Saling menatap di
riak air
Itulah cara kami
berkomunikasi
Terhubung oleh
hujan ini,
Hey, katakan
padaku apakah saat ini aku terlihat bahagia?
Kumohon tetaplah
jadi sahabatku,
Sampai malam
terakhirku tiba, kuharap kaulah yang menemaniku.
Dibawah langit
yang sama,
Dibawah bintang
yang sama,
Mengapa kita tak
bisa kembali seperti dulu,
Haruskah kita
terus seperti ini?
Hey, katakan padaku
apakah saat ini kau merasa bahagia?
Jika jalan ini
adalah apa yang kau inginkan maka aku akan menerimanya,
Bencilah aku,
pukullah aku dan lupakanlah aku
Aku takkan dendam
padaku sampai nafas terakhirku, kaulah satu – satunya orang yang
menyelamatkanku, memberiku alasan untuk hidup, mewarnai kehidupanku dan
memberikan makna pada sisa nafasku ini.
Di tengah hujan
lebat, Rui terus mengeluarkan seluruh isi hatinya yang sudah lama terpendam
kepada Jay, ia tak pernah menyangka persahabatan yang ia miliki satu –satunya untuk
alasan terus bernafas bisa berubah menjadi musuh tanpa sepengetahuannya.
Jay hanya terdiam
tak ada satupun perkataan Rui yang dibalasnya, hanya saling bertatapan dari
genangan air. Hilangnya sosok Ketua membuat batasan diantara mereka tercipta
kembali.
“kenapa hal ini
bisa terjadi, tolong katakan padaku!” Rui terus menekan Jay
Terlihat Jay
semakin mengepalkan tangannya dan menahan amarahnya sejak awal namun Rui terus
menekannya sampai ia mengatakan alasan apa yang terjadi sampai membuatnya
memusuhi Rui.
Air hujan yang
menetes ditangan Jay tiba – tiba berubah menjadi berwarna merah.
Genangan air
mulai berubah menjadi merah karna Jay dan membuatku terdiam sesaat.
“adikku....” Jay
mulai berbicara
“ia memiliki
penyakit jantung yang membuatnya tak bisa meninggalkan ruang perawatannya.”
“setiap hari
menjalani tes dan juga pemeriksaan yang begitu menyakitkan, namun ia tak pernah
mengeluh saat dihadapanku.”
“hari – harinya hanya
ditemani sebuah TV. Ia melihat seorang pemain bola yang bisa bergerak dan
bermain dengan bebas tanpa ada batasan, saat ia melihat mereka adikku selalu
tersenyum.”
“sambil memegang
dadanya, ia bertanya padaku....”
’apakah adik akan
bisa bermain bola seperti mereka kak?’
“kau tau apa yang
kujawab?”
Jay melepaskan
kepalan tangannya yang berlumuran darah,
“aku menjawab,
Tentu saja kau akan sembuh lalu biarkan kakak yang mengajarimu bermain bola.”
Saat kupikirkan
itu adalah kebohongan yang sangat jelas sekali, para dokter sampai saat ini tak
bisa mengindentifikasi penyakit pada adikku, kemungkinan ia selamat saat itu
hampir mendekati 0%. Itulah yang dikatakan dokter padaku.
Tentu saja aku
tidak memberitaukan hal itu pada adikku,
Saat aku
menyarankan menjadi pelatih sepak bola adikku ia pun tertawa,
“kakak tidak
pernah main bola mana bisa melatih adik.”
“oh kau menantang
kakak ya? Baiklah tunggu saja! suatu saat aku akan membawa piala besar dan
membuktikannya padamu!”
“haha, teruslah
bermimpi kak.”
“itu bukanlah
mimpi! Aku pasti bisa!”
Kami pun tertawa
bersama,
“Hey....”
“iya kak?”
“mau kah kamu
berjanji?”
“hmm?”
“jika kakak
membawa piala besar untukmu, kau harus berjanji untuk sembuh.”
Dengan senyum
lebar gadis kecil itu menjawab “iya! Aku berjanji.”
Karena itu aku
terus berlatih, berlatih dan berlatih dan bersiap mengikuti lomba apapun yang
ada dan memenangkannya. Hari – hariku selalu dipenuhi oleh latihan dan selalu
berubah menjadi sebuah cerita saat bersama dengannya.
Suatu hari saat
aku pulang dari latihanku, diperjalanan ku bertemu sekumpulan orang tertawa
bersama sambil mengangkat sebuah Piala dari lomba sepak bola, orang – orang disekitarku
membicarakan tentang mereka, Sebuah ekskul kecil ditingkatan SMP namun selalu
meraih juara dalam setiap perlombaan yang diikutinya.
Dalam hati aku
bergitu gembira, akhirnya! Akhirnya aku menemukan titik tujuanku. Saat itulah
aku bertemu denganmu. Sejak adanya dirimu aku bisa berlatih dengan lebih
menyenangkan, kau adalah sahabat pertamaku, namun aku harus terus fokus dengan
tujuanku.
Hingga sampai
akhirnya aku memasuki Ekskul itu,namun seluruh posisi dan segala kemampuan yang
kuinginkan semua ada padamu, saat itu kupikir karena aku kurang latihan dan itu
adalah kesalahanku. Tapi kenapa, Kenapa!
Saat perlombaan
pertama kita, kau tidak muncul. Padahal aku sudah berlatih sangat keras demi
hari itu, namun karena pemain kita kurang kami langsung tersingkir dari
perlombaan itu. sebelum aku berangkat aku sudah berjanji pada adikku kalau aku
akan kembali dengan membawa Piala.
Namun karena
dirimu aku kembali dengan tangan kosong.
Aku hanya bisa
berdiam diri didepan pintu ruangan adikku berada, aku tak bisa menatap wajahnya
aku tak tau harus berkata apa padanya. Saat ku berbalik meninggalkan pintu itu
ada dokter dan juga perawat yang berlari kearah sebaliknya.
Benar,
Arah itu adalah
arah ruangan adikku berada.
Saat kusadari,
aku melihat adikku dibawa keruang operasi dengan cepat melewatiku. Dalam waktu beberapa detik saat mata kami
bertemu, adikku dengan kondisi yang sudah sangat lemah ia menggerakkan
tangannya dengan lambat kearahku sambil tersenyum.
Lebih tepatnya ia
melambaikan tangannya padaku dengan lemah mungkin ia mencoba menyapaku.
1 jam berlalu, dokter
keluar dari ruang operasi dan mengatakan.
“Maaf.”
Seakan waktu
telah berhenti, sepertinya adikku juga mengetahui keadaannya lambaian tangan
itu bukan sebuah sapaan.
Melainkan ucapan
selamat tinggal untukku.
Pada akhirnya aku
tak bisa menepati janji yang telah kubuat sendiri. Perasaan bersalah dan
menyesal selalu menghantui hidupku sejak saat itu.
Andai saja saat
itu kau datang, pasti kita akan menang dengan aku bisa menepati janjiku padanya
dan ia tidak akan pergi dariku.
“Semua ini adalah
salahmu!” Teriak Jay sambil menarik kerah baju Rui,
Setelah mendengar
cerita dari Jay, Rui hanya bisa berdiam diri dan memejamkan matanya.
“kenapa kau hanya
diam saja?! bukankah ini yang ingin kau ketahui! Lalu apa?! Apa yang bisa kau
perbuat!”
“.....maaf....”
Diantara suara
hujan yang memenuhi telinga ini, terdengar sebuah permintaan maaf kecil dari mulut
Rui,
Saat disadari
sebuah tetesan air jatuh ke tangan Jay, berbeda dengan air hujan yang dingin,
air ini terasa begitu hangat membuatku tersadar akan dinginnya tubuh dan juga
tingkahku ini. Ini bukanlah air hujan melainkan air mata dari Rui.
Melihatnya seperti
itu membuatku semakin kesal dan mencoba untuk memukul wajahnya dengan kekuatan
penuh.
“JANGAN TUNJUKKAN
EKSPRESI ITU PADAKU!” ku angkat tanganku dan hendak memukulnya
Namun.....
Hanya dalam satu
kedipan, sebuah pisau sudah mengarah ke leherku.
Aku yakin tak
mendengarkan apapun selain ucapan maaf dari Rui, tak ada langkah kaki ataupun
tanda – tanda kehadiran orang lain. Semua itu terjadi dalam sekali kedipan mata.
“Berhenti sebelum
kau kehilangan lehermu, Jay.” Kata Dion dengan tatapan tajam dan sinisnya.
“D-Dion?”
Apakah dia benar –
benar dion? Dari aura, pandangan mata, ia benar – benar terlihat sangat
menakutkan dan kejam berbeda dengan dion yang ku kenal yang begitu lembut, baik
dan penakut.
“Tanpa kau hajar,
orang itu akan mati tidak lama lagi.”
“M-Mati? Bagaimana
kau bisa mengatakan hal seperti itu Dion!”
“Aku ini bisa
melihat aura kematian seseorang.”
Dion langsung
memberikan pisaunya padaku,
“Yah, itu
terserah padamu jika kau tidak percaya tusuk saja dia dengan pisau itu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Rose Yura🌹
wawwwee
suka sukaaaaa
2020-07-12
0
Rozh
semangat author 💪🤗
bagus ceritanya😍
oh ya mampir juga di karya pertamaku ya🤗 saran positif nya aku tunggu 🤗
terimakasih
2020-07-11
1
Maira
Hello kak👋 aku suka cerita kk👍
Udah aku BL + rate 5 + favorite ya kak😄
Salam hangat dri "Semua Karena Paksaan"💙
Semangat kk💪
2020-07-11
0