De Beres Platinum//

"Bagaimana keadaan Ayahmu sekarang? Apa masalah tadi cukup besar, sehingga ia tidak bisa menyelesaikan seorang diri?" tanya Chandra dengan nada remeh, dia sangat begitu senang melihat kedukaan dihati orang lain.

"Berarti kau juga menyaksikan hal tadi? Kenapa kau hanya diam saja? Bagaimana kalau aku tidak datang dengan cepat, apa kau bisa bertanggung jawab atas apa yang kau lihat?!" amukku, ingin menampar wajah Chandra namun tertahan oleh keadaan.

"Bertanggung jawab katamu? Buat apa aku tanggung jawab, toh semua masalah ini tidak ada kaitannya denganku. Gak usah ngacok deh!" tambah Chandra, memperlaju mobilnya.

"Ternyata seperti ini..." decitku bersuara kecil berharap ia tidak mendengarnya, agar tidak memancing emosiku lagi.

"Kenapa kau kesal karena aku tidak membela Ayahmu? Naif sekali, aku bahkan belum menggangapnya sebagai Ayah mertua. Paham dengan maksudku?"

"Terserah, padamu."

"Sebelum hari pernikahan tiba, pastikan kau jangan berbuat ulah yang dapat membuat nama keluarga besar Subroto malu!" kecamnya, menggunakan nada tinggi.

"Aku tidak perduli!"

"Hei, lihat mataku ketika kau menjawab. Aku tidak suka melihat seseorang berpaling dari tatapan mataku, seakan akan dia seorang pengecut!" titah Chandra, menghentikan mobilnya secara mendadak membuat keningku menghantam keras kedepan mobil.

"Shtt... Jika kau ingin membunuhku lakukanlah dari sekarang, jangan seperti tadi itu hanya akan membuatku merasa kesakitan bukan rasa kematian!" aku berdecak kesal, sambil memijit keningku yang terasa sakit

"Kau ingin mati? Tentu saja aku akan melakukannya, tapi bukan sekarang nanti setelah kau menjadi Istriku! Secara perlahan lahan kau akan merasakan kematianmu sendiri."

Aku memutuskan untuk diam saja dan enggan menatap wajahnya yang sial itu! Chandra kembali menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang, menuju tempat yang akan kami tuju.

"Yah, semua yang kau katakan benar. Aku akan merasakan kematianku sendiri, nanti setelah semua ini. Tapi aku sudah siap saat menghadapi itu semua,," batinku dalam hati, entah kenapa mataku tidak bisa mengeluarkan air. Mungkin ia sudah lelah untuk terus menangis, lebih baik jika begitu.

Sesampainya di toko perhiasan, semua pelayan menyapanya lebih dulu sebelum diriku. Biasalah orang kaya, jadi jauh lebih terpandang dimata orang lain.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu Tuan Chandra?" tanya seorang manajer berpakaian rapi, dan tampan. Bahkan senyumannya tampak sangat begitu tulus kepada Chandra, walaupun hanya dibalas sebuah perkataan dengan nada kasar oleh pria angkuh itu.

"Bawakan aku beberapa cincin mahal dan bermerk! Terutama cincin, De Beers Platinum!" titah Chandra, ia langsung mendudukkan diri diatas sofa empuk yang disediakan khusus untuk pelanggan, dan disebelah dirinya jugalah aku duduk dibatasi oleh beberapa jarak. Tepat didepan kami ada sebuah cermin petak yang sangat begitu besar, sesekali aku memalingkan wajahku kearah lain agar tidak menatap cermin yang sama dengan Chandra.

"Apa keningmu terasa sakit?!" tanya Chandra, membentakku padahal ada beberapa staf pelayan toko berdiri disebelah kami. Aku tidak tahu apa dia sedang mengkhawatirkanku atau ingin mempermalukan harga diriku.

"Ah, tidak. Jangan khawatir ini hanya memar kecil karena terjatuh, aku bisa menanganinya dengan baik." ucapku sambil tersenyum, agar para staf itu tidak berpikiran aneh tentang hubungan kami.

"Ini Tuan, cincinnya." manajer itu menyodorkan kotak kecil berisi cincin platinum termahal didunia, bahkan dia sudah memperkirakan kalau cincin itu pas dijari manisku.

"Coba, cincin itu. Kuharap kau tidak membuang banyak waktuku, hanya untuk hal kecil seperti ini!" bisik Chandra ketelinga kiriku, bulu kudukku langsung berdiri seperti dibisiki oleh setan.

Aku langsung mencobanya kejari manisku, dan benar saja cincin itu sangat begitu pas. Tanpa menunggu lama, Chandra langsung membayar harga untuk cincin itu dan pergi meninggalkan toko perhiasan.

"Seharusnya kau tidak perlu membeli cincin semahal itu, bukankan ini hanya pernikahan kontrak selama 1 tahun saja? Tapi tenang saja, aku akan mengembalikannya setelah acara pernikahan selesai." ucapku, memberanikan diri menatapnya.

"Baguslah, kau tahu diri juga."

"Apa kau sudah yakin bahwa tidak akan salah alamat saat mengirimkan cincinnya kerumahku?" tanyaku lagi, berpaling dari tatapan matanya yang memuakan itu.

"Jangan, banyak tanya!!"

"Bisakah kau berbicara dengan nada netral? Aku tidak tahu harus bagaimana memperlakukanmu, jika setiap berbicara denganku kau selalu seperti ini!!" emosiku terluapkan kali ini, sungguh berani bahkan aku sampai berteriak dihadapannya.

"Kauuu!... Keluar, dari mobilku sekarang!"

Chandra menghentikan mobilnya, dan mengusirku keluar dari dalam padahal jarak dari tempat ini menuju rumahku masih sangat begitu jauh.

"Aku bilang turun! Jangan sampai aku menyeretmu keluar!" kecamnya lagi, aku memegang handel pintu mobil dan langsung keluar. Aku membanting keras pintu mobilnya.

Kupikir dia akan memanggilku kembali, ternyata tidak dia malah pergi meninggalkanku sendirian dijalan sepi ini. Ah, memang semua pria yang baik itu hanya ada di drama film, dan novel.