Episode 12

...Perasaan Cinta...

"pagi-pagi udah ngalamun, mending kantin yuk.... laper ni belum sarapan" kata Devi dengan logat khas jawanya masih kentel.

Dasar si Vi jam segini kantin belum buka kalik, lagian benar lagi paling dosen masuk... ntar aja deh abis jam ini" ucap Deva yang sama dengan fikiranku.

Waktu berjalan, kampus mulai ramai dan kelas-kelas mulai terisi diskusi-diskusi dosen yang cukup membuat beberapa orang merasa tegang bahkan mengantuk. Setelah jam kuliah pertama selesai, aku Devi dan Deva keluar dan menuruti kemauan Devi yang tertunda tadi pagi untuk makan.

"aku duduk di sini... kalian pesen makan dulu, aku udah makan...minum aja ya teh anget"

Perasaanku yang tak karuan..

ooOoo

Langit tahu segalanya, tentang rindu yang meraung minta makan. Tentang kepulan dusta dari sela-sela bibir, diantara dentuman musik keras dipojok ruangan, mengenai petikan rasa di gerbong yang berkarat.

Awan gelap tersenyum getir, sebongkah pamit menangis pilu, tatkala menghantam hati tak berdosa, begitu kelam, begitu banyak salah paham, nanti apalagi?.

Ku pandangi langit, serdadu di logika mulai meradang, menuntut agar bahagia di kembalikan. Dalam kericuhan yang amat mendalam, jalan mana yang akan dipilih, bertahan atau melepaskan?.

Kalau saja aku mampu sudah aku kejar langkahmu agar kita berjalan berdampingan. Kalau saja aku mampu, sudah ku hiasi hari-hari mu dengan penuh senyuman. Kalau saja aku mampu, sudah ku pastikan aku pantas untuk kau sandingkan.

"ok! nyonya" ledek Deva, berjalan kearah ibu kantin rames dua, teh anget tiga ya bu di meja sana" ucap Deva sambil menunjuk arah meja yang kami tempati.

"ya nduk" jawab ibu kantin.

"hari ini kita full ya, ach padahal aku mau nonton sepak bola turnamen antar fakultas, sambil cuci mata..hahaha" ucap Devi sambil cengengesan.

"kamu mau cucimata, perlu tak bawain sabun biar bersih...hhh" kata Deva, aku hanya tersenyum mendengar celotehan mereka yang mulai berdebat kecil.

"kayaknya nggak perlu cucimata nanti deh... sekarang juga udah bening ni mata" kata Devi, yang tiba-tiba berpaling pandangan ke arah belakangku. Dengan serentak aku dan Deva menengok ke belakang mengikuti arah pandang Devi dan melihat seorang pemuda yang tampan, rapi, santun dan senyumnya khasnya. Ya dia kak Fikri senior kami dan idola kami juga, tapi cuma Devi dan Deva yang begitu menggilainya.

Apalah nama perasaan ini? Dia telah pergi, terpisah ribuan kilometer dariku. Awalnya dia tak ada hanya sebatas sebuah rasa, kemudian tiba-tiba dia muncul kembali lalu aku harus menyebut perasaan apakah ini?

"Hemmm.... subhanallah senyumnya nembus sampe hati, ke jantung, ke perut .." kata Devi dan Deva saut-sautan "kalian terpesona apa laper" jawab ku, memandangan mereka bingung "laper si...hahahah" kata Deva dibarengi dengan tawa buyar kami. Mereka mulai menyantap makanan mereka dan aku duduk di dekat meraka.

Ada yang sempat menutup rapat hatinya dan tidak lagi berniat untuk membuka. Namun, penyusup yang baik akan hadir untuk membenahi setiap luka yang tercipta di masa silam.

Rasaku sempat terdiam beberapa tahun lamanya, sedikitpun aku tidak ingin ada pergerakan yang begitu dominan di dalam hatiku. Aku sempat menutup mati pintu hati ku begitu rapat, apapun perihal cinta tidak akan pernah ku biarkan bisa masuk. Toh banyak kebaikan yang aku rasakan, kehidupan ku menjadi teratur. Hari-hari ku berjalan lancar tanpa ada satupun keadaan yang begitu membebani perasaan, aku tidak begitu khawatir dengan sepi dan kesunyian yang ku rasa. Bagi ku kesunyian adalah hal yang sangat menyenangkan untuk ku kawani, hari-hari ku di isi oleh pertemanan dengan buku dan suara lantunan kicauan burung camar yang merdu. Nampaknya semua akan berjalan baik dengan atau tanpa dirinya, tapi apa hanya ada kata tapi.

Aku merasa ada yang memperhatikanku, berlahan aku menoleh ke arah sosok itu dan benar kak Fikri yang duduk tak jauh dari tempat kami, hanya tersekat beberapa tempat duduk. Aku tersenyum reflek sambil mengangkukkan kepala mengisyaratkan salam. Dia membalas dengan senyum khasnya juga. Karena merasa malu aku langsung berpaling sambil meminum teh hangat pesananku.

"Hah, perut kenyang hati pun senang" ucap Deva dengan senyum sumringahnya dan menepuk-nepuk perutnya. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan melihat gambar-gambar cepretanku di hp. Devi yang sibuk ngemil sambil memperhatikan Fikri yang tertangkap basah memandang ke arah kami "hey Ca, liat tu kak Fikri liatin kamu dari tadi"

"Hem.. sotoi mungkin dia lagi ngliatin kearah belang ku, keliatannya aja liatin aku, jangan ngaco dech" sangkal ku sambil tersenyum terpaksa dan sedikit gugup.

Kesedihan seperti telaga yang hening di dinding ibu. Dinding yang terisak dan mengukir lagi masa kecilku. Seberapa sepinya aku saat itu? Sungguh. Aku tak mengerti, mengapa kubuat dinding itu menangis? Ia sudah seperti rumah bagiku. Tempat aku tidur dan terlelap di malam hari. Tempat aku bermain dengan kesendirianku. Lalu, mengapa aku buat ia menangis?

Ada hal hal yang ingin kulupa dari waktu kecilku sendiri. Detik detik yang tidak berarti. Kemarahan yang perlahan hangus dan lalu mengabu dalam hatiku. Walau kini, ia sudah bukan lagi api. Ia sudah menjadi dingin. Tapi, mengapa luka itu masih saja ada di sana?

Bukankah aku laki laki yang dibesarkan oleh dinding ibuku? Lalu, mengapa aku berpaling daripadanya? Mengapa aku kenakan topeng itu, hanya untuk melihat ia tersenyum? Aku sudah menjadi lelaki yang lain. Lelaki yang bukan kanak kanak yang ia besarkan dulu. Ada banyak topeng yang kini aku kenakan. Salah satunya adalah kesendirian, yang lain adalah amarah.

Aku tahu, aku telah membuatnya bersedih. Dinding itu telah lama menjelma jadi sebatang pohon dengan kulit yang renta, mengelupas di banyak tempat. Rantingnya mulai merapuh dan daun daunnya yang gugur, berserakan di mana mana. Ia bukan lagi pohon yang dulu biasa aku panjat. Bukan, ia tidak sedang menjadi pohon yang lain. Melainkan diriku. Akulah yang kini berubah. Seperti langit biru yang mendadak kelam. Seperti mendung yang menaungi hati yang tak hentinya menangis.

"Ach... kamu ni nggak percayaan si, kayaknya kalo kamu sama dia cucok deh" tambah Devi.

"Yap cucok B.G.T" Sahut Deva.

"Hust...gak usah ngarang dech, perpus yuk aku mau cari buku buat materi besok" ucapku untuk menghentikan hayalan mereka.

"Ach, kamu ni Ca sampai kapan si mau jomblo... kesempatan cuma datang satu kali" kata devi.

"Heh ngomong apa si, dasar ibu-ibu...cepet bayar" putusku.

ooOoo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!