"Tapi tidak harus pergi ke tempat ini juga 'kan, Mila? Jujur, aku sempat berpikir kalau kamu marah padaku," ucap Rika sambil menatap lekat Mila.
"Marah?" Mila tersenyum miring kemudian memalingkan wajahnya, menatap aliran sungai yang mengalir di bawah jembatan.
"Untuk apa aku marah?" lanjutnya.
Rika ikut-ikutan berdiri di samping Mila kemudian memperhatikan pemandangan indah yang tersaji di depan matanya.
"Aku pikir kamu marah karena melihat aku berduaan sama mas Rangga tadi siang," sahut Rika dengan raut wajah sedih.
"Rika, apa kamu mencintai mas Rangga?" tanya Mila tiba-tiba. Ia melirik Rika untuk beberapa detik, kemudian kembali fokus pada pemandangan yang ada di hadapannya.
Rika refleks menoleh ke arah Mila dengan alis yang saling bertaut. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mila? Kamu itu sahabat terbaikku dan aku tahu bahwa kamu menyukai mas Rangga. Tidak mungkin 'kan aku setega itu menikung kamu? Sebenarnya apa yang terjadi tadi siang, tidaklah sama seperti yang kamu pikirkan. Saat itu aku dan mas Rangga membicarakan soal ...."
Rika menghentikan ucapannya. Ia menoleh ke sekeliling kemudian bertanya kepada Mila dengan berbisik pelan.
"Mila, apa pangeranmu itu ada di sini?"
Mila mengedarkan pandangannya. "Tidak ada, memangnya kenapa?" tanya Mila penasaran.
"Tadi siang, aku dan mas Rangga membahas soal pangeranmu itu, Mil. Kamu tau apa yang sudah dilakukan oleh lelaki gaib itu kepada mas Rangga?"
Mila menggelengkan kepalanya pelan kemudian mulai fokus kepada sahabatnya itu. "Memangnya apa yang sudah dilakukan oleh pangeran Hans kepada mas Rangga?"
"Kata mas Rangga, pangeranmu itu sudah pernah menampakkan wujudnya. Selain untuk menakut-nakuti mas Rangga, ia juga sempat mengancamnya. Itu lah sebabnya kenapa mas Rangga takut mendekatimu," tutur Rika dengan begitu serius.
"Apa!" pekik Mila dengan mata membulat sempurna. Ia tampak kesal setelah mendengar penuturan dari sahabatnya itu.
"Ternyata ini perbuatan pangeran Hans! Akh, ini tidak bisa dibiarkan!" kesal Mila dengan wajah memerah, menahan amarahnya.
"Tapi, Mila! Tolong, jangan bawa-bawa nama aku, ya. Aku takut mahluk itu tiba-tiba muncul ke hadapanku kemudian mengancamku karena aku sudah berani ikut campur urusan kalian," tutur Rika dengan wajah cemas.
"Kamu tenang saja, aku tidak akan pernah bawa-bawa namamu."
Mila mendengus kesal. Tiba-tiba saja ia teringat akan kalung pemberian pangeran Hans yang kini masih melingkar di lehernya. Mila meraba benda cantik itu kemudian menariknya dengan keras.
"Aku harus bisa melepaskan kalung ini. Harus!" gumam Mila sambil terus menarik kalung tersebut dengan kasar.
Rika menatap heran ke arah Mila. "Kamu kenapa, Mil? Apa kamu ingin melepaskan kalung ini?" tanya Rika sembari memegang tangan Mila yang terus mencoba menarik kalung cantik itu.
"Iya, bantu aku melepaskan kalung ini, Rika," sahut Mila sembari menarik rambutnya ke depan, agar Rika mudah melepaskan pengait kalung tersebut.
"Memangnya kenapa, Mil? Bukankah ini kalung peninggalan nenekmu? Jadi, kenapa dilepas? Kalau hilang bagaimana?" tanya Rika penasaran.
"Maafkan aku karena sudah membohongimu, Rika. Sebenarnya kalung ini bukanlah peninggalan mendiang nenekku, tetapi milik pangeran Hans. Lelaki itu memberikannya kepadaku karena katanya kalung ini adalah milikku di masa lalu," tutur Mila.
Rika terdiam sejenak sambil menatap sahabatnya itu. Walaupun kedengarannya sungguh tidak masuk akal, tetapi Rika percaya bahwa sahabatnya itu tidak sedang membohonginya.
"Apa lelaki itu tidak akan marah jika kamu melepaskan kalung ini, Mil?" tanya Rika yang tiba-tiba ragu untuk membantu Mila melepaskan kalung tersebut.
"Tidak akan terjadi apa-apa. Percayalah kepadaku. Dan siapa tahu setelah aku menyingkirkan kalung ini, lelaki gaib itu akan segera pergi dariku. Benar 'kan?" imbuh Mila sambil tersenyum tipis kepada Rika.
Rika pun mengangguk pelan dan mulai membantu Mila melepaskan kalung tersebut dari lehernya. Cukup lama Rika mencoba melepaskan pengait kalung tersebut, tetapi kalung itu begitu kuat dan sulit untuk dilepaskan.
"Bagaimana, Rika? Berhasil?" tanya Mila yang sudah tidak sabar ingin melepaskan kalung tersebut dari lehernya dan dengan itu pula ia berharap bisa melepaskan diri dari lelaki gaib tersebut.
"Belum, Mil. Pengait kalung ini benar-benar keras dan sulit untuk dibuka. Padahal untuk kalung seukuran ini, tidaklah sulit melepaskannya," ungkap Rika.
"Haduh ... jadi bagaimana, dong?" Mila mulai putus asa.
"Sebentar, akan aku coba lagi," sahut Rika.
Rika kembali fokus pada pengait kalung tersebut. Ia mencoba melepaskan kalung itu dari leher Mila sambil berkomat-kamit. Membaca semua doa-doa yang ia hapal.
Setelah beberapa menit kemudian.
"Yess, akhirnya aku berhasil melepaskannya!" ucap Rika dengan begitu antusias.
Rika menarik kalung itu hingga terlepas dari leher Mila kemudian menyerahkannya kembali kepada sahabatnya tersebut.
"Ini kalungnya, Mil."
"Wah, syukurlah! Terima kasih," sahut Mila sembari meraih kalung itu kemudian memperhatikan benda cantik itu dengan seksama.
"Aku tidak peduli walau kepalaku harus melayang sekali pun!" gumamnya sambil tersenyum sinis.
Tanpa pikir panjang, Mila pun bergegas melemparkan kalung tersebut dengan sepenuh tenaganya ke arah sungai.
Plunggg!
"Mila! Kenapa kalung itu dibuang!" pekik Rika sambil menatap riak di permukaan air setelah Mila melemparkan kalungnya tersebut.
"Sudah, biarkan saja. Aku sudah tidak peduli dengan benda itu, walaupun kalung itu harganya mahal dan bisa membuat aku kaya mendadak," sahut Mila dengan mantap.
Rika menghembuskan napas berat. "Aku juga sependapat denganmu, Mil. Buat apa mempertahankan benda itu kalau hidupmu tidak tenang dibuatnya."
"Benar 'kan? timpal Mila.
"Ehm, sebaiknya kita pulang saja, Mil. Ini sudah hampir gelap," bujuk Rika sembari melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
Mila mengangguk pelan. "Baiklah."
Rika meraih tangan Mila kemudian mereka pun melangkah bersama menuju halte bus.
Sementara itu.
Pangeran Hans menatap Mila dan Rika yang kini sudah melenggang pergi meninggalkan jembatan itu. Lelaki gaib itu terus menatap punggung Mila dengan tatapan yang begitu sulit diartikan.
"Kenapa kamu melakukan ini, Aurora? Aku tidak pernah menyangka bahwa ternyata menaklukkan hatimu sekarang ini, sangatlah sulit jika dibandingkan dahulu," tutur Pangeran Hans sambil mengepalkan tangan kanannya dengan erat.
Kalung berlian merah itu kini berada di dalam genggaman pangeran Hans. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengembalikan benda cantik tersebut kepada sang pemilik.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Aurora dan Mila adalah nama yang berbeza..apa lagi orang nya...
2025-03-08
0
💜💜💜REVIAA 99💜💜💜
Mila dan Aurora itu dua wanita yg berbeda meski wajah mereka berdua sama
2022-11-15
0
💜💜💜REVIAA 99💜💜💜
pangeran Hans knp kamu gk bisa terima kenyataan bahwa klxn kini sudah berbeda,alam nyata dan gaib TDK bisa di satukan
2022-11-15
0