"Hallo, Key? Ada apa? Gimana lombanya Satria?" tanya Elen di sambungan telepon sebelum jam makan siang.
"Satria, itu dia. Aku gak bisa temani dia lomba dan sekarang, aku jemput Satria tapi dia gak ada. Elen, hiks... Maafin aku, aku gak becus jaga Satria." Keyra terisak.
"Apa? Bagaimana bisa?" syok Elen.
"Aku janji akan cari Satria sampai ketemu, tapi apa kamu bisa bantu cari dia, kamu tahu dimana Satria biasanya main atau..."
"Oke aku akan pulang dan cari Satria," ujar Elen sebelum mematikan panggilannya.
"Astaga, apa lagi ini. Rasanya pundakku sudah sangat lelah," gumam Elen menghela napas kasar. Setelah memastikan separuh pekerjaannya usai, Elen keluar ruangan menemui Rafael.
"Rafael, boleh aku pulang? Satria hilang..." Elen menunduk, apakah laki-laki itu akan mengizinkannya pulang. Elen sungguh tak bisa bekerja dengan tenang jika belum tahu keberadaan Satria dimana sekarang.
"Apa?" Rafael tak kalah terkejutnya, "kok bisa? Bukannya Satria sekolah?" tanya Rafael yang ikut cemas mendengar kabar hilangnya Satria.
"Sebenarnya, hari ini acara lomba ayah dan anak. Pagi tadi, aku izin ke Pak Divine, tapi beliau tak mengizinkan. Rafael, apa aku boleh pergi? Aku harus cari Satria, gimana kalau anakku marah, aku gak mau terjadi apa-apa sama anakku, dia satu-satunya harta yang aku punya," panik Elen.
"Rafael memegang kedua bahu Elen, "kamu tenang, pulanglah! Cari Satria sampai ketemu, bila perlu lapor polisi. Aku akan menyelesaikan meeting lebih dulu baru nanti ikut mencari, semoga Satria gak dalam bahaya!"
"Makasih, aku pamit duluan!"
"Hati-hati," ujar Rafael. Mendengar kabar Satria pergi membuatnya ikutan tak konsen. Padahal jika difikirkan, ia baru mengenal Satria kemarin. Apa mungkin karena kepolosan bocah itu yang sudah membuat ia mendadak cemas?
Ia pun mendadak harus segera menyelesaikan meeting dan menghubungi Divine untuk meminta bantuan, barangkali pria itu mau meminjamkan orang-orangnya untuk menemukan keberadaan Satria.
**
"Hey, boy. Ngomong-ngomong dimana Ibumu? Kenapa tidak datang di acara sekolah?" tanya Divine seraya menyuapi Satria es krim. Divine mengajak Satria jalan-jalan ke Mall, sebab yang ia tahu anak kecil sangat suka jalan-jalan, makan es krim atau bermain di area timezone seperti dirinya dulu.
"Momy sibuk bekerja, tadinya Momy janji akan ikut lomba denganku. Tapi Momy ingkar," ucap Satria.
"Kerja apa? Kenapa sampai tak datang sebentar ke sekolah?" Tangan Divine seketika memijat pelipisnya kesal, akan tetapi tangan satunya masih setia menyuapi bocah enam tahun itu dengan telaten.
"Momy kerja bareng paman daddy, Om. Aku nggak tau apa pekerjaan Momy, dulu Momy kerja di Toko bunga punya Ibu-ibu ujung jalan rumah lama. Tapi sejak berantem sama Ayah, dan Ayah mengusir kami. Momy bilang mau cari pekerjaan lain," terang Satria.
"Kalian diusir?" tanya Divine tak percaya. Pria breng sek mana yang tak memiliki hati nurani sama sekali, pikirnya.
Satria mengangguk.
"Mungkin Momy-mu memang sibuk, hari ini anggap saja hari jadi kita sebagai teman. Bagaimana kalau habis ini kita bermain boy?" tawarnya.
"Wah benarkah, Om?" tanya Satria lagi-lagi antusias. Wajah seperti itu seketika membuat hati Divine sakit. Bocah polos yang harus tumbuh tanpa keluarga untuh membuat Divine bukan hanya iba pada Satria tapi seolah juga bisa merasakan kesedihan di balik tingkah polosnya.
"Tentu benar, tapi apa Momy-mu tak akan marah?"
Satria menggeleng.
"Bagus, kita nikmati waktu kita hari ini. Ayo bermain."
"Hore..." Satria berseru senang.
***
Elen langsung menuju pasar dimana Bram berada, mungkin saja Satria bersamanya atau menemuinya.
"Mas Bram."
Bram menoleh, melihat kedatangan Elen membuatnya berhenti dari aktivitas kerjanya.
"Ada apa?"
"Mas tau dimana Satria? Di sekolah gak ada, apa dia kesini?" cerca Elen.
Bram diam, menyalakan rokok dan menghisapnya hingga asap mengepul setelahnya.
Uhuk...
Elen mundur, ia paling tak suka asap rokok dan Br tahu hal itu, apakah mantan suaminya mengusir secara halus.
"Anak itu gak kesini, lebih baik kamu cari di tempat lain." Bram bangkit tanpa menunggu Elen menjawabnya.
"Arrrghhh... Kamu dimana, nak?" gumam Elen frustasi.
Ia pun memutuskan ke rumah orang tuanya, barangkali Satria memang ada disana.
Namun, baru satu langkah memasuki pekarangan rumah sederhana itu, Sang Ibu menyambutnya dengan berkacak pinggang.
"Elen, ngapain pula balik? Mau minta duit?" sang Ibu berkacak pinggang menyambutnya.
"Bukan, Bu. Aku cari Satria apa dia disini, Bu?"
"Kagak ada, pulang sana! Kalau mau masuk, bagi duit dulu seratus ribu."
"Astaga, Bu. Aku ini anak Ibu lho, kok tega-teganya sama anak lagi kesusahan begitu," gumam Elen seraya mengusap dadanya.
"Salah kamu sendiri, lahir sebagai perempuan. Ibu jadi jatuh miskin gara-gara kamu!" Sinis Ibu Elen.
"Terus Ibu maunya gimana? Kalau Ibu gak terima aku lahir jadi perempuan kenapa dibesarin? Kenapa gak ibu bunuh aja sekalian waktu aku masih bayi? Jadi semua ini salahku, salahku udah lahir di dunia ini? Gak adil. Ibu, sejauh ini aku gak pernah minta apa-apa, aku datang cuma buat nyari anakku. Ibu tahu tidak? Aku bisa kehilangan seluruh dunia, tapi aku tidak mau kehilangan anakku. Anakku hilang bu, anakku hilang dan aku tanya baik-baik tapi Ibu selalu begitu!" teriak Elen dengan napas tersengal.
"Ada apa ini? Elen, kenapa kamu bentak-bentak Ibumu?" tanya Roy, ayah Elen.
"Bentak, hahahaha. Kenapa? Bahkan anda juga tidak bisa menjadi sosok ayah yang bijak untuk anak dan istri anda! Keluarga macam apa ini ya Tuhan, pundakku sakit karena hidup diantara orang-orang yang hanya bisa menekanku." Elen tertawa getir, ia membalikkan badan. Mendongkak ke atas agar cairan bening yang bergelayut di sudut matanya tak akan jatuh. Namun, hal itu sia-sia air matanya jatuh bersama sesak dan sakit di hatinya.
"Elen jangan kurang ajar kamu sama orang tua!" maki Roy.
"Sudah, biarin aja dia pergi. Anak gak tau diri dan sopan santun." Ratna menarik tangan Roy agar membiarkan Elen pergi.
Elen melangkahkan kakinya dengan lemas, sepanjang jalan hanya bisa menunduk dengan bulir bening membasahi pipinya, hari sudah hampir sore dan ia masih di pinggir jalan. Menendang kerikil-kerikil kecil, meratapi nasibnya yang malang.
"Hallo, Rafa."
"Kamu dimana? Aku di depan kontrakan kamu, kita cari Satria bareng-bareng," ujar Rafael.
"Aku di jalan dekat rumah, mau pulang jalan kaki!" jawab Elen berusaha menyembunyikan tangisnya.
"Astaga, aku jemput."
Benar saja, tak berselang lama Rafael berhasil menemukan keberadaan Elen.
"Elen." Rafael turun, menghampiri wanita itu. Namun, seketika terdiam saat melihat keadaan Elen yang menyedihkan.
"Aku antar kamu pulang," ujar Rafa, membimbing tubuh Elen masuk ke dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
Astagfirullah,,,kok nyesek
2022-10-29
2
🌺°°äRïes🌺 ™
Hua... si div mah gak izin dulu Ama emak nya Satria, bikin bingung aja
2022-10-29
1
❤⃟ˢ ͪ◦•●◉✿ REMBULAN ✿◉●•◦
aih Div kamu ngajak anak orang gak ijin dulu kan orang tuanya bingung cari anaknya 🙄
eh kenapa gak cari tau ke sekolah sih malah langsung cari ke luar sana 🤔
2022-10-29
0