"Bagaimana dokter Lusi kondisi anak saya Silvi?"
Satu orang laki - laki paruh baya beserta dengan istrinya menanyakan hal tersebut kepada dokter Lusi yang saat ini menjadi penanggung jawab atas kondisi mental Silvi.
"Bapak Hermawan, saat ini mbak Silvi sedang mengalami kondisi mental yang cukup serius, dari hasil pemeriksaan di peroleh hasil bahwa mbak Silvi terkena dampak pemerkosaan sadis, mentalnya menjadi tidak baik pak."
Dengan tegas dokter Lusi mengatakan hal tersebut kepada ke dua orang tua Silvi.
"Lalu apa yang harus kami lakukan dokter Lusi?"
"Bapak dan ibu tidak perlu khawatir, di dalam rumah sakit ini banyak pasien yang mengalami kesehatan mental seperti mbak Silvi dengan kasus yang berbeda-beda, kami akan melakukan pemeriksaan dan pengobatan untuk putri bapak dan ibu, kami akan melakukan yang terbaik."
"Terimakasih dokter Lusi atas semua hal yang akan dilakukan oleh tim dokter di rumah sakit ini, namun saat ini kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan anak kami Silvi."
"Bapak dan ibu tidak perlu khawatir, rumah sakit ini juga menampung beberapa pasien yang tidak mampu secara keuangan, bapak dan ibu hanya perlu menghadap ke bagian administrasi untuk mengurus kelengkapan surat - suratnya."
"Terima kasih dokter Lusi, terima kasih karena anda dan tim memberikan bantuan yang besar kepada anak kami ini."
Ke dua orang tuan Silvi mengatakan hal tersebut sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Kami pasti akan melakukan tindakan terbaik untuk setiap pasien yang telah di rawat disini pak, kami akan membantu semaksimal mungkin untuk kesembuhan putri bapak dan ibu."
"Baik dokter Lusi kami permisi pulang dulu."
"Silahkan pak, ibu."
Dengan anggun dokter Lusi mempersilahkan ke dua orang tua Silvi keluar dari ruang kerjanya..
"Suster."
"Ya dokter Lusi."
"Darimana pihak rumah sakit mendapatkan indentitas pasien?"
"Pihak rumah sakit mendapatkan indentitas pasien dari kartu nama kecil yang terselip di balik tas nya dokter."
Sang perawat menyerahkan satu kartu nama kepada dokter Silvi.
"Silvi Angelica Hermawan?"
Sang perawat langsung menganggukkan kepalanya.
"Ya dokter, keluarga yang saat ini beritanya sedang hangat dibicarakan di media massa manapun, tentang kebangkrutan perusahaan keluarga Hermawan."
"Jadi orang tua yang ada di hadapan ku tadi itu pak Hermawan?"
"Betul dokter, pasti dokter tidak menyangka bukan jika itu adalah pak Hermawan?"
Dengan cepat dokter Lusi langsung menganggukkan kepalanya.
"Sungguh perubahan yang sangat drastis sekali yah suster, pak Hermawan yang dulunya sangat berwibawa berubah menjadi seperti itu."
"Lalu bagaimana dengan pemerkosaan yang dialami pasien apakah pelakunya sudah di usut?"
Dengan cepat sang perawat langsung menggelengkan kepalanya.
"Dari informasi yang saya terima kasus tersebut di tutup dokter dan saya tidak mengetahui apa motif di balik ini."
"Ya kita memang tidak perlu untuk mengetahui motif di balik itu semua, karena tugas kita hanya mengobati pasien bukan turut campur di dalam urusan pribadinya."
"Betul dokter Lusi."
"Baiklah ayo kita bekerja lagi, pagi ini kau beritahukan aku jam berapa saja aku harus mengunjungi pasien?"
Hari pagi ini, dokter Lusi kembali di sibukkan oleh aktivitas nya sebagai dokter Psikiater di dalam rumah sakit jiwa tersebut.
Sementara itu di ruangan yang lainnya.
"Bagaimana suster? apakah pasien yang bernama Silvi Angelina Hermawan hari ini sudah makan?"
Dengan kuat sang perawat langsung menggelengkan kepalanya.
"Belum dokter Dean, sejak tadi tatapan mata pasien Silvi masih kosong dan belum menyentuh makanan apapun."
"Ya, inilah yang terjadi ketika kondisi kejiwaan seseorang terguncang, ayo temani aku untuk bertemu dengan pasien Silvi."
Dokter Dean mengatakan hal tersebut sambil beranjak dari tempat duduknya, hari ini dokter Dean memiliki jadwal praktek di rumah sakit jiwa milik keluarga Lusi.
Dokter Dean adalah salah satu dokter spesialis penyakit dalam yang sengaja di tempatkan di rumah sakit jiwa ini.
Kondisi kesehatan pasien yang beraneka ragam membuat dokter Dean di minta untuk praktek di dalam rumah sakit jiwa ini.
"Secara kesehatan pasien Silvi sehat suster."
"Ya dokter Dean pasien Silvi memang sehat secara fisik tapi tidak dengan mentalnya, pagi ini dokter Lusi sudah memberikan hasil pemeriksaan nya."
"Ya aku paham suster, jika mental itu memang ahlinya dokter Lusi."
Dokter Dean mengatakan hal tersebut kepada sang perawat sambil berjalan menuju ke dalam ruangan Silvi.
"Begitu Dean masuk ke dalam ruangan Silvi, Dean melihat satu gadis dengan tatapan kosong sedang menatap ke luar jendela.
"Halo, mbak Silvi."
Dan Silvi yang mendapatkan namanya disebut segera mencari sumber yang menyebutkan namanya itu.
"Ya, nama ku Silvi dokter."
Dengan tenang Silvi mengatakan hal tersebut kepada dokter Dean.
"Bagaimana keadaan anda hari ini? apakah semuanya sehat - sehat saja."
Silvi tidak menjawab apa - apa kecuali memandang dengan tajam ke arah Dean.
"Mereka jahat dokter kepada ku."
Tiba - tiba saja Silvi mengatakan hal tersebut dengan histeris dan menangis di hadapan Dean.
"Ya, ya, bagaimana jika aku duduk disini yang mencoba untuk mendengarkan mu? tapi jika itu kau percaya kepada ku?"
Dean mencoba untuk melakukan kesepakatan kecil dengan Silvi guna untuk mendapatkan kepercayaan pasien baru penghuni rumah sakit jiwa disini.
"Ayo duduklah."
Dean mengatakan hal tersebut sambil menyentuh pundak Silvi dan Silvi langsung menyingkirkan tangan Dean dengan kasar.
"Jangan berani - beraninya kau menyentuh ku!".
Dengan tatapan penuh kemarahan Silvi mengatakan hal tersebut kepada Dean dengan tatapan matanya yang sangat tajam.
"Maafkan mbak Silvi, ayo duduklah."
Dengan tenang Dean menggiring Silvi untuk duduk di ruang tamu kecil di dalam kamar tersebut.
Silvi hanya bungkam, Silvi tidak bersuara, namun Silvi mengikuti arahan Dean untuk duduk di kursi di hadapan Dean.
"Ceritakan semuanya mbak."
Dan seketika itu juga Silvi langsung menceritakan semua hal yang telah dia alami, dari mulai pengkhianatan mantan tunangan dan pemerkosaan yang dialaminya pada malam hari itu..
Silvi mengatakan hal tersebut dengan ******* - ***** ujung baju, seakan - akan menunjukkan betapa Silvi sangat dendam dengan semua peristiwa yang dialaminya itu secara bersamaan.
"Aku benci dengan diriku, aku benci aku terlahir di dalam dunia ini!"
Beberapa kata yang menjadi bagian akhir dari cerita Silvi membuat Dean kini hanya bisa terdiam.
"Mbak, tetap lah berada disini, tempat ini aman untuk mbak bisa menyembuhkan apa yang saat ini mbak Silvi alami, nama ku Dean, aku akan datang di hadapan mbak Silvi sebagai teman mbak Silvi, apakah mbak Silvi bisa menerimanya?"
Silvi memandang tajam ke arah Dean mencoba untuk mencari tau apakah apa yang dikatakan Dean itu benar dan pada akhirnya Silvi menganggukkan kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments