahu jika Maura ke kota untuk memberinya kejutan. Karena khawatir, Shaka yang saat ini sudah pulang ke rumahnya pun menghubungi Malik untuk mencari tahu keberadaan Maura.

“Aku sempat kasih tahu Maura alamat pemotretan kita tadi. Tapi, karena dia nggak datang jadi ya aku pikir dia memang belum berangkat. Kamu sudah telfon Pakde?”

“Sudah, dan Bapak bilang Maura pergi dari pagi. Terus dia ke mana?” tanya Shaka yang kini jadi semakin khawatir dan mulai panik.

“Jangan-jangan Maura ketemu orang jahat. Mana dia nggak punya HP. Bagaimana ini?”

***

Kembang kopinya jangan lupa 💋💋

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***