Bab 8 Mengenang

Pa, Ma, kenapa kalian lakukan lagi?" Tanya Denan menatap kedua orang tuanya saling bergantian dengan nada kesal.

"Denan, Papa lakukan ini untuk kebaikan kamu juga. Kamu sudah dewasa, nak. Sudah saatnya kamu punya pendamping hidup," ujar Rama yang paham betul kalau Denan pasti akan menolak lagi rencananya.

"Kebaikan kata Papa, yang ada Papa ngekang Denan, Pa. Denan gak mau diatur," bantah Denan dengan tatapan kesal.

"Ya sudah, kalau kamu mampu mencari sendiri yang sesuai selera mu, ayo cari! Papa mau lihat, gadis seperti apa yang akan kamu dapatkan!" Tantang sang Papa.

"Aku pasti mendapatkan pilihanku, Pa. Tapi tolong jangan jodohkan aku lagi dengan siapa pun. Karena Papa tau sendirikan kalau Denan pasti akan menolaknya.

"Oke, Papa kasih waktu kamu selama dua minggu. Kalau kamu gak bisa mendapatkan gadis kerena ke aroganan mu itu, maka kamu harus mau dijodohkan dengan perempuan pilihan Papa."

"Oke, Denan akan lakukan," jawab Denan dengan lantang. Lalu meninggalkan Rama yang masih dipenuhi emosi atas aksi protesnya.

Denan adalah pemuda yang sangat tempramen, arogan, dan sangat dingin pada semua gadis. Itu memang terjadi dimulai dari kecelakaan yang menimpanya sepuluh tahun yang lalu. Dan itu adalah sifat asli dirinya sebelum mengenal Akia sahabatnya. sampai akhirnya Akia mampu mengubah sifatnya perlahan-lahan.

Denan merebahkan tubuhnya diranjang kamarnya sambil menatap langit-langit.

"Aku harus mencari gadis itu kemana? Bisa saja aku memilih sesuka hatiku walaupun sembarang.

Tapi tidak, aku harus mencari gadis yang mencintai ku dengan tulus bukan gadis-gadis yang hanya menyukai ku Karena kekayaan dan tampang ku saja," gumam Denan seorang diri.

Sesaat Ia teringat akan pekerjaan yang diberikannya pada Akia siang tadi. Denan mengambil posisi duduk dan merogoh kantong jasnya meraih si benda pipih dan menekan nomor ponsel Revan untuk memanggil.

(Hallo Bos) jawab Revan dari sebrang

"Bagaimana?apa gadis itu menyelesaikan tugasnya dengan baik?"

(Iya Bos, tidak perlu khawatirkan masalah itu).

"Oke, O ya pagi-pagi sekali kamu harus sudah disini."

(siap Bos).

Denan kembali merebahkan tubuhnya setelah memutus sambungan telponnya pada Revan.

Kembali pada Akia yang terlihat bingung menunggu angkutan umum di tepi jalan. Malam itu suasana cukup mencekam. Hanya ada kendaraan pribadi yang lalu lalang.

"Aduh bagaimana caranya aku pulang? Kenapa tidak ada taksi maupun ojek yang lewat ya?" Keluh Akia seorang diri.

Akia sudah sangat lelah berdiri dipinggir jalan dan menyetop taksi tapi semuanya sudah terisi.

Akia kemudian duduk disebuah batu besar lalu memijat leher belakangnya yang sangat pegal dan menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan agar terasa lemas.

Sebuah mobil sedan milik Revan keluar dari kantor. Revan melihat Akia yang masih dengan posisi nya dari kaca spion. Kelihatannya tidak ada taksi yang akan lewat jalan itu untuk waktu yang lama. Ia akhirnya merasa iba dan berhenti di dekat Akia duduk berpangku.

"Akia...!" panggil Revan dari dalam mobil. Kaca jendela Ia turunkan setengah.

"Hai Kak Revan." Akia langsung bangkit dan mendekat.

"Ayo naik!" Ajak pemuda itu.

"Gak usah Kak, aku nunggu taksi saja."

"Jangan membantah, tidak baik gadis sendirian di jalanan."

"Ta_ tapi Kak...."

"Sudah ayo, emang kamu tidak takut kalau nanti ada preman menggoda mu?"

Sejenak Akia berpikir, benar juga Ia tidak mau ambil resiko jika apa yang dikatakan Revan itu benar. Akia pun segera naik kemobil sedan milik Revan.

"Ki...!" Ucap Revan yang menatap Akia sejenak lalu fokus menyetir.

"Hm?"

"Apa watak seseorang itu berubah?" Tanya Revan tiba-tiba hingga alia Akia tertaut.

"Maksud Kakak?"

"Watak yang keras apa bisa berubah?" Ulang Revan lagi.

"Maksud Kakak, watak seperti Bos Denan?" Entah kenapa Ia mengingat Bos barunya itu.

Revan mengangguk.

"Kak, kalau memang sudah watak, itu akan sulit dirubah kecuali Si yang bersangkutan mau mengubahnya sendiri," jelas Akia kemudian syok tahu tapi benar adanya.

"Apa kamu pernah bertemu orang seperti Denan?" Tanya Revan lagi.

Akia terdiam dan mengingat Kenakalan Denan sahabatnya sebelum berteman dengannya dimasa lalu.

"Pernah, dia tidak pernah baik pada orang lain tapi dia baik kepadaku."

"Kok bisa, apa yang membuatnya begitu?" Revan rupanya merasa penasaran.

"Kelembutan," jawab Akia yang sangat yakin akan hal itu.

"Kau bersikap lembut padanya?"

Akia tersenyum dan mengangguk sambil memegang kalung dilehernya.

"Ya, aku lakukan itu tiap hari dan membantunya dalam kesulitan."

"Dimana dia sekarang?"

"Kami sudah berpisah delapan tahun yang lalu, Ayahnya dipindah tugaskan ke kota ini kerena prestasinya yang luar biasa."

"Apa kalian masih sering mengirim kabar?" tanya Revan lagi. Ia tertarik dengan cerita Akia di masa lalu. Cukup unik menurutnya.

Akia terdiam mendengar pertanyaan Revan kali ini.

Kenapa diam?" tanya Revan heran.

"Kami hilang kabar setelah kepergiannya, entahlah apa dia masih di kota ini atau pindah lagi ke negara lain. Tapi yang pasti dia berjanji padaku akan datang lagi untuk mengambil kalung ini!" tunjuk Akia pada kalung yang tergantung dilehernya.

Tak terasa, Revan dan Akia pun tiba, mereka langsung turun dari mobil.

"Kalau begitu sampai jumpa besok Kak," tukas Akia seraya membungkukkan badan.

"Tunggu, aku masih ada satu pertanyaan untuk mu!" cegah Revan sebelum benar-benar berpisah.

Akia mengkerut kan dahinya.

"Apa?" Tanyanya lagi.

"Apa sahabat mu itu akan menepati janjinya?" Tanya Revan yang menatap dengan senyuman manis.

"Pasti," jawab Akia dengan yakin.

"Selamat malam, Pak," tukas Akia. Ia pun meninggalkan Revan yang masih berdiri melihatnya.

Revan terkekeh dengan panggilan Akia terhadapnya. "Lagi dan lagi, apa dia sudah pikun?" gumam Revan kemudian. Revan pun masuk ke mobilnya dan melaju pergi.

Akia membuka pintu dan melihat Alan dan Fatimah makan malam bersama tampa perasaan bersalah karena meninggalkannya. Ia melotot menatap kedua kakak beradik itu dengan kesal.

Alan dan Fatimah pura-pura tidak menyadari kedatangannya.

"Ck," decaknya. Akia berkaca pinggang sambil menatap keduanya semakin kesal.

"Hey, kalian bisa-bisanya makan enak setelah membiarkanku dalam kesulitan!" Teriak Akia.

"Eh Akia, sudah pulang rupanya," tukas Fatimah tersenyum terpaksa.

"Ayo duduk, kita makan bersama!" ajak Alan.

Akia pun ikut nimbrung akhirnya, namun saat mengambil mie instan didalam panci yang sudah kosong ia kembali merasa kesal.

"Mana bagian ku?" dengus Akia seraya melotot tajam. Sudah lelah tapi keduanya tidak memikirkan Ia yang sangat kelaparan. Tak percaya rasanya memiliki sahabat yang hanya memikirkan diri sendiri.

Padahal sebelum itu Fatimah selalu berbagi apa pun meski harus makan secuil saja. "Ah... keterlaluan." Akia membanting sendok di tangannya.

Terpopuler

Comments

Nur Inayah

Nur Inayah

lanjut kn thuor

2023-04-30

1

☂⃝⃞⃟ᶜᶠ 𝐑𝐢𝐓𝐚★𝐚𝐅𝐫𝐞𝐋𝐢💕

☂⃝⃞⃟ᶜᶠ 𝐑𝐢𝐓𝐚★𝐚𝐅𝐫𝐞𝐋𝐢💕

dah denan km pilih aku ajah dah🤣🤣🤣

2022-09-04

1

nissa❤️💚

nissa❤️💚

nah 2 Minggu itu wktu yg ngga lama looh Denan.

2022-08-30

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!