Setelah semua nya duduk dengan nyaman di sofa ruang tamu, kakek Ilyas kemudian memperkenalkan besan nya dan juga keluarga Zaki kepada kyai Abdullah.
"Gus Ab, perkenalkan,, beliau ini pak Sultan dan bu Sekar, besan paman." Tutur kakek Ilyas seraya menunjuk opa Sultan dan oma Sekar, dan opa Sultan serta istri nya itu mengangguk serta tersenyum, begitu juga dengan kyai Abdullah dan istrinya yang juga tersenyum kepada kedua orang tua bunda Fatima tersebut.
"Oh nggih paman, berarti orang tua nya mas Rehan nggih pak, bu?" Kyai Abdullah menatap opa Sultan dan oma Sekar bergantian.
"Nggih mas yai, kami orang tua nya Rehan. Dan ini, kakak nya Rehan, Fatima. Dia putri pertama kami, bunda nya Zaki," balas oma Sekar mewakili sang suami, dan memperkenalkan bunda Fatima seraya menunjuk ibunda nya Zaki tersebut.
"Panggil Ab saja bu, seperti paman Ilyas memanggil saya," pinta kyai Abdullah, dan oma Sekar mengangguk setuju.
Bunda Fatima mengangguk hormat, "maaf pak kyai, waktu itu, kami tidak dapat mengantarkan Zaki karena putra bungsu kami sedang sakit," ucap bunda Fatima, "dan kebetulan, ayah Yusuf juga sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan," lanjut nya, seraya menatap sang suami.
Ayah Yusuf tersenyum ramah, "benar pak kyai, bu nyai. Dan baru kali ini, kami bisa bersilaturahmi pada pak kyai dan keluarga," ucap ayah Yusuf dengan penuh wibawa.
"Panggil kang saja mas Yusuf, biar lebih enak terdengar," pinta kyai Abdullah seraya tersenyum dan ayah Yusuf mengangguk-angguk.
"Nggih mas Yusuf, mbak Fatima. Tidak apa-apa, waktu itu mas Rehan juga sudah mengatakan nya kepada kami," balas kyai Abdullah, yang masih saja menyunggingkan senyum ramah nya.
"Terimakasih kang yai, karena sudah bersedia menerima Zaki menjadi santri di sini. Dan menurut cerita putra kami, kang yai dan keluarga juga memberikan support yang luar biasa kepada Zaki dalam hal belajar." Ucap ayah Yusuf dengan tulus.
"Sampai-sampai putra kang yai, rela menyisihkan waktu nya yang sangat berharga untuk khusus membimbing Zaki," lanjut ayah Yusuf.
"Kak Umar ini ayah, yang membimbing Zaki," Zaki menepuk pundak gus Umar, yang duduk tepat di sebelah nya.
Ayah Yusuf mengangguk dan tersenyum kepada gus Umar. "Terimakasih gus, untuk semua kebaikan gus Umar dan istri. Zaki sudah banyak bercerita kepada kami," ucap ayah Yusuf, dan gus Umar membalas nya dengan anggukan kepala seraya tersenyum sopan.
"Tapi kang yai, sebenarnya ada yang masih mengganjal di benak saya." Ayah Yusuf kembali menatap kyai Abdullah, sedangkan yang lain menatap kearah ayah nya Zaki tersebut dengan penuh tanya.
"Nggih, ada apa mas?" Tanya kyai Abdullah.
"Tujuan Zaki yang kekeuh ingin belajar di pesantren, itu yang saya kurang sepakat," balas ayah Yusuf dan kemudian menatap putra nya.
"Ayah khawatir, jika apa yang abang inginkan tidak dapat abang gapai,, abang akan kecewa nanti nya," lirih ayah Yusuf yang terdengar penuh kekhawatiran, hingga membuat Zaki sedikit menjadi bimbang.
"Ya mas Yusuf, saya mengerti bagaimana perasaan mas Yusuf sebagai orang tua. Karena setiap orang tua, pastilah menginginkan yang terbaik untuk putra putri nya," Tutur kyai Abdullah dengan penuh wibawa.
"Saat pertama nak Zaki datang kemari, nak Zaki juga sudah mengatakan apa alasan nya ingin belajar ilmu agama, khusus nya ilmu agar bisa membaca kitab kuning." Kyai Abdullah menatap Zaki, dan Zaki mengangguk.
"Dan saya juga sudah mengingatkan, agar sebaiknya nak Zaki meluruskan niat nya kembali untuk belajar. Niat untuk mencari ilmu dengan mengharap keridhoan Allah Ta'ala semata, dan bukan karena hamba Nya. Bukan kah begitu nak Zaki?" Dan Zaki mengangguk, membenarkan penuturan kyai Abdullah.
Semua yang berada di ruang tamu itu pun mengangguk, setuju dengan penuturan kyai kharismatik tersebut, termasuk ayah Yusuf.
"Benar kang yai, dari awal saya juga sudah berpesan demikian pada Zaki. Tapi saya tidak tahu, apakah putra kami itu sudah merubah niat nya atau,,,"
"InsyaAllah, Zaki sudah meluruskan niat Zaki ayah," sahut Zaki cepat, yang memotong pembicaraan sang ayah. Terlihat jelas, Zaki bersungguh-sungguh dengan ucapan nya.
"Syukur alhamdulillah bang, jika fokus abang sekarang hanya untuk belajar agama. Ayah lega mendengar nya," balas ayah Yusuf dengan tersenyum lega, bunda Fatima pun terlihat sangat lega.
"Jika memang seperti itu, ayah pasti dukung abang. Jangankan satu tahun, mau berapa lama pun abang nyantri ayah tidak masalah." Tegas ayah Yusuf.
"Benarkah begitu yah, makasih ayah. Zaki akan sungguh-sungguh belajar ilmu agama yah, agar kelak Zaki dapat membimbing adik-adik," balas Zaki dengan penuh semangat, yang di setujui oleh opa dan oma, serta kakek Ilyas dan nenek Lin.
"Opa senang mendengar nya bang Zaki, semoga nanti nya bang Zaki dapat mengajarkan apa yang bang Zaki dapat dari pesantren kepada adik-adik dan sepupu abang," tutur opa Sultan.
"Benar bang, bunda juga turut bahagia dan mendo'akan agar abang dimudahkan dalam belajar agama di pesantren ini," timpal bunda Fatima dengan tersenyum lebar, "tapi ingat, tiap jum'at abang harus telepon ke rumah." Lanjut bunda Fatima dengan penuh harap.
"Hmm,, ingat itu bang, jangan buat bunda menunggu-nunggu kabar dari abang seperti yang sudah-sudah." Ayah Yusuf pun turut menimpali, "kalau abang mau tahu, tiap bakda shubuh yang di perhatikan bunda cuma ponsel terus.. karena menunggu kabar dari bang Zaki, ayah sampai diabaikan tahu bang," adu ayah Yusuf pada sang putra, seraya melancarkan protes nya pada sang istri.
Dan semua nya tertawa mendengar aduan ayah Yusuf tersebut.
Terdengar kumandang adzan dhuhur dari masjid di komplek pesantren, dan untuk sementara mereka menghentikan obrolan hangat tersebut.
Para lelaki kemudian ikut sholat berjamaah di masjid, sedangkan para wanita sholat di kediaman kyai Abdullah.
Usai sholat berjamaah di masjid, Zaki mengenalkan keluarga nya pada kang Bukhori, kang musthofa dan juga kang Baharuddin.
"Oh, ini nak Bukhori yang waktu itu kan?" Tanya kakek Ilyas memastikan, dan kang Bukhori mengangguk seraya tersenyum.
"Nggih kek, alhamdulillah kita bisa bertemu kembali," balas kang Bukhori.
"Kalau ini opa ku kang, ini om ku, dan ini ayah ku." Zaki menyebutkan satu persatu, seraya menunjuk opa Sultan, om Alex dan ayah Yusuf.
"Lho Zak, lha sing nganter awak mu bapak-bapak sing bagus kae sopo?" Tanya kang Bukhori seraya mengernyit kan dahi nya, "kok awak mu yo manggile daddy?" __"Lha bapak-bapak yang nganter kamu waktu itu siapa? Kok kamu memanggil nya daddy?"__
"Oh daddy Rehan, itu om ku kang. Adik nya bunda ku," balas Zaki, dan kang Bukhori mengangguk-angguk mengerti.
"Layak Zak, tak sawang-sawang ket mau kok awak mu mirip banget karo bapak-bapak iki? Jebul emang bener bapak mu tho? Lha nek sing bapak-bapak kae, mirip banget karo opa bule iki?" Ucap kang Bukhori dengan polos nya, hingga mengundang gelak tawa mereka semua.
__Pantesan Zak, aku perhatikan dari tadi, kamu itu mirip sama bapak ini? Ternyata emang bapak kamu? Kalau bapak-bapak yang waktu itu, mirip sama opa bule ini?"__
"Mulo bener kan kanda ku mau, keluarga ne Zaki ki koyok artis." Timpal kang Baharuddin, yang kembali di sambut tawa oleh mereka semua.
🌸🌸🌸🌸🌸 bersambung 🌸🌸🌸🌸🌸
Maaf yah, up telat 🙏🙏
Lagi nyambangi anak di pesantren, eh ketemu sama gus Umar, bang Zaki dan keluarga nya,, ngrumpi dulu deh kita 😄😄
Yuk, sambil nunggu kisah bang Zaki up lagi, mampir yah di novel temanku..
Judul : Posesif Husband (CEO Kejam Jatuh Cinta)
Karya : Rahayu Ningtiyas Bunga Kinanti
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Ita rahmawati
lucu para tu kang² temenny zaki 😁😁
2023-06-07
1
Rapa Rasha
Oalah kang kang
2023-02-03
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓼𝔂𝓾𝓴𝓾𝓻𝓵𝓪𝓱 𝓴𝓵 𝓫𝓪𝓷𝓰 𝓩𝓪𝓴𝓲 𝓷𝓲𝓪𝓽𝓷𝔂𝓪 𝓫𝓮𝓵𝓪𝓳𝓪𝓻 𝓫𝓴𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓷𝓪 𝓓𝓮𝓵𝓲𝓪 👍👍👍👍👍
2022-10-27
1