Usai ngopi dan ngobrol sebentar bersama gus Umar dan Aida, Zaki kemudian pamit undur diri. "Kak, Zaki mau balik ke kamar dulu." Pamit Zaki seraya beranjak.
"Makasih untuk kopi dan pisang goreng nya, maaf,, jadi merepotkan ning Aida," ucap Zaki yang merasa tak enak hati karena pasti kehadiran nya telah menggangu waktu pagi pasangan yang selalu terlihat manis tersebut.
Aida hanya menggeleng dan tersenyum ramah.
"Tidak merepotkan sama sekali dik Zaki, dan kami juga tidak merasa terganggu. Kami malah senang, karena merasa memiliki adik baru sebagai pengobat rindu kami karena adik semata wayang kami yang akhir-akhir ini sibuk dan jarang pulang." Ucap gus Umar, seraya tersenyum tulus.
"Padahal biasa nya kalau di rumah, dia pasti selalu mengganggu kami,, bahkan terkadang dia memaksa, ingin tidur dengan kakak ipar nya. Hingga aku harus gigit jari dan tidur hanya berteman dengan malam yang dingin dan sepi," lanjut gus Umar bercanda, hingga membuat Zaki terkekeh
Sedangkan Aida, mencubit mesra pinggang sang suami.
"Baiklah kak, nanti bakda ashar Zaki akan kembali ke sini," ucap Zaki, dan kemudian menyalami gus Umar dengan takdzim, yang dibalas gus Umar dengan menepuk pundak nya dengan hangat.
"Yang semangat dik Zaki, kakak yakin,, dik Zaki bisa merampungkan ngaji nya sebelum satu tahun," ucap gus Umar yang menyemangati Zaki.
Zaki mengangguk dan kemudian segera berlalu meninggalkan kediaman gus Umar, dengan melintasi teras kyai Abdullah.
Pemuda bertubuh tinggi tegap dan berkulit putih bersih itu mengangguk hormat, saat melihat kyai Abdullah sedang duduk di teras bersama nyai Robi'ah.
"Nak Zaki, kemari lah," pinta kyai Abdullah, seraya melambaikan tangan kearah Zaki.
Zaki pun mendekat, dah kyai Abdullah serta nyai Robi'ah langsung beranjak dari tempat duduk nya. "Ayo masuk," ajak kyai Abdullah, dan Zaki pun hanya menurut patuh, meski dalam hati bertanya-tanya.
Zaki terus saja mengikuti langkah kyai Abdullah yang masuk ke dalam hingga melintasi ruang keluarga, membuat Zaki memberanikan diri bertanya. "Maaf abah, kita mau kemana bah?"
Kyai Abdullah menoleh kearah Zaki tanpa menghentikan langkah nya, dan Zaki pun masih mengikuti, "sarapan nak, nak Zaki belum sarapan kan?" Tanya kyai Abdullah.
"Ayo duduk lah, abah juga belum sarapan dan sengaja menunggu kamu di teras tadi," tutur kyai Abdullah setelah tiba di ruang makan, seraya menarik sebuah kursi dan kemudian duduk di sana.
Zaki hanya bisa menurut patuh, dan kemudian duduk tepat di hadapan kyai Abdullah.
Sedangkan nyai Robi'ah langsung menyiapkan piring, sendok dan gelas untuk mereka bertiga.
"Kita sarapan bareng nak, tadi abah dan umi sengaja menunggu nak Zaki." Tutur nyai Robi'ah, yang mengulang ucapan sang suami seraya meletakkan piring dan sendok di hadapan Zaki.
Nyai Robi'ah juga mengambil kan air putih hangat untuk kyai Abdullah dan untuk Zaki.
"Zaki jadi enggak enak bah, mi." Ucap Zaki dengan sungkan.
"Jangan sungkan nak, hanya sesekali. Toh bagi kami, nak Zaki adalah bagian dari keluarga kami," balas kyai Abdullah dengan tulus, yang membuat Zaki merasa terharu.
Zaki tiba-tiba teringat akan ayah dan bunda nya, juga opa dan oma yang selalu mengajak Zaki, Fira dan Annas untuk sarapan bareng. "Ya Allah, aku sampai lupa belum mengabari bunda. Dari kemarin setibanya di sini, ponsel langsung aku matikan," gumam Zaki dalam hati.
"Ayo nak Zaki, silahkan," titah nyai Robi'ah setelah mengambil kan makanan untuk kyai Abdullah, yang membuat Zaki tersadar dari lamunan nya.
"Iya umi," Zaki pun kemudian mengambil nasi, dan lauk yang beraneka macam itu.
"Ada bandeng presto juga ini lho nak, oleh-oleh dari jeng Nabila kemarin itu lho. Banyak banget bawa oleh-oleh nya," tutur nyai Robi'ah, yang hanya ditanggapi Zaki dengan senyuman.
"Coba mi, abah mau bandeng nya," pinta kyai Abdullah, dan dengan sigap nyai Robi'ah mengambil kan bandeng presto yang terkenal di kota Semarang itu.
Mereka bertiga sarapan sambil mengobrol dengan hangat, dan Zaki merasakan kasih sayang yang tulus dari pasangan pengasuh pondok pesantren tempat nya menimba ilmu.
Setelah menyelesaikan sarapan nya, Zaki pun bergegas pamit. Karena tubuh nya telah merasa gerah dan Zaki ingin segera mandi.
"Maaf abah, Zaki mohon pamit hendak bersih-bersih dulu sebelum mengikuti pengajian kitab di aula," pamit Zaki, karena waktu memang telah menunjukkan hampir jam delapan, sedangkan pengajian kitab akan dimulai pukul sembilan tepat.
"Silahkan nak, kalau nak Zaki butuh apa-apa jangan sungkan untuk mengatakan pada abah atau pada gus Umar," tutur kyai Abdullah.
"Iya bah," balas Zaki dengan mengangguk sopan, dan putra sulung ayah Yusuf dan bunda Fatima itu kemudian menyalami kyai Abdullah dan nyai Robi'ah dengan takdzim.
Setiba nya di kamar, Zaki hanya mendapati kang Bukhori dan seorang santri yang masih asing di mata Zaki. Sedangkan kang Musthofa sudah pasti sedang mengajar, karena lurah pondok itu termasuk salah seorang guru di Yayasan Pendidikan milik kyai Abdullah tersebut.
Zaki menyalami santri yang terlihat seumuran dengan kang Bukhori itu, "saya Zaki," ucap Zaki memperkenalkan diri nya, karena kang santri tersebut menatap nya dengan penuh tanya.
Kang santri menyambut uluran tangan Zaki dan tersenyum, "panggil saja, aku kang Din," balas nya, dan Zaki mengangguk.
"Zak, lama bener ngaji nya? Sarapan kamu sampai dingin tuh," sambut kang Bukhori, yang baru selesai melaksanakan sholat dhuha.
Zaki tersenyum, "iya kang, tadi ngobrol dulu sama kak Umar. Dan sewaktu mau pulang, malah di panggil abah di ajak sarapan bareng," balas Zaki dengan jujur.
"Wah, enak ya kamu Zaki. Santri baru, tapi sudah langsung akrab sama keluarga pak kyai," balas kang Din.
"Lha wong, orang tua nya Zaki itu sahabat nya pak kyai je. Yo mesti Zaki langsung akrab," balas kang Bukhori.
"Oh,," dan kang Din pun mengangguk-angguk.
"Kang, Zaki mau mandi dulu. Bentar lagi kan ada jadwal ngaji di aula," Zaki segera bergegas menuju kamar mandi khusus pengurus, yang berada tepat di samping kamar nya.
Sementara di dalam kamar, kang Bukhori menceritakan pada kang Din yang ternyata juga salah seorang pengurus itu bahwa daddy Rehan yang dikira kang Bukhori orang tua Zaki,, telah memberikan sumbangan sebesar dua ratus juta untuk pembangunan pesantren.
"Mosok tho Ri? Wah, sali yo berarti wong tuwone Zaki? Opo pengusaha tho Ri? Asli ngendi si Zaki? Brunei?" Cecar kang Din dengan banyak pertanyaan.
"Dudu Brunei Din, tapi Singapura. Tapi bapake emang asli wong Brunei, dulure Sultan Brunei yae," balas kang Musthofa asal.
"Nek sugehe, yo mestine sugih tho Din? Wong, ngetokke duwit sakmono koyok wong ngidu kok? Ora kroso ibarate. Nek masalah kerjaane opo, aku ora reti Din. Tapi nek tak deleng soko jlegere piyayine ngono, koyo pengusaha sing nong tipi-tipi kae lho." Lanjut kang Bukhori yang mengagumi sosok daddy Rehan.
Dan pembicaraan mereka terhenti kala Zaki masuk kedalam kamar.
Zaki segera mengenakan baju koko dan sarung, dan kemudian melaksanakan sholat dhuha dengan menggelar sajadah di sudut kamar.
Obrolan antara kang Bukhori dan kang Din pun berlanjut, tapi dengan bisik-bisik. Entah apalagi yang mereka bahas, yang jelas tatapan mereka kearah punggung Zaki yang sedang khusyuk menjalankan sholat sunnah dhuha, tampak mengagumi pemuda itu.
Bakda sholat dhuha, Zaki pamit pada kang Bukhori dan kang Din untuk bergabung dengan santri lain yang tidak bersekolah untuk mengikuti pengajian kitab Ta’limul Muta’alim, yang di ampu langsung oleh kyai Abdullah.
Kitab yang menerangkan dasar mengenai akhlak ini merupakan karangan Syekh Burhanuddin Ibrahim al-Zarnuji al-Hanafi. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang menghimpun tuntunan belajar.
Sepandai apapun manusia dan sebanyak apapun ilmu yang dimiliki nya, tidak akan bisa menghasilkan saripati ilmu tanpa adanya akhlak yang baik. Karena hal dasar agar ilmu bermanfaat dan berkah adalah, dengan mengutamakan akhlak.
Pengajian kitab itu selesai sekitar jam setengah sebelas, dan barulah setelah itu Zaki bisa beristirahat sejenak. Dan Zaki menggunakan waktu tersebut untuk tidur,, sebagai pengganti tidur nya yang kurang, karena dini hari tadi Zaki ikut bangun untuk menjalankan sholat sunnah tahajjud dan lanjut aktivitas hingga sekarang.
Zaki beruntung, karena kamar sepi tak ada penghuni nya. Kang Musthofa belum pulang dan kang Bukhori serta kang Din sedang berada di kantor pengurus, sehingga Zaki bisa beristirahat dan tidur dengan nyenyak.
Adzan dzuhur berkumandang, Zaki yang sudah bangun beberapa saat yang lalu segera mengambil air wudhu dan kemudian bergegas ke masjid bersama kang Bukhori dan kang Din untuk menunaikan sholat dhuhur.
Sholat dhuhur kali ini lebih ramai daripada sholat shubuh tadi pagi, pasal nya seluruh siswa di Yayasan Pendidikan yang masih berada dalam satu komplek itu semuanya ikut berjamaah.
Dan Zaki yang baru pertama kali terlihat ikut berjamaah, menjadi pusat perhatian hampir semua orang terutama para siswi di Yayasan Pendidikan yang ikut berjamaah.
Bisik-bisik pun terdengar di kalangan jama'ah putri, "ganteng banget,,," ucap salah seorang gadis yang berseragam putih abu-abu, dengan mata berbinar melihat Zaki dari kejauhan.
"Iya benar, kayak artis Hollywood,," timpal teman nya yang lain, sambil tersenyum penuh arti.
"Mau dong jadi kekasih nya,," ucap gadis yang baru selesai mengenakan mukena, yang langsung mendapatkan cibiran dari teman nya yang lain.
"Kang Bukhori mau di kemanain?!" Protes mereka kompak.
🌸🌸🌸🌸🌸 bersambung 🌸🌸🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
sherly
dan santripun mengibah...hahahah
2023-11-17
1
Mama Gezkara
berat ternyata ya kak Othor jd santri ... semoga babang Zaki bisa melewati tantangan dr ayahnya Neng Delia yaa..aamiinnn
2023-04-15
1
Rapa Rasha
bang Zaki jadi artis🤗
2023-02-02
1