BAB 12

"Apa kau tidak ingin memberitahu Daddy Zio ?" tanya Miko pada Keenan saat mereka dalam perjalanan menuju lokasi yang hendak mereka kunjungi.

"Jangan pernah bicara apapun padanya, karena aku tak ingin menambah luka di hatinya atas kehilangan Grand Ma." jawab Keenan dengan suara beratnya.

Miko hanya menganggukkan kepalanya, benar kata Keenan mungkin ia harus merahasiakan masalah besar ini dari Daddy Zio. Keluarga Argantara memang masih diselimuti duka mendalam atas meninggalnya Grand Ma Sonia, walaupun sekarang keluarga itu nampak baik-baik saja. Tapi orang tidak akan mengerti apa yang dirasakan oleh keluarga itu sebenarnya.

Sesaat kemudian mobil yang ditumpangi oleh Keenan dan Miko sampai di sebuah rumah bekas gudang. Keenan dan Miko masuk ke dalam gudang itu dan dilihatnya seorang lelaki yang sebaya dengan mereka tengah tersungkur dengan wajah yang sudah babak belur.

Lelaki itu mengerjapkan kedua matanya kala melihat Keenan dan Miko. Ia terkejut dan takut menatap dua lelaki yang selama lima tahun ini ia hindari.

"Apa kabarmu, Jonathan ?" tanya Keenan dengan suara beratnya ia duduk disebuah kursi kayu menghadap pada lelaki yang bernama Jonathan itu sambil menyulutkan rokoknya.

"Ke..keenan" suara Jonathan tercekat tubuhnya panas dingin dan bergetar kala berhadapan dengan Keenan.

"Sudah cukup kau bermain petak umpet selama ini, saatnya kau berhadapan denganku !" ucap Keenan dengan santainya.

Keenan mengeluarkan pistolnya mengarahkannya pada Jonathan yang nampak ketakutan padanya.

"Ak..aku mohon maafkan aku, aku mohon ampuni aku." Jonathan pucat pasi ia takut jika Keenan menembaknya dan membunuhnya.

Dor

"Aaaaaa" Jonathan berteriak karena ketakutan ia pikir Keenan menembaknya ternyata Keenan menembakkan ke dinding.

"Kau masih takut mati rupanya." Keenan mengejek Jonathan. "Kenapa kau lari dari perbuatan mu ? Jika kau bertanggung jawab mungkin aku tidak akan memperlakukanmu seperti ini." ucap Keenan lagi ia kembali menghisap rokok ditangannya menghembuskan ke arah Jonathan.

"Maafkan aku, aku mohon ampuni aku" ucap Jonathan ia bahkan menangis di hadapan Keenan dengan berlutut.

"Nyawa harus dibayar dengan nyawa, bukan ?" ucap Keenan kembali mengarahkan pistol di tangannya ke arah Jonathan.

"Tolong ampuni aku, aku masih punya seorang adik yang menjadi tanggung jawabku." Jonathan mengatupkan kedua tangannya di hadapan Keenan.

"Adik ?" ulang Keenan lalu kemudian ia tertawa lebar. "Hahahaa...maksudmu Berliana ?" tanya Keenan dengan tersenyum smirk.

Jonathan membelalakkan matanya, ia terkejut dari mana Keenan mengetahui siapa adiknya.

"Aku bahkan hampir saja menidurinya, apa kau tahu tubuh adikmu memang sangat menggoda." ucap Keenan tanpa perasaan pada Jonathan.

Jonathan terkejut mendengar ucapan Keenan ia tak menyangka jika adiknya sudah bersama Keenan. "Apa yang kau lakukan pada adikku ?" ucap Jonathan tak terima jika Berliana sampai dilecehkan oleh Keenan.

"Aku hanya membalaskan dendam ku, padamu dan adikmu." ucap Keenan dengan arogannya.

"Aku mohon jangan lalukan apapun padanya, dia tidak bersalah." ucap Jonathan memohon pada Keenan.

"Tapi kau dan adikmu sama saja, telah menghancurkan kebahagiaan keluargaku dan menghilangkan orang yang aku sayangi !" bentak Keenan nafasnya naik turun saat menatap Jonathan.

"Katakan padaku, hukuman apa yang pantas untuk orang sepertimu ?" suara Keenan menggema seisi ruangan membuat siapapun bergedik ngeri mendengarnya.

Jonathan menangis selama ini ia memang sudah bersalah karena lari dari sebuah tanggung jawab setelah dengan sengaja menabrak Grand Ma Keenan, atas dasar suruhan seseorang demi uang. Bahkan setelah kejadian itu Jonathan menghilangkan bukti dan kabur ke luar negeri bersembunyi ke setiap negara secara bergantian. Agar tak ada yang bisa menangkap dimana keberadaannya.

"Aku mohon maafkan aku, jangan sakiti adikku. Aku hanya disuruh seseorang." ucap Keenan menangis ia tahu mungkin ini adalah hari terakhir nya menghirup udara dan menghembuskan nafasnya.