Pacar 99% Bab 11
Oleh Sept September
POV Tata
Dimas? Dia juga ada di sini? Itu Dimas kan? Aku gak mungkin salah lihat. Ya, meskipun dia tampak berubah. Rambutnya yang selalu tersisir rapi, kulihat sekarang sedikit acak, dengan bagian samping dan bawah dipotong cepak seperti pemain bola asal Argentina. Tapi itu Dimas, aku yakin. Gesture tubuhnya tidak pernah berubah. Walau aku akui, benar kata Tafli. Dia keren.
Ku telan ludahku sendiri, kemudian pura-pura melakukan apa saja. Asal Dinas tidak menyadari kalau aku sedang memperhatikannya.
Jebret ...
Tafli berkali-kali mengambil foto Dimas tanpa ijin. Temenku ini memang kurang kerjaan, bahagia bisa dia mengambil gambar orang tidak dikenal tanpa ijin. Mungkin Tafli hanya iseng, sembari cuci mata dia terus saja membidik Dimas dari belakang dan samping.
"Udah, Taf. Nanti ketahuan." Aku menegur Tafli, berharap dia menghentikan aksinya.
"Gak apa-apa, Ta. Sekalian kenalan ... bagus kan. Niatnya camping tapi malah dapat kenalan cowok cakep."
Mungkin suara Tafli terdengar berisik, hingga Dimas yang tadi sibuk dengan kameranya, tiba-tiba menoleh pada kami. Aku lantas membalikkan badan. Takut sampai Dimas tahu aku ada di sini.
Pelan-pelan aku berjalan meninggalkan tempatku semula. Entah apes, atau apa. Si Tafli malah memanggil namaku cukup kencang sampai menggema.
"TATA TUNGGU!" teriak Tafli.
Mati aku, temenku ini memang ember. Tidak mengerti sama sekali posisiku. Aku yang sedang mencoba melarikan diri malah dipanggil dengan keras. Sampai beberapa anak menoleh padaku.
"Tunggu, Ta!"
Tap tap tap
Tafli menyusulku, kemudian memperlihatkan hasil jepretanya.
"Lihat ... bagus, nggak?"
Belum juga aku lihat, sebuah tangan putih bersih dengan arlogi sporty mendadak mengambil ponsel milik Tafli.
"Apa yang sudah kalian lakukan?" tanya pria yang fotonya diambil diam-diam.
"Em ... itu. Maaf," ucap Tafli tidak enak. Aksi isengnya ternyata membuat orang lain tidak suka. Eh, orang lain? Bukannya ini Dimas. Tapi apa ini? Dia bahkan tidak menatapku, apa dia lupa denganku? Apa Dimas sedang bersandiwara seolah dia tidak kenal denganku.
Apa cowok ini sedang balas dendam? Ya, dia bersikap cuek, dingin, seperti apa yang aku lakukan dulu padanya.
"Lain kali jangan mengambil gambar tanpa ijin!" cetus pria yang aku yakin adalah Dimas. Meskipun dia seperti orang asing.
Dia kemudian menghapus semua gambar yang diambil Tafli, kemudian berbalik pergi meninggalkan kami.
Aku diam saja menatap kepergian pria itu, dan telingaku geli saat Tafli terus saja memuji betapa coolnya cowok barusan. Jujur, aku jadi tambah ragu. Itu Dimas bukan? Tapi kenapa dia tidak menyapaku? Apa wajahku berubah? Aku rasa tidak. Entahlah, kenapa aku malah memikirkan cowok tidak jelas itu.
***
Tenda sudah siap, kami pun beristirahat sejenak. Aku rebahan dengan bantal ransel, sedangkan yang lain, ada yang sibuk dandan, ada yang menyiapkan makan.
"Ta ... kalau cuma mau tiduran, gak usah jauh-jauh ke gunung," celetuk temenku.
Langsung kulempar dengan botol plastic yang telah kosong.
"Cerewet!" seruku kemudian duduk sambil membatu teman yang lain.
Hingga akhirnya langit kembali gelap, matahari jingga yang tadi bersinar di ujung barat, kini berganti dengan rembulan malam yang bulat sempurna.
"Ta ... ke sana yuk. Anak-anak pada main musik. Asik kayaknya."
Aku yang tadi sibuk melamun, akhirnya terpaksa ikut karena mereka menarik tanganku paksa.
"Ya ampun ... itu cowok yang tadi, Ta!" bisik Tafli histeris.
"Yang mana?" tanya teman yang lain.
'"Itu ... yang bawa gitar hitam!"
"Oh itu, lumayan."
"Lumayan apa, dia mah cakep. Kaya oppa Korea. Kaya anggota boy band."
Uhuk uhuk uhuk
Aku terbatuk kemudian terkekeh ketika mendengar obrolan teman-temanku.
Hingga tanpa sengaja cowok yang mereka bicarakan kini menatap kami. Aku sempat tertegun, saat matanya menatapku lama. Ya, dia Dimas. Siallll, dia pura-pura tidak kenal. Asemmm! Aku merutuk tidak karuan.
Tafli malah menarik tanganku lagi, hingga kami duduk tidak jauh dari Dimas. Aku yakin dia Dimas, caranya menatapku persis seperti beberapa tahun yang lalu. Dan ketika aku sibuk berjibaku dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba pria yang aku yakini Dimas itu malah perform.
Tuh kan, suaranya mirip sekali dengan Dimas. Fix, dia pria ngeselin itu. Eh main pura-pura segala, mendadak aku jadi sebal. Hingga Dimas memainkan musik pun aku gak konsen.
"Ta ... Tata!" panggil Tafli.
"Apa sih!"
"Dia lihatin kamu terus," bisik Tafli.
Pelan-pelan aku mendongak menatap cowok yang sedang memainkan gitarnya itu di depan api unggun.
Saat aku melihat, dia malah membuang muka. Dasar, sepertinya dia masih punya dendam lama padaku.
"Suaranya bagus juga," sela teman yang duduk di sebelahku.
"B aja," celetukku sinis.
Aku yang mendadak kesal pada Dimas, memilih beranjak.
"Eh, ke mana Ta?"
"Ambil autann!" jawabku asal. Padahal aku hanya ingin ke tenda lagi. Sikap Dimas yang terang-terangan seperti tidak mengenaliku, cukup membuatku langsung bad mood.
Bukannya mengambil obat anti nyamuk, aku malah rebahan di dalam tenda.
"Ta!"
Aku kaget, tiba-tiba ada yang memanggil, aku bahkan bisa melihat dengan jelas sosok bayangan yang tergambar di tenda.
"Boleh aku masuk?"
Aku panik ketika resleting tenda dibuka dari luar.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Zamie Assyakur
selalu tawa klo bca novel mu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-05-26
3
Khasanah Mar Atun
asemm memang...mulai terusik ya ta? kamu sih g dengerin kt hatimu sendiri. gengsi terooosss
2023-01-24
0
evi
Asemmm Iki Lak kata2 andalane MK sept....🤭🤭🤭
2022-11-07
2