Duka mendalam atas meninggalnya pak Hardi telah dirasakan Fay. Ia tak henti menangisi kepergian ayahnya untuk selamanya. Setelah melewati serangkaian proses upacara pemakaman, pada akhirnya pak Hardi diantarkan Fay dan keluarga yang lain menuju tempat peristirahatan terakhir. Air mata tak henti menetes dari pelupuk mata Fay dan Dira. Kedua gadis tersebut begitu kehilangan sosok pak Hardi sebagai pelindung selama ini.
"Fay, sudah ya! Ayo kita pulang!" bujuk Dira seraya mengusap lengan adik sambungnya beberapa kali.
Fay hanya diam dengan pandangan yang tak lepas dari pusara ayahnya. Tidak ada lagi hal menyakitkan selain kepergian pak Hardi, karena dengan begitu, tidak ada yang tulus menyayangi Fay. Hubungan dengan kerabat pun sudah menjauh, karena komunikasi di antara keduanya jarang sekali terjadi.
"Dira! Ayo pulang! Kalau Fay tidak mau pulang, biarkan saja dia di sini sendiri!" ujar bu Lisa seraya menarik tangan Dira, "hari sudah petang, Dira!" lanjut bu Lisa.
Beberapa menit setelah membujuk Fay, pada akhirnya ketiga orang tersebut pergi dari pemakaman. Fay berjalan beriringan dengan Dira menuju mobil, sedangkan bu Lisa sudah masuk ke dalam mobil lebih dulu.
"Akhirnya, semuanya selesai. Mas Hardi meninggal karena kuasa Tuhan, setidaknya aku tidak sampai turun tangan!" gumam bu Lisa seraya tersenyum tipis.
***
Langit berubah menjadi gelap gulita, karena sang dewi malam ataupun ribuan bintang, menghilang ditelan malam. Langit seakan ikut berduka karena kepergian pak Hardi, hanya ada semilir angin malam yang menyapa semua insan.
Satu persatu kerabat terdekat dan beberapa teman, mulai pamit pulang karena malam semakin larut. Kini, tinggal lah Fay, bu Lisa dan Dira di rumah megah tersebut. Malam ini Fay memutuskan menginap di rumah ini untuk mengenang orang tuanya. Sebelum berangkat ke Amerika, Fay tinggal di rumah lama pak Hardi. Rumah yang dulu ditempati pak Hardi bersama istri pertamanya yang tak lain adalah ibunya Fay.
"Mumpung kalian berdua kumpul di sini, aku akan membuka surat wasiat yang ditandatangani ayah kalian!" ucap bu Lisa setelah berada di dalam ruang keluarga.
"Ma, gak usah buru-buru ngurus surat dong! Kita ini masih berduka," sergah Dira seraya menatap bu Lisa.
"Oh, tidak bisa! Surat dari pengacara ini harus segera dibuka, agar semua cepat selesai." Bu Lisa tidak perduli meskipun tindakannya dicegah oleh Dira.
Fay tidak menanggapi keinginan ibu sambungnya itu, karena saat ini perasaan gadis cantik itu masih berselimut duka. Fay hanya mendengarkan setiap kalimat yang dibaca bu Lisa dengan suara yang lantang. Fay terkesiap ketika mendengar isi surat tersebut.
"Tidak mungkin! Ayah tidak mungkin menulis surat wasiat seperti itu!" sangkal Fay seraya berdiri dari tempat duduknya.
"Kalau tidak percaya baca sendiri!" Bu Lisa menyodorkan surat wasiat tersebut kepada Fay.
Fay menggeleng pelan setelah membaca isi surat tersebut. Ia tidak percaya jika ayahnya menulis pesan seperti ini, pasti isi surat ini sudah dirubah oleh bu Lisa. Mana mungkin pak Hardi memberikan semua aset dan perusahaannya kepada bu Lisa dan Dira. Sementara dirinya tidak mendapatkan apapun.
"Ibu pikir saya bodoh? Ayah tidak mungkin memberikan semuanya kepada Ibu! Saya putri kandungnya, jadi, saya pun berhak memiliki harta peninggalan ayah saya! Ingat, Ibu tidak bisa mengambil rumah peninggalan ibu saya!" ujar Fay seraya menatap bu Lisa dengan sorot mata yang menakutkan.
"Aku tidak perduli dengan pendapatmu, Fay! Surat itu sudah ditandatangani ayahmu di atas materai! Jadi, surat tersebut bersifat mutlak dan sah!" Seringai jahat terlihat jelas di wajah bu Lisa.
"Kalau memang kamu masih mau bertahan hidup, kamu harus patuh denganku! Di sini kamu hanya menumpang! Ingat itu!" ujar bu Lisa seraya menatap Fay penuh arti.
Dira tidak tahan melihat semua yang terjadi, ia memilih pergi dari ruang keluarga daripada harus berada dalam situasi panas ini. Jujur saja, ia sendiri tidak sanggup melawan ibunya demi melindungi Fay. Ia sangat kasihan melihat nasib buruk yang dialami Fay saat ini.
****
Dua hari telah berlalu begitu saja, meninggalkan luka dan duka bagi Fay. Gadis bermata sipit itu, menghabiskan waktu dengan mengurung diri di kamar. Selama dua hari ini sepertinya bu Lisa membiarkannya terlarut dalam kesedihan, wanita jahat itu, jarang berada di rumah. Entahlah, kemana nenek lampir itu pergi.
Mentari pagi tersenyum manis untuk memberikan kehangatan bagi semua insan. Fay membuka tirai yang menghalangi sinar tersebut masuk ke dalam kamar. Ia berdiri di sana sambil menatap pemandangan lapangan golf yang tak jauh dari rumah ayahnya. Mungkin, hari ini Fay akan menemui Dira ataupun bu Lisa untuk meminta biaya tiket ke Amerika. Ia ingin kembali ke sana, meskipun tidak memiliki banyak uang untuk bertahan hidup di negeri paman sam itu. Lagi pula ia pun belum wisuda pasca sarjana.
Fay keluar dari kamarnya. Pertama kali yang akan ia temui adalah Dira, karena hanya Dira yang masih perduli dengannya. Fay tertegun setelah melihat pintu yang sedikit terbuka, ia menyentuh handle pintu tersebut dan bersiap membukanya. Akan tetapi Fay mengurungkan niatnya, karena di dalam ada bu Lisa. Kali ini Fay ingin mendengar apa saja pembicaraan Bu Lisa dan Dira.
"Ternyata mereka sama saja!" ucap Fay dengan suara yang lirih. Ia menjauh dari kamar itu setelah mendengar sendiri pembicaraan yang berlangsung di dalam kamar tersebut.
Langkah kaki Fay harus terhenti saat mendengar Dira memanggilnya. Ia tak segera mengalihkan pandangannya ke belakang. Fay menunggu Dira hingga berdiri di hadapannya. Entah mengapa, setelah mendengar pembicaraan di dalam kamar tersebut, fay begitu kecewa kepada kakak sambungnya itu.
"Fay, aku akan pergi ke Surabaya, menggantikan Ayah untuk bertemu klien di sana," ucap Dira setelah berdiri di hadapan Fay dengan membawa koper kecil.
"Ya, hati-hati." Fay menatap Dira untuk sesaat. Setelah itu ia mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Pasti. Kamu jaga diri baik-baik ya, selama aku di Surabaya. Aku berangkat, Fay," Pamit Dira sebelum berlalu dari hadapan Fay.
Fay hanya diam sambil menatap kepergian Dira. Sepertinya ini lah waktu yang tepat untuk bicara dengan bu Lisa. Fay berbalik arah dan menunggu bu Lisa di depan kamar Dira.
"Ngapain kamu di sini?" Benar saja, tidak lama setelah fay menunggu di depan kamar Dira, bu Lisa muncul dari sana.
"Saya ingin bicara kepada Ibu," jawab Dira seraya menatap ibu sambungnya itu.
"Katakan!"
"Saya ingin minta uang kepada Ibu untuk membeli tiket ke Amerika. Saya akan menetap di sana, agar tidak membebani Ibu." Dira mengucapkan keinginannya tanpa ragu.
Bu Lisa hanya diam sambil mengamati Fayre. Mungkin, saat ini wanita paruh baya itu sedang mempertimbangkan keinginan putri sambungnya. Senyum tipis terbit dari bibir berwarna merah itu,
"oke, aku akan membiayai tiketmu. Nanti malam aku akan memberimu uang," ucap bu Lisa sebelum meninggalkan Fay begitu saja.
...🌹Selamat Membaca 🌹...
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Hallo semua😍 Othor ada rekomendasi karya keren untuk kalian nih! Kepo gak? Pasti kepo kan?? hayo ngaku dah🤭oke, othor beritahu ya, kali ini ada rekomendasi karya untuk kalian dengan judul Pemuas Ranjang CEO karya dari author Momoy Dandelion 😍 Kuy kepoin karyanya!
...🌷🌷🌷🌷🌷🌷...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Yeni Eka
pasti surat wasiat nya sudah direkayasa
2022-10-30
0
Nyimas Raudloh
biasanya yg nyampein pengacara nya langsung,apa karna uda d rubah
2022-10-18
0
Bunda dinna
sabar fay,kamu harus kuat menghadapi orang jahat seperti mereka dan jangan pernah tunduk pada mereka
2022-09-11
0