Anneth meneruskan langkah dengan menahan kesal bila teringat pada raut wajah Devandra, yang bisa-bisanya hanya memasang senyum santai. Untung tampan, untung suka, kalau gak, sudah ku cakar wajahnya. Umpat Aneth dalam diam.
Niatnya sungguh besar untuk melampiaskan kekesalan akan sikap Devan. Dan kelihatannya adalah waktu yang tepat sekarang. Di depan sana, terlihat Devandra tengah melangkah hendak meninggalkan kampus, karena memang jam perkuliahan untuk hari ini telah usai.
Anneth menghentikan langkah untuk menyusun strategi pembalasan yang sempurna. Belum juga ide cemerlang didapatkan, niat gadis itu langsung surut ke belakang. Pasalnya, Devandra terlihat tengah menghampiri seseorang. Seorang gadis sebayanya, yang menghiasi wajah cantiknya dengan hijab.
Degg...
Tiba-tiba debaran dalam dada Anneth saling bertabuhan. Rasa penasaran dan rasa tak nyaman berbaur dalam dirinya dan begitu kelam. Bukan kebiasaan Devandra berdekat-dekat dengan salah satu mahasisiwi seperti yang terlihat di depan, hingga dengan mudah, Anneth menyimpulkan kalau pemuda itu sudah memiliki ketertarikan.
"Namanya, Aruna. Dia baru satu bulan di kampus ini." Tiba-tiba saja, Meisya sudah berdiri di sampingnya. Anneth diam, tak ingin menanggapi keterangan dari Meisya yang sebenarnya memang dibutuhkan.
"Dia berasal dari daerah. Ikut pertukaran mahasiswa. Faktor keberuntungan dia bisa berada di sini sekarang," lanjut Meisya.
Anneth masih diam, dengan sepasang mata tak lepas dari Devandra yang masih terlihat berbincang dengan si gadis hijab itu di depan. Namun, gadis itu segera menemukan ingatannya tentang gadis di depan sana yang memang sempat disebut oleh Devan seusai class khusus tadi siang. Dari sini, Anneth mulai bisa menyimpulkan.
"Siapin diri untuk besok, Mei." Anneth menjadi tak tertarik lagi untuk mendengarkan penjelasan Meisya. Usai kalimat singkat itu gadis tersebut segera memutar langkah. Bersamaan dengan Devandra yang sudah berlalu meninggalkan Aruna.
"Anneth tunggu!" Meisya menghadang langkah Anneth, memasang senyum, bersiap mengajukan sebuah proposal pengajuan panjang. Akan tetapi,
"Tak ada yang berubah. Itu sudah keputusannya." Anneth langsung paham dengan maksud Meisya dan segera memangkas omongan. Hal mana membuat Meisya terlihat menelan kecewa yang sangat dalam.
"Gunakan waktu dengan baik. Gak nyampek 24 jam dari sekarang." Anneth segera bergegas menjauhi Meisya yang kini menghela napas berat. Rupanya sebuah keputusan telah dibuat, dan tak dapat lagi diganggu gugat. Mampukan Meisya menghadapi ujian secara mendadak. Yang bahkan materinya saja belum terkuak. Kalau gadis itu bisa tentu tak perlu repot-repot mengajukan penawaran yang berakhir dengan ditolak. Lagi, Meisya menghela napas berat, Lalu berakhir dengan berteriak, menumpahkan segala rasa sebak.
Anneth yang selama ini selalu menjadi dewi penyelamat baginya, dan penguasa tempatnya berlindung dari segala tindakan sok ratu yang menjadi ciri khasnya, kini menolak untuk mengulurkan bantuan. Dan bahkan telah meninggalkan Meisya sendirian. Sungguh gadis itu sangat merasa kesal sekarang.
Di area parkir khusus, di mana jajaran mobil mewah dengan harga yang fantastis berbaris di sana, layaknya sebuah pameran otomotif saja. Satu demi satu anak-anak Pramudya memasuki tunggangan berkelasnya, dan satu demi satu, mobil-mobil mewah itu melaju meninggalkan tempatnya.
Devandra masih berbicara singkat dengan Erald, sebelum tuan muda tampan itu masuk ke mobilnya. "Sudah." Devan memberikan laporan singkat.
"Apa?"
"Sudah kusampaikan."
Erald mengangguk. "Ada penolakan?" Tanyanya.
"Tak ada penolakan. Tepatnya kubuat tak ada penolakan," terang Devan. Dua orang ini memang sefrekuensi dalam banyak hal. Selayaknya Damaresh dan Kaivan dulu. Kini loyalitas keduanya menurun pada anak-anaknya. Hanya bedanya, kalau Kaivan lebih humble dibandingkan Damaresh yang dingin dan kaku. Tapi putra Kaivan, Devandra malah punya sifat sebelas duabelas dengan Erald. Mungkin karena sudah akrab sejak bayi, jadi cenderung lebih terkontaminasi.
Erald mengangguk dan segera membawa tubuhnya masuk mobil. Hanya tiga langkah saja dari Devandra yang berbalik badan, mobil putra sulung Damaresh itu sudah melesat bagaikan terbang.
"Woii." Ragasa memanggil dengan ciri khasnya dari samping mobil. Devan menoleh, mendapati putra Stefan itu menyeringai. "Butuh tumpangan?" Ia mengangkat sebelah alisnya pada Devan.
"Mobilku masih muat, tapi tak gratis," kata Ragas lagi yang membuat Devan kernyitkan kening. Hari ini, putra Kaivan itu membawa mobil sendiri. Cukup aneh, ketika putra Stefan itu malah menawarkan begini. Biasanya juga Ragas yang selalu menumpang di mobil Devan. Tapi kini dengan sok-sok an dia menawarkan tumpangan. Padahal Devan juga membawa mobil sendiri yang tak kalah nyaman.
Ragas tergelak dan segera masuk mobil tanpa mengahiri tawanya yang lepas. Sebuah ekspresi meledek khas seorang Ragasa, Hal ini membuat Devan paham kalau ada sesuatu yang tak biasa, yang menjadi bahan ledekan oleh seorang Ragasa. Devan segera membanting pandangan ke arah mobil pribadinya.
Astaga ...
Pantas, Ragasa menawarkan tumpangan padanya. Rupanya sudah ada Annethya yang berdiri tepat di samping mobil Devandra.
Drama apa lagi yang akan dibuat oleh nona bawel ini, kali ini. Rutuk Devandra dalam hati. Namun, tak ayal ia pun menghampiri.
"Mobilmu kenapa lagi?" Devan bertanya bahkan tanpa menatap pada yang ditanya. Ia sengaja bertanya demikian mengingat nona kecil ini yang punya seribu akal untuk bisa pulang bersama Devan. Pernah dengan sengaja ia meminta supir untuk membocorkan ban mobilnya. Dan tingkahnya yang lain lagi, yang harus membuat Devandra tepuk jidat sendiri.
"Gak kenapa-napa. Baik-baik aja," jawab Anneth dengan ketus. Seakan ia enggan untuk berbicara dengan Devan. Padahal gadis ini sudah melewatkan waktu lebih 15 menit untuk menunggu pemuda itu di sini. Sungguh pemandangan yang sangat menggelikan.
"Kau harus mengantarku pulang," kata gadis itu lagi bersamaan dengan Devan yang membuka pintu mobil untuk dirinya sendiri.
Pemuda itu melempar pandangan pada Anneth. Pandangan menyelidik.
"Tak ada alasan. Supirku sudah aku suruh pulang dulu." Anneth yang paham arti tatapan Devan dan segera memberi penjelasan.
Devan merotasi pandangan ke seluruh area parkir dan ia memang tak menemukan mobil Annethya masih berada di sana. Mungkin untuk kali ini gadis itu jujur dengan alasannya. Tak seperti waktu-waktu sebelumnya, dimana Anneth membuat alasan demi bisa diantar pulang oleh Devan. Dari mulai, ban mobil bocor dan kondisi mesin mobil yang tak sehat.
Meski Devan tahu, kalau keterangan Anneth itu hanya dibuat-buat, tapi pemuda itu mengikuti alur ceritanya dengan totalitas. Ia memanggil mobil derek dan membawa mobil Anneth yang sebenarnya berada dalam kondisi sangat baik ke bengkel. Membuat Anneth sangat merasa jengkel.
Pemuda itu seperti tak tau drama seorang gadis yang ingin pulang bersama dengan pemuda yang disukainya. Demikian pemikiran Anneth. Padahal Devan melakukan itu dengan sengaja agar Anneth berhenti membuat alasan konyol jika hanya ingin pulang bersamanya saja.
"Buka pintunya sendiri!" Titah Devan dan gegas membawa tubuh atletisnya masuk ke mobil.
Anneth mencebik. "Aku tau. Mana pernah kau bersikap romantis padaku," gerutunya dengan sepasang bibir mengerucut. Namun, gadis itu segera menurut.
"Mau romantis yang bagaimana?" Tanya Devan setelah keduanya kini duduk bersebelahan.
"Harus kuajari caranya?" Anneth menaikkan suaranya satu oktaf.
"Jangan merusak gendang telingaku dengan teriakanmu." Devan segera menutup sebelah telinganya dengan satu tangan, dan tangan yang lain mulai menjalankan mesin mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Happyy
😉😉
2023-06-06
0
Yeni Eka
ajari caranya Neth. laki-laki hrs tau klo semua perempuan seneng klo di romantisin
2022-11-16
0
Ahmad Kafika
wow tambah seruuu...😍😍😍
2022-08-21
0