“Sebelum kita kembali, apa Wulan benar-benar tak ingin apa-apa? Bagaimana dengan boneka lucu.“
“Wulan tak ingin apa-apa lagi.“ Gadis itu menggeleng kemah, menunduk ke bawah. Matanya sembab karena terlalu lama menangis.
“Beneran? Kita benar-benar akan kembali ke tempat ayahmu, lho.“
Gadis itu hening, ia tak mau buka mulut setelah itu. Dan Yayan pun tak ingin memaksanya lagi.
'Yah, dia masih kecil. Mentalnya mudah terguncang.'
Total uang yang dihabiskan Yayan di dalam mall adalah 1569.000, jadi total uang yang didapat hampir 8 juta. Adapun sebagai modal awal, dia menggunakan uang tabungannya.
'Harusnya ini lebih dari cukup!'
Yayan kembali ke taman yang mana Rinto dengan setia menunggu kedatangan Wulan. Selanjutnya terjadi pembicaraan serius, jadi gadis berkepang dua itu bermain sendiri untuk sementara waktu.
“Jadi, apa yang kau dapat?“ tanya Yayan tanpa basa-basi.
Rinto menunjukkan sebuah rekaman audio. Itu adalah jerih payahnya dalam melakukan pengintaian di rumah Yani.
“Bagaimana kau bisa mendapatkan ini?“ heran Yayan. Si penjual nasi goreng harus berada dekat dengan rumah Yani jika ingin mendapat rekaman itu.
“Mereka saja yang bicaranya keras, lagipula ... kau meremehkan kemampuank"
“Hmm ... baiklah!?“
Rinto mencondongkan badan untuk membersikan sesuatu ke kuping Yayan.
Lelaki itu seketika membelalakkan mata begitu mengetahui apa yang sebetulnya terjadi di rumah Yani.
“Coba dengerin sendiri!“ Ponsel si tukang nasi goreng. “Aku tinggal sebentar, aku mau ngobrol dengan anakku.“
“Hmm … silahkan!“
Yayan mulai mendengarkan secara seksama, ekspresinya secara teratur berubah seiring rekaman itu terputar. Di bagian akhir Yayan tersenyum puas.
“Yap, memang mereka. Rencana untuk membuatku sengsara lalu membunuh. Kejam cenderung psikopat.“
“Jadi, bagaimana? Bukti itu sudah cukup untuk melaporkan mereka. Pembunuhan berencana sangat berat hukumannya," respon si Rinto memberikan usul. Ia telah selesai bicara dengan Wulan.
“Tidak. Aku akan mengikuti cara main mereka?“
“Hmm? Gimana?“
“Hehe … kau akan tahu nanti!“ Yayan menyeringai jahat.
“Sepertinya aku akan masuk ke sisi gelap juga. Tapi, selama tidak merugikan keluarga, yah, masa bodoh!“
“Yup, pemikiran yang bagus. Oh, ya … kau punya rekening? Akan aku transfer upahmu!“
Si penjual nasi goreng memberikan nomor rekeningnya, Yayan mentransfernya seketika. Dia menunjukkan bukti pembayaran.
“Done … silahkan cek sendiri.“
Rinto mengeceknya, keningnya seketika berkerut menatap layar ponselnya. “500 ribu?“
“Apa? Kurang?“
“Bukan, yah ….“ Dia menghela nafas berat, “ini sudah lebih dari cukup. Namun, ini sama saja dengan pendapatan bersihku dari berjualan nasi goreng per hari."
“HAH?“ teriak Yayan tidak percaya, dia memegang bahu pria di hadapannya.
Akibat teriakannya, semua orang menoleh pada mereka. Wulan pun jadi terpancing untuk mendekat.
“Lalu kenapa hidupmu masih terasa kekurangan? Kemana larinya semua uang itu? Astaga … pendapatanmu jauh lebih besar dari gajiku.“
“I-ibu, dia membawa ibu. O-orang jahat itu membawa——”
Wulan mendadak menangis jeri, air mata tumpah lagi. Gadis mungil itu memeluk ayahnya dengan erat.
Yayan tidak tidak mengerti situasinya cuma diam, dia menatap sepasang ayah dan anak itu dengan pandangan iba.
'Kesulitan apa yang menimpa mereka? Aku masih belum terlalu mengerti.'
Wulan akhirnya terlelap setelah menangis hampir satu jam, entah berapa gelas air mata yang telah dikeluarkan oleh gadis itu. Baju ayahnya pun sampai basah kuyup. Meski begitu, semua luapan air mata tadi belum untuk melegakan hati Wulan.
Hari semakin larut, taman berangsur-angsur menjadi sepi, kini hanya tersisa beberapa orang. Yayan dan si penjual nasi goreng masih duduk di bangku Taman.
“Ini bukan urusanku. Tapi, apa yang dimaksud Wulan tadi?“ ucap Yayan.
Si penjual nasi goreng lantas mendongak ke atas seraya menarik nafas. Ia lalu menunduk dan mengelus rambut halus Wulan, gadis itu kini terpejam di bantalan paha sang ayah.
“Kami punya hutang yang sangat besar. Karena tak bisa melunasi, mereka mengambil istriku sebagai jaminan,“ papar si penjual nasi goreng.
Yayan sontak tercengang dan sulit percaya.
“Bukannya itu sudah melanggar hukum? Itu sama saja dengan penculikan, 'kan? Jadi, kau harus menebus istrimu?“
“Begitulah, namun, melapor pada siapa pun bakal percuma. Juga, aku sedikit ragu dia masih hidup!“
“Kenapa kau berpikir begitu?“
“Lalu, aku harus berpikir seperti apa?
Aku selama ini hanya berjuang untuk Wulan, untuk terus memberi keyakinan padanya. Huh, harapan palsu.“
Rinto lalu berdiri, ia menggendong Wulan di punggungnya.
“Sampai jumpa, aku tunggu tugas berikutnya dan terima kasih sudah membuat Wulan senang."
Kini, hanya ada Yayan. Semua orang perlahan pergi dari taman itu.
Yayan mengepalkan tangan tanpa sadar.
“Kenapa bukan dia saja yang mendapat System? Kenapa aku? Sebetulnya apa yang menjadi indikator utama untuk seseorang mendapatkan System?“ gumam Yayan pada diri sendiri.
Dia mengharap jawaban dari System, namun kepalanya tetap terasa hening tanpa ada suara dari wanita robotik.
[Selamat, Host mendapatkan poin kharisma]
Yayan akhirnya pulang. Namun, perjalanannya tidak semulus yang dikira. Tiba-tiba muncul belasan orang pria, mereka adalah orang yang sama ketika mencegat Yayan dan Vina.
Yayan bukannya takut atau apa, dia malah seperti malas bertemu dengan mereka. Pria itu kini tidak takut pada keselamatan hidupnya. Yah, dia punya System … begitu pikirnya.
'Mereka sepertinya sudah membuntutiku dari awal?!'
“Jangan cepat-cepat pergi! Baru jam 12 malam.“
Yayan menghela nafas, “Dibayar berapa kalian?“
“Gaji adalah hal sensitif bagi pria, kau harusnya juga tahu itu. Nah, tolong kerja samanya … kami ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini?“
“Apa pekerjaan kalian!“ tanya yayan yang tidak gentar sedikitpun.
“Mengirimmu ke rumah sakit!“
.
.
.
.
“Akhh … ini sangat menyakitkan!?“ rintih Yayan yang baru saja terbangun dari pingsannya.
Kini sudah fajar, dia pingsan beberapa jam setelah dikeroyok habis-habisan oleh orang suruhan Yani dan pacarnya.
“Memang benar, mereka ingin menyiksaku pelan-pelan. Heh, begitukah cara mainnya?“ Yayan tersenyum tipis, langsung sensasi perih di bibirnya membuat dia kesakitan.
“Aku tak mungkin bisa pulang, tak kuat naik motor!“ pasrahnya yang tertidur terlentang, Yayan berniat untuk menunggu bantuan seseorang.
Secara perlahan, kesadaran Yayan kembali hilang. Lebih baik tidur untuk meredakan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
[Misi dikonfirmasi]
[Melakukan balas budi pada seseorang yang menyelamatkan host]
[Reward : 2 spera, 2 poin kesehatan, 3 poin kekuatan]
Tak berselang lama, muncul seseorang yang menolong Yayan. Pagi-pagi buta dan si penolong kebetulan lewat di sekitaran taman, memakai seragam SMA.
Hati nurani atau kebaikan murni. Orang itu memprioritaskan keadaan Yayan. Ia membawanya pergi dari sana.
“Humm … orang habis tawuran? Dia tak boleh di sini … gawat jika seseorang menemukan dan melaporkannya ke polisi.“ Ia dengan susah payah memapah Yayan. Berat tubuhnya kalah dengan berat Yayan. Jadi, ia berusaha setengah mati untuk membawanya pergi.
“Keadaannya sangat parah, tapi luar biasa bahwa dia masih hidup. Dia sekarang dalam keadaan tidur, kan?“ sangka orang itu. Yayan kedapatan mendengkur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Emil Djibran
novel terburuk yang pernah saya baca
2023-12-07
1
Harman LokeST
di pukul terus kasihan
2023-09-24
0
Nanik Purba
spera itu apa thor 🤔
2023-08-29
0