"Adam, anak itu memang tidak memiliki perasaan. Entah Dosa apa aku di masa lalu sampai ... "
Mama Mahira langsung membanting foto di tangannya, kaca tipis yang memperlihat foto itu langsung pecah berserakah.
"Kemana bocah bodoh itu? pasti sedang di balkon,"
"Mam sudah, Mama kan berniat mau membantu ku," cegah Binar. Dia malas berdebat lagi dengan Adam. Hidupnya kini ingin tentram.
"Ya sudah, lebih cepat lebih baik."
Dengan cekatan Mama Mahira membantu menantunya berkemas. Setelah selesai milik Binar, kini beralih pada milik Abra.
Dua koper berisi pakaian milik Binar dan Abra telah selesai, Mama Mahira membantu Binar membawa kopernya, meskipun Binar sudah memaksanya jangan melakukannya, tapi sebagai seorang wanita dan seorang ibu, Mama Mahira begitu marah pada Adam. Entah keputusan apa selanjutnya, Mama Mahira tetap akan mendukung Binar.
"Ma, Mama mau kemana?" tanya seorang pria. Jalannya tergesa-gesa bersama dengan langkah di sampingnya.
"Kita akan membawa Binar pergi, Pa," ucap Mama Mahira. Dia tidak akan meninggalkan Binar sendirian apa lagi harus mempercayai pada putranya itu.
"Ma, Mama akan membawa Binar kemana? dia istri ku dan Abra anak ku, aku memiliki hak,"
"Ini keputusan Binar dan Mama mendukungnya, kamu sebagai seorang laki-laki hanya bisa menyakiti, Mama malu Adam."
Adam beralih pada Binar, wanita yang di lihatnya begitu tenang. Kedua matanya memancarkan sebuah aura yang menusuk bagi hati Adam.
"Kau tahu Pa, tadi saja dia malah membela Ayu, padahal wanita itu mengatakan hal yang tidak benar. Dia bahkan membentak Mama, mungkin karena masih cinta jadi tidak berpikir mana yang baik dan mana yang benar." Adu Mama Mahira.
Papa Ardey menoleh, tadi Adam tidak berbicara apa pun. Dia hanya menasehatinya agar tidak sampai menceraikan Binar dan membuat dirinya menyesal sendiri.
"Benar itu Adam?" tanya Papa Ardey menahan geram.
"Lalu Mama menamparnya, jadi sekarang sudah terbukti kalau Adam hanya bisa menyakiti Binar dan tidak membuatnya bahagia. Sudah cukup Pa, Binar menunggu lima tahun, lima tahun lamanya dia berharap Adam sedikit saja membuka hatinya, tapi sepertinya tidak bisa. Bahkan Mama tadi melihat Adam masih menyimpan foto kenangannya di laci kamarnya. Bayangkan saja betapa sakitnya Binar. Adam memang putra kita, tapi kita sebagai orang tua tidak bisa mendukung perlakuan Adam semena-mena. Mama merasa bersalah pada Binar, Mama lah yang membawanya ke sini untuk di jadikan menantu dan membuat Adam bahagia."
"Ayo sayang,"
"Tunggu Binar, Ma."
Adam menahan tangan Mama Mahira. "Jangan bawa Binar, kasihan Abra berjauhan dengan ku, Ma."
"Mas, cobalah menata hati Mas kembali. Aku sudah menyerah."
"Adam!" Papa Ardey menahan Adam yang ingin mencegah Binar yang di bawa oleh istrinya. "Apa yang di katakan Binar benar, tatalah hati mu kembali. Kalau kau masih mencintai Ayu, oke Papa restui, Andra juga butuh dirimu, bagaimana pun juga dia cucu Papa. Tapi kalau kau tidak bisa mencintai Binar, biarkan dia meraih kebahagiannya."
Papa Ardey melewati tubuh Adam yang menegang, apa yang harus ia lakukan? menata hati, selama ini dia masih mencintai Ayu. Tetapi hatinya sakit saat Binar malah berjalan lurus tanpa menolehnya dan Abra, bocah itu tak lagi memanggilnya seolah dia tahu, kalau dia akan pergi bersama Mamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Siti solikah
syukurin kau adam
2025-04-17
0
Erlina Purwanty Moe
sukur kau
2022-11-07
2
Sulati Cus
anakmu jg tau lah klu kau cm anggap Abra hadir krn sebuah kesalahan mknya di acuh sm km
2022-10-15
0