Morgan dan Eylina berjalan menuruni anak tangga satu persatu dengan bergandengan tangan menuju ke meja makan. Memulai akting mereka masing - masing sesuai kesepakatan dan peraturan yang telah dibuat oleh si penguasa.
Lelaki itu memutuskan makan malam terlebih dahulu sebelum pergi kerumah Eylina.
Mereka lalu duduk saat seluruh anggota keluarga sudah berada disana semua. Eylina terlihat tersenyum membalas senyum dari kedua adik iparnya.
Oh ... betapa anehnya kehidupan rumah ini. Hai adik - adik ipar ku yang cantik. Maafkan aku, aku bahkan tidak diijinkan menyapa kalian lebih dulu. Padahal aku ingin sekali mengenal kalian lebih dekat namun kakak kalian hanya memperbolehkan ku tersenyum dan sedikit menjawab beberapa pertanyaan kalian. Setelah itu kakak kalian pasti membawaku naik ke atas. Dan tidak memperbolehkan ku keluar kamar lagi. Peraturan aneh yang dibuat oleh kakak kalian ini benar - benar tidak masuk akal. Sudah hampir dua minggu berada di rumah ini, namun aku bahkan tidak tahu ada apa saja di dalam rumah ini. Dapur di sebelah mana? dan entah ada berapa pelayan yang ada dirumah ini. Mereka terlihat banyak sekali. Dan yang kutahu hanya bi Astri serta kepala pelayan yang setia berdiri di dekat tuan Wira itu. Eylina membatin seraya memperhatikan sekitarnya.
"Morgan, papa bangga padamu." Wira berkata dengan senyum yang mengembang sempurna.
"Terimakasih Pa ...." Lelaki itu tersenyum pada Wira. Ia paham maksud pembicaraan ayahnya itu.
Tentu saja lelaki paruh baya itu bangga melihat perubahan besar pada diri anaknya. Jika dulu ia tak pernah mau menginjakkan kakinya di perusahaan namun kini ia justru betah berlama - lama disana.
Jika dulu Morgan banyak menghabiskan waktunya bersama teman - temannya di klub malam, namun kini putranya itu lebih banyak dirumah setelah pulang dari kantor.
"Ayah berharap kalian berdua bisa segera menghadirkan calon penerus tahta perusahaan di tengah - tengah keluarga kita ini. Bukan begitu Mah?" Wira melirik istrinya sebentar. Sementara wanita itu memasang wajah kesal. Sangat kesal pada suaminya.
Ia masih bersikukuh menginginkan Bella sebagai menantu yang layak untuk putranya, sekaligus calon ibu yang layak bagi anak - anak Morgan nanti. Bukan Eylina. Gadis yang saat ini duduk satu meja dengannya.
Apa lagi ini? Sial! Menyentuhnya saja aku tidak pernah. Bagaimana mungkin membuatnya mengandung. Morgan.
Ya Tuhan, permintaan macam apa itu? kami bahkan tidak saling mencintai. Lalu bagaimana mungkin kami bisa mengabulkan permintaan itu. Eylina.
Kedua matanya beradu dengan mata Morgan seolah meminta pendapat.
"Biarkan waktu yang menjawabnya Pa." Morgan menjawab dengan asal.
Dan percakapan itu berhenti saat para pelayan datang dan menyajikan makanan ke atas meja. Dan mereka pun makan dengan sangat khidmat seperti biasanya.
*****
Rey datang sesaat setelah jamuan makan malam itu usai. Ia turun bertepatan dengan Morgan dan Eylina yang berjalan keluar dari pintu utama rumah yang tingginya lebih dari tiga meter itu. Yap! besar dan tinggi sekali.
"Silahkan Tuan."
Morgan masuk setelah Rey membukakan pintu untuknya. Begitupun Eylina. Raut wajah gadis itu nampak bahagia.
Tanpa sengaja Morgan sedikit mengamatinya. Ia baru menyadari jika gadis itu nampak semakin cantik dari hari ke hari. Berbeda dengan saat pertama kali mereka bertemu.
Kecantikan dan keanggunan itu semakin terpancar dengan didukung penampilannya yang kini sudah laksana seorang putri.
Terlebih malam ini, gadis yang mengenakan gaun berwarna maroon yang senada dengan sepatunya tersebut nampak mempesona setiap mata yang menatapnya. Rambut hitamnya yang berkilau bahkan bisa menyilaukan mata bagi siapa saja yang memandangnya. Serta lekukan tubuh yang begitu indah, dan dada yang membusung seolah menantang itu mampu membuat lelaki manapun menelan ludah menatap keindahannya.
"Apa kita sudah bisa berangkat Tuan?" Pertanyaan dari sekertaris Rey membuat tuan muda itu tersadar.
Morgan menggelengkan kepalanya, mengembalikan kesadarannya.
Dia hanya sebuah mainan mu Morgan, tidak lebih. Yang setelah bosan, akan kau buang dan kau ganti dengan yang baru. Morgan meyakinkan dirinya.
Kuharap anda baik - baik saja Tuan. Rey pun mengamati Morgan yang sedari tadi memperhatikan Eylina melalui cermin mobil itu.
"Tentu saja Rey." Ia lalu membuang pandangannya keluar jendela mobil.
Mobil mewah itupun mulai melaju dengan lembut. Menyusuri jalan di malam yang mulai dingin itu. Jalanan nampak begitu lengang hari ini.
"Tuan ... bukankah kita akan kerumah ibuku? Tapi sepertinya ini bukan jalan menuju kesana." Eylina yang sudah sering naik bis dan angkot itu tentu hapal dengan jalanan kota ini.
"Lalu kenapa? Apa kau keberatan?" Lelaki itu menatap Eylina.
Eylina menggeleng dengan cepat.
Hhuhh terserah kau saja hey Tuan penguasa. Tatapan mu itu bahkan terasa seperti mengintimidasi ku.
Gadis itu lalu membuang pandangannya keluar jendela.
Hening. Tak ada pembicaraan lagi setelah itu.
Hingga mobil itu berbelok ke sebuah perumahan dan berhenti di sebuah rumah yang berukuran tidak terlalu besar namun terlihat bagus dan cukup berkelas.
Tiga orang wanita berdiri di depan rumah seolah menyambut kedatangan tamu agung yang baru saja tiba tersebut.
Eylina nampak terkejut dan menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara. Ia lalu turun, tepat setelah mobil itu berhenti dengan sempurna.
Kemudian berlari ke arah ketiga wanita tersebut.
"Ibuk ... Dara ... Sista ... Eylin kangen banget sama kalian." Air matanya pun jatuh terurai. Semua yang ia rasakan itu tumpah bercampur menjadi satu. Mereka berempat saling berpelukan erat dan menitikkan air mata.
Entah kenapa hati Morgan terasa bergetar dan seperti merasakan sedikit perih menyaksikan pemandangan di depan matanya. Pemandangan yang terasa memilukan.
"Nak Morgan, silahkan masuk." Santi melepaskan pelukannya dan mempersilahkan tamunya untuk masuk.
Semua yang berada disitu pun kemudian masuk kerumah yang bernuansa krem tersebut. Eylina berjalan paling akhir.
Terimakasih, karena telah menepati janjimu. Aku bahkan tidak menyangka jika kau akan membawa mereka tinggal di rumah baru seperti ini. Eylina menatap punggung lelaki yang berjalan di depannya itu.
Morgan memberi ruang untuk Eylina agar leluasa mengobrol dengan ibu, adik, dan juga sahabatnya itu. Sedangkan ia dan Rey memilih untuk keluar dari rumah itu, dan berjalan menuju taman perumahan yang letaknya tak jauh dari rumah tersebut.
Lelaki itu lalu duduk di bangku taman yang menghadap ke arah danau buatan yang cukup indah di taman tersebut. Sementara sekertaris Rey berdiri siaga di belakangnya.
"Kerja yang bagus Rey." Morgan tersenyum samar sambil menatap lampu - lampu taman yang terlihat berderet di seberang danau.
"Terimakasih Tuan."
"Apa mereka senang dengan rumah itu?"
"Tentu Tuan, mereka sangat berterimakasih atas kebaikan hati Tuan."
Morgan tersenyum, ia bermurah hati pada ibu dan adik Eylina. Karena bagaimanapun kedua wanita itu tidak ada hubung kaitnya antara dia dan Eylina selain hubungan keluarga.
Sementara di rumah Eylina yang baru.
Keempat wanita itu bercerita dan bercengkrama bersama untuk melepas rindu yang sudah menggunung dalam hati mereka.
"Jadi ibuk sama Dara, sekarang juga punya toko kue?" Eylina antusias mendengar cerita kebahagiaan ibu dan adiknya.
💗💗💗💗💗💗
Terimakasih untuk like dan komen kalian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
mantap morgan karna tlah membelikan rumah buat keluarga eylin
2023-01-04
0
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
𝓜𝓸𝓻𝓰𝓪𝓷 𝓫𝓪𝓲𝓴 𝓳𝓾𝓰𝓪 𝔂𝓪🤭🤭🤭🤭🤭
2022-11-14
0
Lia Punk
hehe he he
2021-12-18
0