Derasnya air hujan dan cahaya yang membelah langit menyertai hati ketiga orang itu. Malam semakin dingin, namun hati ketiga orang itu semakin panas.
Dalam hidup ini, Binar tidak pernah merasakan hatinya seremuk ini, sesakit ini, bertahun-tahun mengharapkan cinta suami, saat ingin menyerah. Abra datang padanya, seakan menjadi semangat untuk meraih cinta suaminya, tapi perjalanannya masih jauh. Kedatangan Abra tidak membawa dampak, suaminya masih berkata dingin dan hampir tidak pernah menjawab semua pertanyaannya dan perkataannya.
Binar menoleh pada sosok anak kecil yang sedang tertidur pulas dengan tangan terentang, wajah yang sama persis dengan suaminya. Wajah yang selalu cintai.
"Kau ingin bunda seperti apa sayang? haruskah kita bertahan? tapi sepertinya kita tidak memiliki ruang."
Binar mengusap kedua belah pipinya yang selalu basah karena derasnya air matanya.
Ia sudah memikirkan matang-matang, kalau ia bertahan dan Adam tidak mencintai Abra, maka putranya akan ikut sakit.
"Maafkan bunda kalau akhirnya harus memisahkan mu dengan ayah mu."
"Percayalah, bunda melakukan semua ini untuk Abra." Binar mengelus tangan lembut Abra dengan jari telunjuknya. Tangan yang sangat empuk dan lembut.
***
Sedangkan Adam, pria itu memukul dinding, air matanya dan keringat di dahinya bercucuran, rambutnya acak-acakan, kemejanya dasinya pun kusut. Kenyataan ini bagaikan tamparan padanya, bagaimana bisa orang tuanya melakukan ini padanya.
Padahal Ayu sangat baik, dia gadis yang sederhana dan murah tersenyum.
Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya kalau semuanya benar, orang tuanya terlibat dalam hubungannya dan Andra adalah putranya.
***
Sedangkan Ayu, dia menangis sesegukan di kamar sempit, duduk sambil memeluk bantal dan mengingat semua kenangannya bersama Adam. Ia memberanikan diri karena ingin bahagia, apa lagi Andra butuh Adam. Ia merasa kasihan pada Andra saat anak lainnya mengatainya anak haram. Ia tidak bisa diam saja.
Lagi pula, ia yakin kekuatan cinta mereka bisa meluluhkan hati kedua orang tua Adam, apa lagi sekarang ada Andra.
"Aku sangat mencintai mu, Adam."
Ayu menoleh, menatap sebuah foto di sampingnya. Sebuah kenangan yang tak pernah ia lupakan.
Ketiga orang itu pun hanyut dalam pikiran masing-masing dan kini waktu telah berganti. Sinar matahari mulai meninggi, sebuah ketukan pintu membuat lamunan Binar sadar.
"Nyonya," sapa seorang Art. "Sarapannya sudah siap?"
Binar mengerutkan keningnya, lalu menoleh ke arah dinding. Waktu menunjuk pukul 07.30, ternyata sudah pagi, karena hanyut dalam pikirannya. Dia tidak menyadari kalau malam telah tergantikan waktu pagi.
"Iya, aku nanti turun."
"Nyonya," seorang Art lainnya pun datang, terlihat dia terburu-buru menghampirinya. "Di ruang tamu ada Nyonya dan Tuan."
"Apa Adam yang menghubungi mereka?"
"Yuni, kau jaga Abra. Aku akan menemui mereka," ucap Binar. Ia harus kuat, ia harus lemah. Hatinya masih sakit, tapi demi putranya ia akan melakukan apa saja, termasuk menguatkan diri yang saat ini dirinya berada di titik terendah.
Binar melangkah dengan cepat, dia pun sampai di ruang tamu dan menyalami kedua mertuanya dengan sopan. Sejenak dia melihat Adam yang menunduk, tangannya mengepal seperti menahan amarah.
"Karena Binar sudah datang, aku ingin menanyakan sesuatu pada Mama dan Papa?" Adam mengangkat wajahnya, memaksakan hatinya yang begitu sakit menatap orang yang membuatnya terluka. "Apa perpisahan ku dengan Ayu ada hubungan dengan Mama dan Papa?" tanya Adam.
Papa Ardey dan Mama Mahira saling adu pandang. Mereka sama-sama terdiam memikirkan sesuatu.
"Kenapa kau menanyakan itu? Ayu meninggalkan mu kan? jadi apa hubungannya dengan kami?" tanya Mama Mahira setenang mungkin.
"Ayu datang kesini dan membawa seorang anak, dia mirip dengan ku."
Mama Mahira dan Papa Ardey terkejut, mereka tidak menyangka kalau Ayu akan datang. Namun, mereka tidak percaya tentang adanya anak. Mereka masih mengingat kenangan pahit itu. Kenangan yang membuat mereka kehilangan putra pertama mereka.
"Aku akan melakukan test DNA," ucap Adam.
Papa Ardey meraih tangan istrinya, dia menguatkan istrinya yang sedang rapuh. Bertahun-tahun dia menyembunyikan selama ini.
"Kami memang terlibat, kami membenci Ayu," ucap Mama Mahira di iringi air mata yang langsung mengalir.
Deg
Adam semakin mengepalkan kedua tangannya. Ia menahan amarah di dadanya, ternyata orang yang dia cintai menghancurkannya. "Kenapa Mama melakukan ini?"
"Kau ingin tau? kau ingin mengungkit luka itu?" tanya Mama Mahira.
"Adam hentikan," ucap Papa Ardey yang tampak khawatir. Istrinya pernah mengalami depresi akibat kejadian pahit itu. Ia tidak ingin membuat istrinya sedih kembali, kejadian yang sudah terkubur sangat lama.
"Tidak Pa, aku butuh penjelasan." Adam tak ingin kalah, selama ini dia menyalahkan Ayu, wanita yang ia cintai. "Dan kalian memaksa ku menikahi Binar, yang jelas aku tidak mencintainya."
Binar meremas dressnya, jantungnya seakan berhenti berdetak. Jantungnya seakan di bakar hidup-hidup. Cukup sampai di sini, tidak akan ada tangisan lagi dan lagi.
"Adam!"
Papa Ardey berteriak, anaknya sangat keterlaluan sampai membentak ibunya sendiri.
"Cukup Mas, aku akan mengatakan." Cegah Mama Mahira sambil menggenggam erat lengan suaminya yang seakan ingin menghajar Adam.
"Kau memiliki seorang kakak,"
"Kakak?" tanya Adam. Selama ini tidak ada yang mengungkit kakak, jadi ia merasa sebagai anak tunggal dan anak satu-satunya.
"Iya, kau memiliki saudara, tapi dia sudah meninggal dan kau tahu siap yang membunuhnya, ayahnya Ayu, dia menculik kakak mu dan kejadian naas itu."
Mama Mahira memejamkan kedua matanya, ia tidak bisa melanjutkan perkataannya lagi. Dia tidak kuat mengingat kejadian anaknya yang tertabrak di depannya.
"Kecelakaan itu yang membuat kami kehilangan kakak mu, seandainya bukan karena ayah dari kekasih mu itu, kami tidak akan kehilangan anak pertama kami."
Binar tak bisa mengatakan apa pun, dia juga merasa tertekan di tambah kenyataan ini. Ia merasa kasihan pada kedua mertuanya. Ternyata kehidupan mereka sepahit ini, mencoba tetap tersenyum walau di masa lalu rasa pahit itu akan tetap ada.
"Ma, Pa, Mas Adam, Binar juga ingin mengatakan sesuatu." Meskipun bukan waktu yang tepat, tapi ia tidak ingin menundanya lagi.
Ketiga orang itu menoleh pada Binar yang tersenyum.
"Aku ingin bercerai dengan Mas Adam."
"Apa?!"
Mama Mahira sangat syok, dia langsung pingsan di sofa itu dan membuat semua orang panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Siti solikah
bagus binar
2025-04-17
0
Maria lace W
adam slompret, kekasih lama jebol keluar anak, eh ama istri gak dicintai yooo keluar anak tp tetep bilang gak cinta, wong lanang saiki, ati2 para calon mertua hati2 anak wedhok
2024-02-26
1
Elok Pratiwi
cerita gak jelas konsep nya
2024-02-06
0