Hari demi hari mulai berganti. Minggupun sudah bertukar. Gadis cantik dengan bola mata hitam itu mulai terbiasa dengan sikap arogan dari seorang Morgan Wiratmadja.
Melayani lelaki tersebut bak seorang raja sudah seperti pekerjaan barunya. Menyiapkan segala kebutuhannya dengan sesempurna mungkin dan mengerjakan apa saja yang lelaki itu perintahkan.
Tak ada pilihan lain baginya selain menurut. Meski terkadang hati kecilnya ingin memberontak. Dan ingin mencabik - cabik lelaki yang kini mengikatnya dengan tali perjanjian itu.
Jika diluar kamar atau diluar rumah lelaki itu masih memperlakukan Eylina dengan manusiawi seolah - olah dia mencintai gadis itu, dan bahagia menikahinya. Sungguh sebuah akting yang bagus.
Namun jika sudah di dalam kamar.
Gadis itu harus siap atas apapun perlakuan lelaki yang statusnya tak lain kini adalah suaminya itu.
Namun meski begitu ia merasa masih beruntung karena lelaki tersebut tidak meminta dilayani di atas ranjang. Dan juga lelaki tersebut tidak pernah berbuat kasar padanya atau melecehkannya.
Hal itu sudah cukup bagi Eylina untuk tetap bertahan dengan kesepakatan yang mengikatnya.
Dan sore itu, Morgan pulang dari kantor. Tanpa menjawab salam dari para pelayan, dia bergegas ke kamar.
Menemui Eylina yang sudah seperti burung peliharaannya. Yap! Eylina tak pernah diijinkan keluar dari kamar saat Morgan sedang tidak berada dirumah. Bahkan di depan pintunya di jaga oleh dua orang pengawal. Gadis itu sudah seperti burung yang dikurung dalam sangkar.
Makanan dan segala kebutuhannya tercukupi dengan baik, namun kebebasannya telah dirampas. Bahkan untuk menghubungi keluarganya lewat telepon saja tidak diijinkan.
*****
Suara pintu yang terbuka dengan keras itu mengejutkan seorang gadis yang sedang melamun di ujung sofa tempat ia biasa tidur.
Gadis yang matanya masih sembab itu terjingkat. Lalu berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah lelaki tampan tersebut.
Hendak mengambil tas kerjanya dan melepas jas yang dikenakannya. Seperti yang sudah ia lakukan selama ini. Begitulah protokol wajibnya.
Samar - samar suara isak tangisnya masih terdengar bahkan sampai ke telinga Tuan yang berkedok suami itu.
"Hey, bisakah kau menghentikan suaramu itu? suara isakan mu itu mengganggu telingaku. Dasar bodoh!" Menatap acuh pada Eylina.
Namun gadis itu tak peduli. Hatinya sakit menahan rindu pada adik dan ibunya. Sudah hampir dua minggu ia tak bertemu dengan wanita yang melahirkannya itu. Ingin sekali Eylina melihat wajahnya dan memeluknya lalu tidur di pangkuannya dan menikmati buaian lembut tangannya yang begitu menenangkan.
"Jika kau tak berhenti terisak aku akan membatalkan rencana ku untuk membawamu ke tempat ibumu hari ini."
Seketika mata Eylina membulat sempurna. Menatap pria itu dengan wajah yang berbinar.
"Benarkah? terimakasih Tuan." Sangking bahagianya hingga tak sadar secara reflek ia memeluk pria tersebut beberapa saat.
Lalu buru - buru melepaskannya setelah kesadarannya kembali.
"Maaf Tuan ... maafkan aku. Aku terlalu senang tadi." Eylina buru - buru berlutut dan melepas sepatu yang masih menempel di kaki lelaki itu untuk menghilangkan rasa malunya.
Hah, dasar bodoh. Kenapa aku malah memeluknya. Laki - laki sialan ini yang membuatku menahan rindu yang menyakitkan ini.
Eh tunggu, apa dia tau aku sedang rindu pada ibu? Ah tidak mungkin! ini pasti hanya kebetulan. Lagipula memang kami tidak pernah mengunjungi ibu sejak kami menikah. Eylina membatin. Hingga tak sadar jika sepatu itu hanya dipeganginya dari tadi.
"Mau sampai kapan kau memegangi sepatu itu? Cepatlah! Badanku sudah sangat gerah." Morgan melirik pada gadis yang tengah duduk berlutut itu.
"Ah ... iya Tuan. Maaf ...." Eylina buru - buru melepas sepatu itu.
Dasar gadis aneh. Jika bukan karena tiap malam kau mengigau terus. Aku tak akan repot - repot membawamu ke tempat ibumu. Morgan.
Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, sedangkan Eylina mengekor dibelakangnya.
Satu persatu kaki Morgan masuk ke dalam bak mandi mewah tersebut.
Eylina mulai membasahi rambut lelaki itu dan mengusapkan sampo hingga berbusa di rambut tersebut. Memijatnya pelan, membuat Morgan memejamkan mata menikmati setiap pijatan tangan gadis itu.
Kau ini sebenarnya tampan. Pantas banyak wanita yang tergila - gila padamu. Tapi sayang kau sedikit tidak waras. Hihihi ....
Bagaimana ayahmu bisa memiliki anak sepertimu. Sementara ayahmu begitu baik dan berwibawa. Eylina memperhatikan wajah tampan suaminya.
Ia lalu membilas rambut tersebut hingga bersih. Kemudian menggosok tubuh polos Morgan dengan spons lembut yang sudah diberi sabun dengan aroma wangi lembut dan menenangkan.
Di bagian ini Eylina sangat tidak menyukai pekerjaannya.
Bagaimana mungkin, ini bahkan sangat menjijikkan menurutnya. Memandikan seorang yang jelas - jelas sudah dewasa seperti ini.
"Sudah selesai Tuan." Eylina berdiri namun tangan Morgan menahannya.
"Pijat lagi kepalaku." Mengatakan dengan tanpa beban.
Apa? dasar gila ... aku sudah memijat mu cukup lama tadi. Kau pikir tanganku tidak sakit melakukan hal ini. Aku ini seorang barista. Bukan tukang pijat, jika kau mau kopi aku akan langsung membuatkannya. Eylina memijat kepala lelaki itu dengan keras karena kesal.
"Aw ... hey gadis bodoh. Kau mau membunuhku hah?" Lelaki itu memukul air di bak mandi hingga muncrat kemana - mana.
"Apa maksud Tuan? tidak mungkin saya punya keberanian yang seperti itu." Berpura - pura tidak tahu saja, begitu pikir Eylina. Siapa suruh berbuat seenaknya sendiri.
"Apa kau tidak sadar hah, kau hampir membuat kepalaku pecah dengan menekannya seperti ini." Morgan memperagakan di kepala Eylina.
"Aw ... sakit Tuan." Eylina memegangi kepalanya.
"Nah itu kau tau." Morgan lalu berdiri dan membilas tubuhnya.
Dia pikir kepalaku apa hah, dasar gadis bodoh. Morgan.
Dasar laki - laki tidak waras. Bagaimana dia bisa memperlakukan wanita dengan kasar seperti ini. Kepalaku sampai sakit sekali.
Huh jika saja kau bukan tuan muda yang berkuasa aku akan memukulmu saat ini juga. Eylina mengepalkan tangannya.
"Bersiaplah cepat! Atau ku batalkan rencana hari ini." Morgan memakai handuknya dan menghilang di balik cermin.
"Baiklah." Eylina lalu segera mandi. Karena sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibu dan adik tercintanya.
Ah Tuhan ... kenapa makhluk menyebalkan itu ganteng sekali. Jika saja kau bukan pria aneh mungkin aku akan jatuh cinta padamu seperti para wanita pemujamu itu.
Eiiitttss tidak ... tidak. Jangan pernah berpikir seperti itu. Berbahaya. Pikirkan saja tentang ibu dan adikmu. Dan jalani saja takdirmu sekarang dengan baik agar urusanmu lancar.
Eylina berperang dengan batinnya.
Naluri wanitanya terpesona dengan ketampanan lelaki dengan celana jeans hitam dan kaos warna putih yang sedang duduk di sofa dengan menaikkan salah satu kakinya itu.
Namun kewarasannya tak bisa berhenti mengumpati lelaki yang telah merampas kebebasannya tersebut.
"Tuan saya sudah siap." Eylina berjalan mendekat.
"Hemm." Seolah tak menggubris gadis itu, Morgan masih menatap layar ponselnya. Kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
💗💗💗💗💗💗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
𝓔𝔂𝓵𝓲𝓷𝓪💪💪💪💪💪💪💪💪
2022-11-14
0
Eti
lanjut
2021-12-10
0
Chandra Mamonto
Dan saya semakin penasaran👏👏👏
Brader, gimana kabarnya Yoshua?
udah update kah😁
2021-11-12
0