Hendra Sastradijaya.
Seorang Founder & CEO dari IM TECH (dibaca ai em tek). Perusahaan yang bergerak dibidang keamanan sistem teknologi digital, yang dibangun dengan jerih payahnya sendiri.
Waktu menunjukan pukul 9 pagi.
"Cek pesanan bunga mawar putih sekarang" titahnya melalui intercom pada sekertarisnya.
Setengah jam kemudian
tok
tok
Suara pintu diketuk.
"Masuk" perintah Hendra. Pintu pun terbuka, dan munculah seorang wanita dengan stelan blazer cream dan heels 5cm yang mana adalah sekertaris Hendra.
"Permisi pak. Pesanan bunga sudah datang" ucap sang sekertaris.
"Mmm ya. Taruh di meja" titah Hendra tanpa menengadahkan kepalanya. Dia terus berkutat dengan angka angka pada layar i pad- nya.
Tak terasa waktu berlalu. Hendra selalu mendahulukan rasa penasarannya kala terpikir akan sesuatu yang menyangkut dengan pemrograman.
"Ah sialan. Aku terlambat" Hendra segera menyambar jas hitam yang tersampir di sandaran kursi kerjanya. Lalu menyambar bunga cantik yang sudah menunggu sedari pagi.
Hendra mengenakan stelan terbaiknya dengan penampilan terbaiknya. Karena hari ini adalah hari yang spesial bagi wanita spesial di sepanjang hidupnya.
"Beno, mampir dulu di toko bunga langganan. Bunga ini sudah agak layu"
"Baik, bos"
Layu apanya? orang masih seger gitu. lanjut Beno sang asisten dalam hati.
Beno pun melajukan mobilnya perlahan karena jarak dari kantor ke toko bunga langganannya cukup dekat.
"Bos. Tutup bos"
"Kenapa tutup? ck.. ya sudah kita langsung saja"
Beno melajukan mobil Aston Martin DB11 berwarna putih itu ke area pemakaman umum dengan kecepatan sedang.
Mobil mewah seharga 7,7M itu sengaja ia pakai untuk mengunjungi sang istri tercinta. Karena sang istri sangat mendamba mobil itu.
Tiba di area pemakaman, suasana tampak ramai dikarenakan ada jenazah yang sedang dimakamkan.
Hendra tak masalah dengan hal itu. Dia hanya fokus pada tujuannya.
Untunglah jenazah yang baru dimakamkan itu posisinya agak sedikit kebelakang makam istrinya. Jadi dia tak perlu melewati kerumunan.
"Hai Leona. Apa kabarmu? Maaf, aku terlambat lagi. Hhhh.... aku masih belum bisa memprioritaskanmu. Apa itu sebabnya kamu meninggalkanku?" setetes air lolos dari matanya. Diiringi tetesan air dari langit yang turun sedikit demi sedikit.
Beno berlari kearahnya untuk menyerahkan payung. Dia tahu dia tidak boleh berada didekatnya. Namun apa daya air hujan yang turun tanpa kompromi. Beno kembali menjauh saat Hendra sudah menerima payungnya dan membukanya.
"Apa kau tahu? Anak kita sudah beranjak dewasa. Dia baru saja masuk SMA yang sesuai dengan yang diinginkannya. Persis sepertimu. Dia anak yang gigih. Tapi sayangnya, dia tak tertarik bidang IT. Lalu siapa yang akan melanjutkan perjuanganku? Perjuangan kita. Maaf jika aku belum bisa menyusulmu. Buah cinta kita masih membutuhkanku. Aku.. aku masih membutuhkanmu. Mengapa kau tak tinggal lebih lama lagi?" Hendra menunduk. Meluapkan keluh kesahnya dalam tangisan. Untunglah dia memakai kaca mata hitam. Jadi tak perlu kuatir dilihat orang orang yang mulai pergi melewatinya meninggalkan pusara para kerabat mereka.
Hendra tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Jika saja langit bertahan dengan terangnya, pastilah Hendra akan berlama lama bercengkerama dengan pusara istrinya. Istri yang menemaninya di masa sulitnya. Namun tak bisa menikmati masa senangnya bersama. Jika saja tak ada sang anak, mungkin Hendra sudah pergi menyusulnya.
Hendra beranjak dan kembali ke mobilnya.
"Apa yang kau lakukan Ben?" Hendra melihat Beno tengah memperhatikan orang yang kesulitan menyalakan motornya.
"Bos, apa kita perlu- ah ternyata sudah bisa" Beno tak jadi meminta ijin sang bos untuk menawarkan bantuan pada sepasang pria dan wanita yang kesulitan dengan motor mereka, namun ia urungkan karena sang wanita ternyata berhasil menyalakannya.
"Halo, Retha. Kamu dimana sayang? kenapa gak nemuin ibu kamu?"
"........….."
"Kenapa gak bilang? kan bisa papa jemput"
".........."
"Ya sudah. Langsung pulang ya. Jangan keluyuran dulu"
"......."
Hendra terlihat sedikit kesal setelah menutup sambungan telpon nya.
"Apa aku cerewet?" tanya nya pada Beno.
"Apa? aaa... eeee... hehe..."
"Bilang aja iya. Kita langsung pulang saja. Sebentar lagi Retha pulang. Aku belum masak"
"Apa kita perlu ke super market, bos?"
"Tidak perlu. Semua bahan sudah aku siapkan"
"Baik bos"
Sudah menjadi tradisi di keluarga kecil Hendra jika setiap tahunnya setelah mengunjungi makam Leona, Hendra akan memasak makanan kesukaan istrinya yaitu sop iga sapi untuk disantap bersama.
Hendra memasuki apartemennya dengan sedikit tergesa.
"Apa sudah disiapkan?" tanya Hendra pada asisten rumah tangga yang biasa dia panggil.
"Bahan bahan sudah saya siapkan, tuan. Tapi bunganya belum dateng"
"Apa? sudah di hubungi?"
"Sudah, tuan. Tapi tidak ada yang angkat telpon nya tuan"
"Ya sudah. Bibi boleh pulang. Sisanya biar saya yang kerjakan"
"Loh, nanti beres beresnya gimana tuan?"
"Biar saya sama Retha aja. Mumpung lagi ada waktu luang"
"Baik, tuan. Kalau begitu saya permisi pulang"
Hendra segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia tak aneh dengan memasak. Selama hidupnya dalam perjuangan menuju kesuksesan selalu penuh dengan kesulitan. Memasak adalah salah satu kebiasaannya sedari dulu.
Yang tidak bisa dia lakukan hanya satu. Yaitu memasak mi instant.
Waktu berlalu. Hari mulai gelap. Namun anak semata wayangnya tak kunjung pulang.
Hendra masih belum bisa menghubunginya karena sepertinya ponsel sang anak kehabisan daya.
ting
tong
"Akhirnya pulang juga. Kenapa pencet-"
Hendra terkejut karena yang datang bukanlah sang anak. Melainkan kurir yang mengantarkan pesanannya dalam keadaan basah kuyup.
"Permisi, tuan- hatchii... maaf... maaf saya terlambat..hatchii... pesanannya.. hatchii..."
Sang kurir tampak kedinginan. Hendra tak tega melihatnya. Dia pun memaksanya untuk masuk karena sang kurir menolak tegas niat baiknya.
"Terima kasih tuan. Maaf, jadi merepotkan"
Hendra membuatkannya teh panas dengan sedikit camilan.
"Apa yang terjadi? tak biasanya pesanan saya terlambat"
"Ah, itu.. ada sesuatu yang harus disegerakan. Karena sudah janji, kami tetap mengirimkan pesanan tuan meski terlambat. Maafkan atas keterlambatannya"
"Ya sudah. Yang ditunggu juga belum datang. Kamu belum makan kan? Temani saya makan"
"Tidak usah, tuan. Saya harus kembali lagi."
"Kembalilah setelah perutmu terisi. Perusahaan tak menjamin kesehatanmu kan?"
"Ehe.. tapi-"
Hendra tak mau dibantah. Dia segera mendorong sang kurir ke ruang makan.
"Bunga nya di taruh dimana, tuan? Biar saya tata dulu"
"Ah iya. Itu di vas itu. Lalu taruh di atas meja makan"
Hendra memperhatikan sang kurir merangkai bunga pesanannya. Dia tak percaya seorang laki laki mau berurusan dengan bunga.
"Apa setiap pesanan saya kamu yang rangkai?"
"Bukan tuan. Semua pesanan anda bos saya yang rangkai"
"Apa kamu masih sekolah?"
"Tahun ini saya lulus, tuan. Sup nya enak. Istri anda pintar memasak"
Hendra terdiam mendengar pujiannya.
"Masakan istri saya lebih enak dari masakanku ini"
"Wah, tuan hebat ya. Sayang istri. Saya jadi ingin belajar masak juga biar bisa masakin buat mama saya. Oiya, istrinya sedang keluar ya?"
"Istri saya... sudah meninggal"
MASIH SELOW BIAR KENAL
TINGGALKAN JEJAAAAK😆👍🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Agra...
2024-03-06
0
Anonymous
kurir nya si arga y...
2022-10-07
1
mar
yok lanjut yok
2022-09-02
0