"Mah, aku berangkat kerja dulu." Billy begitu tergesa menghampiri Mamanya yang berada di dapur.
"Sarapan dulu, Bill."
"Nanti saja di kantor. Hari ini ada meeting dan Billy yang menghandle semuanya." Billy hanya meminum segelas susu. Minuman wajib setiap pagi.
"Tapi kamu makan dulu meski sedikit."
"Tidak ada waktu lagi, Mah. Nathan sedang bulan madu jadi Billy yang mengurus untuk sementara. Aku pamit dulu."
"Tapi, Billy..." Lily menghelakan nafasnya secara kasar. Anaknya terlalu sibuk mengurusi kerjaan sampai sulit ada waktu walau hanya berbincang sebentar dengan Ibunya.
"Daripada bosan mending aku mampir ke club ketemu Wiliam." Dengan semangat, Lily bergegas menemui pria yang ia taksir.
********
Apartemen Billy.
Aiden terbangun dari tidurnya, dia menggerakan tubuhnya yang terasa remuk akibat tidur sambil duduk. "Sudah jam 8 pagi. Kapan pintu itu di buka? mana lapar lagi. Billy memang keterlaluan. Dulu, saat menolongku dia begitu baik."
Aiden diam memperhatikan jendela kaca seraya melamun mengingat ke peristiwa 12 tahun yang lalu. Peristiwa dimana dirinya pertama kali bertemu dengan Billy, sang penolongnya, sang pria yang ia cintai sedari awal jumpa. Dan ternyata cinta itu semakin dalam sampai sekarang sulit di lupakannya.
FLASHBACK
Seorang gadis berseragam putih biru berusia 13 tengah berjalan menyusuri jalan mengambil uang jualan di warung-warung sehabis pulang sekolah. Dia adalah Aiden Rosalina, si gadis remaja anak dari penjual kue keliling.
"Permisi, Bu."
"Nak Aiden, mau mengambil hasil jualan ya?" Ibu warung itu sudah tahu dan juga sudah menjadi langganan nya Aiden.
Aiden tersenyum ramah. "Iya, Bu."
"Kue-kue nya laris manis, banyak yang menanyakan perihal kuenya. Besok, Ibu pesan yang banyak ya." Ibu warung itu memberikan uangnya kepada Aiden.
"Baik, Bu. Saya bersyukur kalau kue buatan Mama saya di sukai." Balas Aiden menerima uangnya seraya tersenyum ramah penuh syukur.
"Kuenya enak, makanya banyak yang suka."
Dari warung satu pindah ke warung lainnya Aiden berjalan seorang diri untuk meralat hasil penjualan. Namun, ketika melewati jalanan sepi, langkah Aiden terhenti ketika para preman mencegah langkahnya.
"Hai anak manis. Bawa apa itu?" tanya preman menunjuk tas selempang berisikan uang jualan.
Aiden mencengkram erat tali tasnya. "Hanya perlengkapan sekolah, Om."
"Masa? coba Om lihat?" pinta premannya mengulurkan tangan.
"Jangan, Om. Ini hanya buku-buku sekolahku." Aiden berusaha untuk mempertahankan tasnya. Dia tahu jika preman tersebut memiliki niat jahat. Langkahnya perlahan mundur menjauhi preman itu.
"Mana lihat?" sentaknya. Kali ini preman itu tidak selembut tadi. Sorot matanya tajam, tangannya merebut tas selempang Aiden.
"Tidak, Om. Jangan! Ini hanya buku isinya." Aiden tetap mempertahankan tasnya. Mengapa? karena di dalam tas tersebut ada uang hasil jualan milik orangtuanya. Sebisa mungkin Aiden akan mempertahankannya.
"Lepaskan! Saya ingin lihat dalam tas itu apa? mengapa sampai kau mempertahankannya itu tandanya ada barang berharganya kan?" preman itu terus menarik tas Aiden. Sedari tadi dirinya sudah mengikuti gadis remaja tersebut. Makanya dirinya mencegat di tempat sepi untuk bisa mengambil uangnya.
"Saya bilang tidak, ya tidak! Ini tas saya." Pekik Aiden kekeh mempertahankannya. Gadis berambut pirang bermata hazel kebiru-biruan itu menendang selangk@ng@n premannya.
"Awwwww...." ringisnya mengerang sakit memegang burung miliknya. Di saat itu Aiden segera berlari. Preman itu tak kalah diam, dia semakin marah dan ingin memberikan pelajaran.
"Hei...jangan lari kau! Berhenti!" dia mengejar Aiden.
Aiden berlari sekuat tenaga menjauhi preman itu. Dia menoleh kebelakang melihat premannya terus mengejar. Di saat seperti itu, kakinya malah tersandung batu membuatnya tersungkur jatuh bahkan lututnya tergores aspal mengeluarkan darah meski tidak banyak. "Aaawww..."
"Hahaha mau lari kemana kau bocah ingusan." Preman itu kembali menarik tas Aiden.
"Jangan ambil tas ini! Ini milikku. Toloooong... jambret.... toloooong..." teriak Aiden berharap ada bantuan datang meski tidak memungkinkan dikarenakan tempatnya sepi.
"Berisiik..!" preman itu mendorong Aiden menarik paksa tasnya. Kemudian melihat apa isinya. "Ini yang saya cari," ujarnya mengambil dompet berisikan uang hasil jualan.
"Jangan Om, itu uang milik Mama saya."
"Sssttttt... jangan berisik!" premannya membuka dompetnya melihat uang itu. Namun, ada seseorang yang menjambret nya lagi.
"Hei..." pekik premannya terkejut dompetnya di ambil.
"Ini bukan milikmu, Om. Lebih baik kau cari uang halal daripada mencopet seperti ini." Ujar anak muda mendekati Aiden membantunya berdiri.
"Kau tidak usah ikut campur urusan saya! Kembalikan dompet itu atau kau sendiri yang akan merugi."
"Kalau saya tidak mau mau apa?" tantang anak muda itu berdiri di hadapan Aiden seakan melindungi gadis itu. Aiden memandangi nya secara dalam-dalam memperhatikan pria yang sudah menjadi dewa penolongnya.
Aiden memperhatikan bagaimana pria itu mengalahkan premannya sampai si preman lari terbirit-birit.
"Kau tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa, Kak. Makasih sudah menolongku. Kalau tidak ada Kakak, mungkin uang untuk membeli obat Mama sudah hilang di ambil orang."
"Sama-sama. Lain kali jangan keluyuran sendiri, bahaya. Mari ku antar ke rumahmu? gadis manis seperti mu tidak boleh jalan sendirian."
Aiden menunduk tersenyum malu kemudian mengangguk. Sedari awal bertemu dia sudah mengagumi sosok penolongnya. "Boleh aku tahu nama Kakak?" tanya Aiden seraya berjalan menuju rumahnya.
"Billy Giovanno."
FLASHBACK END
Aiden menghelakan nafas secara kasar. Sekarang ia kembali di pertemukan dengan orang yang dulu ia harapkan pertemuannya. Namun, pertemuan itu tidak seindah bayangannya. "Sekarang kau membenciku, padahal aku mencintaimu sedari dulu."
********
"Meeting hari ini saya tutup sampai disini. Jika ada yang kurang puas bisa kalian tanyakan lagi ke sekertaris saya."
"Tidak, Pak."
"Baik, kalau begitu saya permisi dulu." Billy menjabat tangan kliennya kemudian pergi meninggalkan restoran seraya mengendurkan dasi yang ia kenakan.
Menjadi tangan kanan Nathan tidaklah mudah. Dia harus siap dalam segala hal, baik itu waktu, mental, maupun materi kerja.
"Apa masih ada jadwal lagi?" tanya Billy pada sekertaris nya, Rio.
"Sudah tidak ada, Bos."
"Ok, kalau gitu saya mau istirahat. Kau urus semua laporannya nanti serahkan padaku biar aku yang akan menyerahkannya kepada bos besar. Saya mau ke apartemen dulu."
Deg..
[ Apartemen? astaga! Aku melupakan sesuatu! ] Billy baru mengingat ada seseorang di apartemennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Muhyati Umi
kasih pelajaran ke Billy Thor seenaknya saja dia memperlakukan istri
2023-02-14
1
Novianti Ratnasari
oh cinta nya am Billi. tapi ko mau rebut Nathan dari Bian.
2022-10-13
0