🌻
🌻
🌻
🌻
🌻
Demir pulang ke rumah dengan wajah yang sedikit lebam karena tadi Demir sempat terkena pukulan oleh lawan tawurannya.
Demir pun masuk ke dalam rumah dengan santainya, mengabaikan Kakek dan Neneknya yang dari tadi memperhatikan Demir.
“Demir, tunggu!” seru Kakek.
Demir yang hendak melangkahkan kakinya menaiki tangga, sehingga Demir terpaksa menghentikan langkahnya.
“Kamu semakin hari, semakin tidak sopan saja kepada kami!” sentak Nenek.
Demir membalikan tubuhnya dan menghampiri Kakek dan Neneknya.
“Sebenarnya apa mau kalian? Apa kalian tidak capek, setiap hari memarahi dan menyiksaku?” seru Demir dengan santainya.
Bughh...
Kakek Demir memukul Demir dengan kerasnya.
“Kamu memang anak yang tidak tahu diuntung, sejak kecil kami yang mengurusmu dan begini cara kamu membalas budi terhadap kami!” bentak Kakek.
“Balas budi? Balas budi apa? Memangnya kalian sudah melakukan apa kepadaku? Aku hidup memakai uang warisan dari Papa, dan kalian tidak pernah mengurusku dengan baik, bahkan kalian tidak pernah memperlakukanku layaknya seorang manusia,” seru Demir.
Kakek Demir hendak melayangkan pukulan lagi tapi tertahan karena Demir tersenyum sinis ke arah Kakeknya itu.
“Kenapa, Kakek mau pukul aku lagi? Silakan Kek, pilih mau bagian mana yang Kakek pukul,” seru Demir santai.
“Kamu memang anak tidak tahu di untung, Demir!” bentak Kakek Demir.
Demir tidak memperdulikan lagi bentakan dan teriakan Kakek beserta Neneknya, rasa hormat Demir sudah menguap begitu saja tanpa tersisa yang ada saat ini hanya rasa benci yang Demir rasakan.
Demir tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, dan Demir harus menjadi anak yang kuat dan tangguh.
Sesampainya di kamar, Demir membanting tas sekolahnya.
“Kalian akan menyesal karena sudah membuatku menderita, tunggu saatnya aku sudah dewasa dan mengambil alih perusahaan milik Papa,” gumam Demir dengan mengepalkan tangannya.
Selama ini Demir memang menahan dan menyimpan rasa sakitnya seorang diri, tidak ada sandaran buat Demir berkeluh kesah. Pemberontak, pembangkang, itulah sikap Demir saat ini.
Demir dibesarkan dengan siksaan dan kebencian jadi jangan salahkan Demir kalau saat ini Demir menjadi orang yang dingin dan bahkan hatinya beku terhadap apa pun.
***
Keesokan harinya...
Demir menuruni anak tangga dengan kedua tangannya dia masukan ke dalam saku celana, Demir melewati begitu saja Kakek dan Neneknya yang sedang sarapan.
“Demir, kamu mau ke mana? Sarapan dulu?” teriak Nenek Demir.
Demir menghentikan langkahnya, dan tersenyum sinis.
“Sejak kapan, Nenek perhatian seperti itu? Jangan sok perhatian kepadaku, karena itu hanya membuat aku muak,” seru Demir sinis.
Praaaannng....
Kakek Demir melemparkan gelas ke arah Demir, dan untung saja lemparannya meleset tidak mengenai tubuh Demir.
“Kamu semakin hari, semakin tidak sopan saja, Nenekmu sudah berbaik hati menawarkan sarapan supaya kamu tidak sakit, dasar anak sialan!” bentak Kakek Demir.
“Jangan urusin kehidupan aku, urus saja hidup kalian, toh kalau aku sakit juga, memangnya kalian akan peduli? Justru kalian mendo’akan aku biar cepat mati, kan?” sahut Demir sinis.
“Demir!” bentak Neneknya.
Demir pun memutuskan untuk melanjutkan langkahnya dan segera masuk ke dalam mobilnya. Demir melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, pagi ini Demir sangat emosi.
Hingga akhirnya Demir pun harus menghentikan mobilnya karena sedang lampu merah. Demir tidak sengaja melihat Safira yang berjalan dengan tongkatnya, Safira memang sekolah di sekolahan khusus untuk para penyandang tuna netra.
Setelah lampu merah berubah menjadi hijau, Demir menghentikan mobilnya dan menitipkannya di sebuah bengkel. Demir segera mengikuti langkah Safira.
Brruuukkk...
Buku Safira terjatuh karena beberapa anak yang berlarian menabraknya, Safira berjongkok dan meraba-raba mencari bukunya. Perlahan Demir mendekat ke arah Safira dan mengambilkan bukunya.
Demir tidak banyak bicara, dia menyerahkan buku itu ke tangan Safira.
“Ah, terima kasih Mas, Mbak, yang sudah membantu,” seru Safira dengan senyumannya.
Safira pun berdiri dan kembali melanjutkan langkahnya, sedangkan Demir masih saja mengikuti Safira dari belakang. Entah kenapa Demir ingin terus mengikuti gadis cantik itu, dan tidak lama kemudian, gadis cantik itu pun masuk ke sebuah sekolah yang khusus untuj penyandang tuna netra.
Demir menyunggingkan senyumannya, setelah dirasa Safira sampai di sekolah dengan selamat, Demir pun akhirnya meninggalkan sekolah itu dan pergi menuju mobilnya.
***
Pulang sekolah pun tiba...
Kali ini Demir mempunyai kegiatan lain, yaitu mengikuti Safira. Sejak pertama bertemu, Demir memang jatuh hati kepada gadis cantik yang tidak bisa melihat itu.
"Kenapa aku jadi orang konyol seperti ini sih? Aku selalu ingin mengikuti gadis itu," gumam Demir.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya gadis yang dia tunggu-tunggu pun keluar. Demir langsung mengikuti Safira dari belakang, Demir sangat kagum akan gadis di depannya itu. Walaupun dia tidak bisa melihat, tapi semangat sekolahnya sangat besar sedangkan dirinya yang diberikan tubuh yang sehat dan normal, sangat malas sekali untuk pergi ke sekolah.
Di saat Safira melewati terowongan, sekelompok anak sekolah lain menghalangi jalan Safira.
"Hallo cantik, mau ke mana nih? Buru-buru sekali?" seru salah satu anak sekolah itu.
Demir bersembunyi di balik pohon, melihat apa yang akan mereka lakukan kepada Safira.
"Jangan ganggu aku, minggir sana!" bentak Safira.
3 orang anak sekolah itu tertawa terbahak-bahak. "Gadis buta sepertimu memangnya bisa apa? Melihat kami saja tidak bisa, ayo ikut dengan kami."
Ketiga anak sekolahan itu menarik paksa tangan Safira.
"Lepaskan aku! Tolong...tolong..."
Safira berusaha berontak dan berteriak, tapi salah satu dari mereka membekap mulutnya dan kembali menarik tubuh Safira.
Ketiganya membawa Safira ke semak-semak, mereka berniat ingin memperkosa Safira. Safira sudah menangis, dia tidak tahu dibawa ke mana. Di saat ketiga anak itu hendak menyentuh Safira, Demir datang dan langsu g memukul ketiganya.
"Kelakuan kalian sangat menjijikan, memanfaatkan gadis buta!" bentak Demir.
"Siapa kamu? Kenapa kamu berani sekali mengganggu kesenangan kami, kalau kamu mau, nanti tunggu giliran."
Demir mengepalkan tangannya, darahnya seketika naik mendengar kata-kata anak itu. Demir pun dengan cepat melayangkan pukulannya kepada ketiganya, sehingga ketiga anak itu babak belur dan memilih kabur.
"Awas kamu, kami akan balas semua perlakuanmu ini."
"Aku tunggu," sahut Demir.
Setelah ketiga anak itu kabur, Demir pun membantu Safira berdiri tapi Safira menepis tangan Demir.
"Kamu laki-laki, yang kemarin masuk ke rumahku, kan?" tanya Safira.
"Kok kamu tahu?"
"Aku ingat dengan suaramu."
"Hebat sekali kamu, bisa mengenali aku dari suaraku."
"Terima kasih, sudah menolongku."
"Sama-sama."
Safira langsung meraba-raba dan perlahan melangkahkan kakinya, Demir masih khawatir dan mengikuti Safira dari belakang. Hingga akhirnya Mama Safira pun menghampiri Safira dan Demir memilih bersembunyi karena Demir tidak mau dipikir yang tidak-tidak karena sudah mengikuti Safira.
"Kamu ke mana saja Fira? Hari ini kamu telat 15 menit?" tanya Mama Safira khawatir.
"Maaf Ma, tadi Safira ada pelajaran tambahan," dusta Safira.
"Oh begitu, ya sudah ayo kita pulang, Mama sudah memasakan makanan kesukaanmu."
"Benarkah?"
"Iya."
Safira dan Mamanya pun akhirnya pergi, sedangkan Demir masih berdiri di tempatnya.
"Beruntung sekali kamu mempunyai Mama yang menyayangimu," gumam Demir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
ghan sha
semangat
2022-09-08
1
🌸so0bin🌸
jangan salahkan Demir yg menjadi seperti itu.... didikan yg keras akan membuat anak keras juga begitupun sebaliknya
2022-09-02
1
ꪶꫝNOVI HI
gara gara kalian berdua demir jadi anak yang pembangkang.. cie cie demir lagi jatuh cinta 🤭🤭
2022-09-02
1