Sebelum Berpisah

Sebelum Berpisah

Chapter - 01

"Oh, my God, Isn't that your husband?"

Lembar Putih Ayunda, terdiam mendengar bisikan waswas dalam benaknya. Padahal sesaat sebelumnya, ia merasa sangat senang karena mendapatkan project kerja sama dengan galeri miliknya.

Galeri yang benar-benar menyita waktu dan pikirannya, namun tidak untuk hari ini. Ayunda mengambil cuti untuk berlibur, sehingga ia tidak lagi mendengar bunyi telepon yang berdering, hal itu membuat pikiran Ayunda terasa sangat damai, benaknya melayang-layang bersama angin sepoi-sepoi di tengah keindahan pesona lereng gunung merapi di Sleman, Yogyakarta. Sementara sentuhan ringan dari seorang pria berdarah Jawa nan seksi yang duduk di sebelah kanannya terasa sangat lembut membelai telapak tangannya.

Ayunda sangat menikmatinya, bahkan ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri 'apa mungkin kali ini…'

Yah, tidak perlu diteruskan.

Ia menggeleng meminta maaf kepada Djiwa, pria Jawa seksi yang tengah dekat dengannya. "Maaf aku harus pergi sekarang," ucap Ayunda, kemudian Ayunda beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan cafe di ikuti oleh Nindyra (sahabat, asisten, dan pengganggu abadinya).

Baru saja ia keluar dari cafe, Ayunda memberi isyarat kepada Nindyra dengan lirikan matanya. Ia tahu berbagi cerita tentang Samudra akan menjadi bumerang untuk dirinya, tetapi sangat mempercayai Nindyra, sehingga ia menceritakan semua masalah pribadinya pada Nindyra.

'Pria itu tinggal di Jakarta, kalau pun ia pergi ke luar kota, tentu semua orang akan mengetahuinya lewat media,' batin Ayunda, meyakini dirinya.

Ya dari media infotainment lah Ayunda dengan mudah mengikuti Samudra dengan detail, mulai dari persoalan hubungan asmaranya, keberhasilan finansial, dan petualangan Samudra sehari-hari. Tanpa perlu repot-repot ia bertanya pada orangnya secara langsung atau menyuruh seseorang mengikutinya.

Ia memiliki media infotainment yang memberitahunya bagaimana Samudra menjalani hari dan dengan siapa Samudra menghabiskan malam. Bahkan tadi malam ia membaca kabar jika Samudra bertemu pengacaranya di BSD, Tangerang.

Nindyra mengerucutkan mulutnya tanda tidak yakin. Tatapannya tertuju pada kios di seberang jalan. “Hmm, orang itu benar-benar kelihatan seperti dirinya," ucap Nindyra.

"Namun mengapa seperti tunawisma di stasiun tugu, sama sekali tidak terlihat seperti aktor, apa dia sedang menyamar?" lanjutnya.

“Dengan makan dari tempat sampah?” Ayunda mencoba menahan tawa. "Ya sudah yuk, kita jalan lagi."

Perjalanan mereka sempurna, berlibur merupakan pilihan tepat untuk mereka berdua, karena mereka sangat membutuhkan kehidupan di luar galeri setelah setahun full mereka bekerja tanpa libur.

Mereka menghabiskan malam yang panjang di pusat kota Malioboro sambil menikmati wedang jahe di angkringan. Di tengah lalu-lalang para wisatawan, sekilas Ayunda kembali melihat orang asing yang mirip suaminya, seketika ia pun langsung mengenyahkan bayangan itu jauh-jauh.

'Aku telah melupakan masa laluku, sejak lama. Sungguh!' batinnya.

Namun ia tidak bisa menahan diri untuk sekali lagi melihat sekilas ke arah lalu-lalang wisatawan tadi. Ia dihantui oleh rasa penasaran, ia tetap ingin melihat.

Tatapannya tanpa berhenti menyusuri pria-pria wisatawan tersebut, namun ia tak menemukan pria yang mirip dengan Samudra.

"Bagus lah, itu hanya halusinasiku saja."

Alis Nindyra kembali mengendur "Apa ada masalah?" tanya Nindyra yang menyadari perubahan raut wajah Ayunda.

“Tidak ada,” tukas Ayunda sembari dengan tak acuh mengibaskan tangan.

Sebenarnya memang ada masalah tentang bayangan suaminya yang terus menghatuinya, namun ia enggan mengungapkannya. Ia ingin membiarkannya menguap di bawah memori kehidupan yang telah ditinggalkan Ayunda.

"Eh.." Ayunda tersentak saat Djiwa menyentuh lengannya. "Kamu mengikutiku?" tanya Ayunda.

"Ini adalah tempat makan favoritku, sepertinya kita di takdirkan bersama sehingga kita bertemu lagi," Djiwa menggoda Ayunda dengan menyentuh lengan tangan Ayunda, kemudian berjalan ke titik denyut nadi di pergelangan tangannya, tapi Ayunda tidak bereaksi apa-apa.

Bukan berarti Djiwa tidak menarik, sebenarnya Djiwa sudah membuat Ayunda terpesona, hanya saja ada sesuatu yang telah lama mati di dalam diri Ayunda untuk kembali hidup.

Djiwa mengambil satu porsi nasi kucing dan beberapa tusuk sate, "Kamu mau makan lagi?" tanya Djiwa.

"Tidak, sudah cukup." tolak Ayunda.

"Baiklah," Djiwa pun menikmati makan malamnya, sambil berusaha membuat gombalan-gombalan lucu untuk Ayunda.

Nindyra menggelengkan kepalanya mendengar gombalan Djiwa kepada Ayunda, yang di nilainya agak sedikit norak, namun ia mengabaikannya karena sepertinya Ayunda menikmati gombalan tersebut.

Tak lama kemdian Nindyra mencondongkan tubuhnya ke arah Ayunda, kemudian ia bebisik "Raden akan kemari, apa kau keberatan kalau aku pergi bersama Raden?”

Dengan cepat Ayunda menggelengkan kepalanya "Apa dia sudah datang?" tanya Ayunda.

"Tuh baru saja parkir," Nindyra menunjuk ke arah Raden yang tengah merapikan jaketnya. Kemudian ia menghampiri Nindyra dan menyapa Ayunda dan Djiwa.

Sebelum melangkah meninggalkan angkringan, Nindyra menggenggam tangan Ayunda "Kau yakin tidak apa-apa aku tinggal?" tanyanya sekali lagi.

Ayunda tersenyum lebar “Tentu saja! Pergilah bersenang-senang.”

Saat Nindyra dan Raden pergi meninggalkan Ayunda, Djiwa berbisik "Sekarang kau tinggal sendiri, Cantik.”

Bagi setiap wanita normal di planet ini, kegembiraan Djiwa saat melihat seorang wanita bersuami seorang sendiri akan terdengar seperti ungkapan penuh dosa.

Ayunda membalas tatapan seksi pria itu, ia menghela napas dan mengulaskan senyuman yang dikhususkan untuk situasi ini. Senyumannya santai dan penuh rahasia. Ditampilkan dengan halus tanpa terang-terangan menolak, cukup hingga membuat sang perayu tahu kalau usahanya sia-sia, tanpa benar-benar merasa menghina.

Penolakan seperti ini sudah biasa untuk Djiwa, tapi Djiwa tetap tidak terpengaruh, ia tetap berusaha mendekati Ayunda.

Yah, Ayunda sudah seringkali memperingatkan pria itu. Dan sejujurnya, belaian ibu jari Djiwa di atas tangan Ayunda bukanlah sesuatu yang tidak bisa Ayunda abaikan.

"Bagaimana jika kita jalan-jalan?" ucap Djiwa setelah ia menghabiskan suapan nasi kucing terakhirnya.

"Boleh," Ayunda menganggukan kepalanya, kebetulan tadi saat hendak menuju angkringan ia melihat ada penjual kaki lima yang menjual lukisan.

Keduanya berjalan kaki menelusuri jalanan Malioboro, hingga langkah kaki Ayunda terhenti di depan jejeran lukisan yang tengah di jual oleh seorang seniman jalanaan.

"Wow indah sekali," Ayunda mendekat ke arah satu lukisan bertema floral dengan perpaduan warna hijau, biru, kuning, oranye, menciptakan gradien warna yang tampak cantik. Ia di buat takjub dengan lukisan tersebut.

"Menurutku ini tidak ada apa-apanya dengan lukisan buatanmu yang berjejer di galerimu," ucap Djiwa.

"Aku mau tau siapa pelukisnya,"

"Untuk apa?" tanya Djiwa.

"Bulan depan aku akan mengadakan pameran pertama di Jakarta, aku ingin mengajak pelukis ini berkolaborasi," ucap Ayunda sangat bersemangat.

Ia pun menghampiri pemuda penjual lukisan tersebut, namun sayangnya bukan dia orang yang melukis lukisan tersebut.

"Ini kartu nama saya, tolong suruh pelukis lukisan itu menghubungiku secepatnya, aku punya tawaran bagus untuknya." Ayunda memberikan kartu namanya kepada pejual lukisan, dan tak lupa ia pun membeli lukisan yang telah membuatnya takjub.

"Sudah malam, aku harus pulang. Aku ingin membuat sketsa rencana untuk sebuah pameran di Jakarta nanti," ucap Ayunda kepada Djiwa.

"Okay, baiklah"

Dengan sigap Djiwa membantu Ayunda membawakan lukisan yang ia beli, menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana.

"Mau kau apakan lukisan ini? bukankah kau memiliki banyak lukisan?" tanya Djiwa sambil menyakan mesin mobilnya.

"Aku akan memajangnya di dinding ruang tamu rumahku," jawab Ayunda.

Tiba-tiba perhatian Ayunda tersentak kepada Djiwa dan sentuhan yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Sentuhan yang tadinya bermula di telapak tangan kini telah berpindah ke pergelangan tangan, dan sekarang bergerak lagi, diam-diam ke lekuk sikunya dan tanpa ragu terus bergerak melewatinya.

Rasa jengkel muncul di dalam dirinya saat melihat jemari Djiwa mengusap kulit yang sayangnya mati rasa oleh godaannya.

Jika penolakan halusnya tadi tidak berhasil, maka saat ini Ayunda harus bertindak tegas. Ia memejamkan mata, dan bersiap untuk melepas semburan kata-kata tanpa perasaan dan tanpa basa-basi.

Namun, di menit berikutnya, udara di sekelilingnya seolah berubah. Saat Djiwa menepikan mobilnya di depan kediamannya, Ayunda seperti tersengat arus listrik yang bergulir di permukaan kulitnya, membuat setiap rambut halusnya berdiri dan sarafnya semakin peka.

Jemari Djiwa berhenti di tempat, dan mata Ayunda membelalak saat satu tangan yang kuat dan lebar melingkari bahunya dan dengan lembut mengulaskan belaian posesif hingga ke lehernya.

Tok... Tok... Tok...

Pintu kaca jendela mobil Djiwa di ketuk oleh seseorang dari luar mobil.

Oh, Ya Tuhan. Ayunda sama sekali tidak salah.

Ayunda mengerang dengan menekan udara dari dadanya, mendorong satu nama yang ada di ujung lidahnya. “Samudra.”

Terpopuler

Comments

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

mampir dulu

2022-09-28

0

ㅤㅤㅤ ㅤ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🦆͜͡ 𝐀⃝🥀✰͜͡v᭄

ㅤㅤㅤ ㅤ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🦆͜͡ 𝐀⃝🥀✰͜͡v᭄

assalamualaikum
kisah cinta antara ayunda dan samudera d mulai semoga menarik ke depan nya !

2022-09-13

1

yuni sayangnya zugaly

yuni sayangnya zugaly

jogja mah tempatnya nasi kucing,,d jiwa berjuang banget deketin ayunda ya,tpi kayaknya ayunda punya trauma terhadap pria

2022-09-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!