Nuna sudah membersihkan dirinya. Memakai pakaian bagus, dan sangat wangi. Dia turun ke bawah, ke ruang makan yang selalu seli, hanya ada dirinya saja.
Banyak makanan enak di hadapannya, tapi dia tidak berselera sama sekali.
"Ayo Nona, dimakan."
"Tidak, aku sudah kenyang."
Dia kembali ke kamarnya, tidak makan satu sendok pun.
Nuna membaringkan tubuhnya ke kasur, memeluk boneka kelinci kesayangannya yang berwarna putih bersih, hingga tanpa sadar dia tertidur.
Pagi harinya, Nuna terbangun. Badannya terasa pegal-pegal, karena kejadian kemarin sore.
"Nona, apa Anda sudah bangun?"
Pintu kamarnya terbuka. Bik Sinta masuk dan melihat nona kecilnya itu masih tidur-tiduran di kasur.
"Ayo bersiap-siap Nona, Anda harus ke sekolah."
"Aku tidak mau ke sekolah." Bik Sinta menghela nafas berat. Setiap hari, Nuna memang selalu malas pergi ke sekolah.
"Kenapa tidak mau, kan enak di sekolah, ada banyak teman. Bisa belajar dan bermain bersama."
"Enggak. Aku enggak punya teman di sana, atau di mana pun." Wajah gadis kecil itu mendadak sedih.
Dia memang tidak punya teman. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Semua anak menatap galak padanya, juga ada pandangan jijik dari mereka, terutama para ibu dari anak-anak itu.
Nuna lebih banyak bolos nya, daripada sekolah. Dia akan mencari banyak alasan untuk tidak datang ke sana. Seperti pura-pura sakit, bangun kesiangan, atau hal lainya.
Dan sebenarnya, tidak ada yang peduli.
"Lagi pula, aku lagi sakit."
Bik Sinta memegang kening Nuna, yang memang terasa hangat.
"Ya sudah, Non istirahat saja, biar bibi buatkan sarapan."
Setelah pintu tertutup, Nuna melonjak gembira, tapi kemudian berhenti, mengehls nafas berat, seolah ada beban besar yang menghimpit di diri bocah sekecil itu.
Dia kemudian mengeluarkan kotak harta karunnya, yang hanya berisi beberapa dolar dan sampah bekas makanan dan minuman kemarin sore. Sampah itu sudah dicuci bersih, dan dikeringkan.
Bukan barang mewah yang menjadi harta karunnya.
🍃🍃🍃
Waktu berlalu, setiap hari Nuna akan pergi ke taman itu. Berdiri tersembunyi di balik pohon besar, tapi yang ditunggu tidak pernah datang. Dia hanya melihat kumpulan anak lainnya yang asik bermain, para orang tua yang mengawasi mereka dan saling berbincang.
Hingga menjelang malam, akhirnya Nuna baru pulang. Kembali ke rumah yang selalu sepi, yang hanya ada para pelayan juga penjaga.
Tidak ada kakek nenek
Tidak ada orang tua
Tidak ada saudara
Sepi
Dia kesepian
Dia ingin seperti yang lain
Memiliki segalanya
Segalanya dalam pikiran Nuna yang masih bocah, adalah orang tua.
Tidak ada binar bahagia layaknya anak kecil seumuran dia. Di mana anak lainnya asik bermain dan disayang oleh kedua orang tua mereka, tapi tidak dengan Nuna.
Tidak ada foto keluarga
Setiap hari, kalau dia sekolah, hanya akan diantar jemput okeh supir saja. Lalu disambut oleh bi Sinta. Bi Sinta lebih seperti ibunya, juga ayahnya.
Nuna selalu mengerjakan semuanya sendiri. Dia membuka buku pelajarannya. Ada tugas menggambar, tapi dia tidak menggambar. Ada tugas mewarnai, tapi dia tidak mewarnai.
Nuna memang tidak pernah mengerjakan tugas-tugasnya. Bukan karena dia bodoh, tapi memang dia tidak mau.
Pernah suatu hari, dia diminta maju untuk bernyanyi. Tapi gadis kecil itu diam saja di bangkunya, dan mendengar suara tawa mengejek dari teman-temannya. Meskipun begitu, dia tetap diam, tidak bersuara sedikit pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments