Happy Reading
Matahari semakin beranjak naik, rapat baru saja selesai dengan sedikit argumen dari para pemenang pemegang saham. Mereka mendesak akan mencabut saham mereka karena kondisi perusahaan yang masih belum stabil.
Untung saja aku menawarkan kerja sama yang luar biasa agar mereka tetap mau menanamkan saham di perusahaan ini.
"Zivanna, mau makan siang bareng?" Stefano datang ke ruangan ku dengan senyuman di bibirnya.
Entah kenapa pria itu sangat suka tersenyum kepadaku, tapi aku senang kalau Fano mau bisa memperlihatkan senyumnya padaku.
"Ayo, aku juga sudah lapar, rapat tadi benar-benar menguras otak dan tenagaku," Jawabku tertawa.
Fano menatapku sangat intens, netranya menatap wajahku tanpa berkedip.
"Hei, ada apa? Kenapa melihatku terus?"
"Tidak apa-apa, aku hanya senang melihat mu tertawa seperti tadi, sepertinya akhir-akhir ini kamu mulai jarang tersenyum lebar seperti itu," Jawab Stefano membuatku mengerutkan dahi.
Ya aku sekarang menjadi sedikit muram setelah Zicko sangat jarang membalas pesanku.
Rasanya sisi hatiku ada yang menusuk, seperti sebuah pisau yang menggores, tapi aku harus tetap berfikir positif, mungkin Zicko sangat sibuk sehingga tidak membuka pesan yang ku kirim.
"Apa kamu selalu memperhatikan ku Fano?" Tanya ku pada pria di depanku ini.
Fano nampak tersenyum lebar.
"Apa kamu merasa aku perhatikan Zi?"
Fano malah balik bertanya. Aku hanya mengangkat kedua bahuku tanda tidak tahu.
"Aku memang selalu memperhatikan mu, tapi aku tidak bermaksud apapun, sudahlah ayo kita makan di restoran favorit ku, nanti aku traktir," Ucap Stefano.
Aku hanya mengikuti langkahnya dari belakang. Tapi Stefano berhenti dan mengambil tanganku untuk berjalan sejajar dengannya.
Jemarinya dia selipkan di sela jariku, kami berjalan bersama beriringan, sampai masuk lift dan keluar dari lift Stefano masih menggenggam tanganku.
Banyak pasang mata yang melihat kami dengan tatapan iri, eh kenapa aku merasa kita seperti pasangan kekasih?
Lihatlah para karyawan wanita itu, mereka menatap seakan idola mereka sedang berjalan bersama saingan berat mereka.
Aku hanya tertawa di dalam hati, dasar para wanita aneh, mengidolakan seorang pria yang sama sekali tidak ramah padamu.
Untung saja Fano sangat baik padaku, bukan hanya baik tapi Fano juga sangat perhatian
Sangat berbeda sekali dari kesan dingin, kalau menurutku sih pria itu sangat hangat dan pengertian padaku.
Eh, kenapa tiba-tiba aku memuji dia, aku pun melihat tangannya masih menggenggam tanganku erat, ku lirik dia, masih bersikap biasa dengan wajah berseri-seri.
"Fan, kita mau makan kemana?" Aku pun bertanya padanya berharap dia sadar masih menggenggam tanganku.
Fano menoleh dan tersenyum.
"Sudah ku katakan bukan, kita ke restoran favorit ku," Jawabnya.
"Bisa di lepaskan sebentar," Fano seperti terkejut.
Tapi kemudian melepaskan tanganku dari genggamannya.
"Maaf Zizi, aku tidak bermaksud," Ucapnya sedikit salah tingkah.
Lucu sekali ekspresinya ketika itu, bisa ku lihat wajahnya bersemu, ya Tuhan seperti remaja yang sedang jatuh cinta saja.
Eh jatuh cinta? Jangan bilang ya kalau seorang Stefano jatuh cinta padaku?
"Masuklah Zi," Aku terpaku saat dia sudah membuka pintu mobil untukku.
"Terima kasih," Hanya itu jawaban ku dan bisa ku lihat dia tersenyum kembali.
Sebenarnya dia memang sangat tampan. Eh apa yang barusan ku pikirkan.
Akhirnya mobil Fano pergi dari area kantor untuk pergi ke restoran favorit Stefano.
Aku duduk di sampingnya dan mulai mengecek ponselku kembali. Masih belum ada balasan dari Zicko.
Sayang, sebenarnya kamu kemana sih? Kenapa belum membuka pesan dariku?
Ya Tuhan mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengannya? Apa iya aku harus bertanya pada Mommy tentang keadaan Zicko?
Tapi aku merasa sangat malu.
"Zivanna, bolehkah aku bertanya?" Aku menoleh menatap pria di sampingku ini.
"Silahkan, mau bertanya apa?"
Terlihat Fano mengambil nafas dalam-dalam sebelum dia bertanya.
Seperti apa pria yang kamu sukai? Maksudku kekasihmu?"
Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu.
Aku begitu terkejut saat Fano bertanya tentang sosok pria yang aku cintai.
Seketika langsung teringat pada Zicko, sosok yang bisa meluluhkan hatiku hanyalah adik angkat ku sendiri.
Aku juga tidak tahu kenapa, bahkan usianya jauh di bawahku, tapi tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar dariku.
"Ehmmm, yang pasti dia baik, tulus dan perhatian sama aku, mau menerimaku apa adanya dengan segala kekurangan memangnya kenapa Fan?"
"Tidak, tidak apa-apa, aku hanya bertanya," Jawab Stefano memalingkan wajahnya ketika aku menatapnya intens.
Aku tidak mengerti apa yang sedang di pikirkan oleh pria ini, tapi akhir-akhir ini Stefano seperti menunjukkan perhatian lebih kepadaku.
Seakan pria ini memiliki ketertarikan tersendiri dengan diriku, tapi aku juga tidak terlalu berani menyimpulkan bagaimana perasaannya padaku meskipun aku merasakannya.
Kulihat wajahnya dari arah depan, pria ini memang sangat tampan, garis wajahnya tegas dan sempurna, kalau menurutku wajahnya termasuk dalam kategori pria pefect.
Tapi bagiku hanya Zicko yang tidak tertandingi. Meskipun masih sangat muda tapi sifatnya sudah seperti pria dewasa seusiaku.
"Fano, apa aku juga boleh bertanya?" Aku pun mulai bertanya padanya.
Stefano menatap ke arahku sambil mengangkat kedua alisnya.
"Mau bertanya apa Zi?"
"Apa kamu mempunyai seorang kekasih?" Tanyaku.
Dia langsung menggeleng mantap.
"Lalu seperti apa wanita yang kamu suka?" Tanyaku lagi.
Pria di depanku ini tampak- menghirup nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan ku.
"Aku tidak mempunyai kriteria khusus untuk seorang wanita tapi sepertinya aku menyukai wanita yang seperti dirimu Zizi," Aku terkejut mendengar jawaban Fano.
Benarkan kalau dia menyukaiku? Eh tunggu dulu, tadi dia mengatakan bahwa menyukai wanita sepertiku, itu berarti belum tentu aku kan?
"Kenapa Zi? Apa ada sesuatu?" Tanya Fano padaku.
"Tidak apa-apa," Aku memang tidak kenapa-kenapa tapi entah rasanya tiba-tiba jantungku berdegup kencang saat ini.
Ya Tuhan, aku tidak boleh memikirkan hal ini, ada hati Zicko yang harus ku jaga, sepertinya aku membutuhkan udara segar saat ini.
Bersama Stefano yang tiba-tiba wajahnya terlihat begitu tampan itu membuat ku sangat gerah.
###
Tiga bulan Sebelum kepulangan.
Hari demi hari ku lalui, bulan demi bulan sudah ku lewati, Zicko semakin ke sini dia seperti tidak pernah ada kabar lagi alias sangat jarang berkomunikasi.
Sudah sekitar sembilan bulan aku di Australia, sejak beberapa bulan belakangan ini Zicko semakin jarang memberi kabar lagi.
Terkadang ponselnya tidak aktif, dalam sebulan yang lalu bahkan hanya beberapa kali dia membalas pesanku meski masih dengan kata-kata mesra dan romantis saat dia membalasnya.
Aku harap tidak terjadi apa-apa di sana, Zicko masih dengan kata-kata manis dan selalu mengatakan kalau dia sangat merindukanku setiap membalas pesanku tapi ya itu kadang beberapa hari sekali baru dia balas.
Alasannya sibuk dengan kuliahnya, yah aku rasa juga begitu, dia harus lebih konsentrasi untuk kuliahnya karena dia pewaris satu-satunya keluarga Ferguson.
Aku juga termasuk tapi pasti Zicko yang akan menggantikan Daddy menjadi pemimpin perusahaan.
Malam ini aku mencoba untuk menghubunginya, berharap nomernya aktif dan ia mau mengangkat telepon dariku.
Saat ini di Australia pukul 9 malam itu artinya di USA pukul 11 siang, dengan harap-harap cemas ku coba mencari kontaknya.
Ah jantung ku saja masih bergetar hanya dengan memandang nomer teleponnya. Ku arahkan jariku untuk menyentuh nada panggil, mudah-mudahan kali ini nomornya aktif, doaku.
Tuutt... Tuutt...
Tersambung, ya Tuhan jantung ini semakin bertalu kencang, terakhir kali aku menghubunginya itu tiga hari yang lalu nomernya tidak aktif.
Tapi kali ini tersambung, Mudah-mudahan dia mau mengangkat telepon ku.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Octavia Muliani
🌹🌹🌹🌹🌹
2022-08-26
1
Naviah
semangat thor💪
sepertinya ada yang disembunyikan dari Zico
2022-08-25
1
Entin Fatkurina
next next author
2022-08-25
1