Salam cinta untuk semua pembaca. 🌹🌹
Sejuta terima kasih untuk kehadiran kalian semua. Sebelum lanjut pada episode berikutnya, ada hal yang perlu saya sampaikan.
Menanggapi beberapa komentar dari beberapa pembaca setia, yang sedikit mengalami kebingungan terkait nama dan keturunan dari jalur mana, tokoh-tokoh yang ada dalam kisah ini.
Berikut, saya jelaskan dengan lebih terperinci.
Sebenarnya, di bab 2 dan bab 3 sudah saya sisipkan pengenalan tokohnya. Tapi, mungkin bahasa saya yang kurang lugas, dan cara penyampaian yang kurang tepat, sehingga masih ada yang sedikit kebingungan dan kurang mengerti. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, atas ketidaknyaman ini. Saya harap semua hal ini tidak akan mengurangi antusiasme para pembaca tercinta pada cerita terbaru ini.
Dan, saya juga mohon maaf, jika penyajian ceritanya kurang sempurna, karena saya masih dalam tahap belajar, dan terus berusaha menyajikan cerita yang berbobot, dengan bahasa yang mudah dimengerti, sehingga menyenangkan saat di baca.
******
William Pramudya, perintis dan pendiri Pramudya Corp, menikah dengan Laura Dewi, dan memiliki tiga orang putra.
Claudya william, menikah dengan Airlangga Aybars Perkasa (Elang)
Alan William, menikah dengan Christhine.
Alarick William menikah dengan Sherin Mumtaza.
Dan sempat memiliki putra di luar nikah dengan Kanaya.
*****
Caludya dan Airlangga, memiliki anak Damaresh William.
Alan William dan Christhine, memiliki dua orang anak. Edgard William dan Anthony William.
Alarik William dan Kanaya memiliki anak, Rafasya Aditya William.
Alarik William dan Sherin Mumtaza memiliki anak, Izara Darahifsa William.
kisah anak-anak dari Claudya dan Alan--Damaresh, Edgard dan Anthony William--dimuat dalam judul, CINTAKU TERHALANG TAHTAMU.
kisah Alarick William dengan Rafasya dan Sherin Mumtaza dimuat dalam judul, TERNYATA SAHABATKU, MERTUAKU. judul lama dalam kisah ini adalah CINTA TAK BERTUAN. karena sesuatu dan lain hal, judul cinta Tak Bertuan, kami ganti.
Yang dimuat dalam judul, TERJERAT CINTA SANG PEWARIS, ini adalah, putra-putra dari Damaresh, Edgard, Anthony dan Rafasya. Berikut penjelasannya:
Damaresh William menikah dengan Aura Aneshka, dan memiliki anak, Rafaresh Emerald William (Erald)
putra kedua mereka, Althair Askara William (Askara)
Edgard William menikah dengan Nola, dan punya anak, Ziko Elvano William (Elvan)
Anthony William menikah dengan Vriska, dan punya dua orang anak perempuan. Angela dan Annethya.
Rafasya Aditya Zaidan menikah dengan Quinsha Daneen, dan punya anak, Arasya Davanka William.
Dan ada dua lagi tokoh yang tak kalah penting dalam Judul, CINTAKU TERHALANG TAHTAMU, yaitu Kaivan sahabat sekaligus executive asistan Damaresh. Serta Stefan, pengawal bayangan sekaligus intel Damaresh yang setianya tiada tandingan. Nah, Kedua tokoh ini juga memilik anak laki-laki yang ikut menjadi tokoh tak kalah penting dalam judul TERJERAT CINTA SANG PEWARIS ini.
Kaivan menikah dengan Naila Anggara, punya anak bernama Devandra (Devan)
Stefan menikah dengan Clara, punya anak Ragasa (Ragas)
Ada yang bertanya, kenapa banyak sekali tokohnya?
Sebenarnya, tidak semua tokoh muda yang disebutkan itu, berperan secara praktis dalam kisah ini. Saya menghadirkan mereka sebagai pemberitahuan pada pembaca, bahwa ini generasi muda keturunan William. Tapi, tidak semua dari mereka punya peran penting dalam kisah TERJERAT CINTA SANG PEWARIS ini.
Di dalam kisah ini, Main characternya, tentu hanya tokoh utama dan pasangannya, serta tokoh pendamping dan pasangannya. (Karena kalau terlalu banyak pemeran, saya juga bakal bingung nulisnya, apalagi yang baca. Ha..ha..ha..)
Hanya saja, di beberapa tempat, peran mereka semua akan tetap ada walau hanya sekali nongol, atau peran yang sangat kecil.
Baiklah, saya harap penjelasan saya kali ini lebih mudah dimengerti dan dipahami ya.
Jadi, mari kita fokus lagi pada kisah, tuan muda Erald, tuan muda Elvan, serta Aruna Syifabela.
Juga Devandra, Annethya, dan Ragasa.
Lanjut Episode berikutnya. Bab 11
******
Lelah mencari Aruna yang tak bisa ditemui--setelah dipanggil dekan tadi pagi, Prisil terdampar di tempat ini. Kantin. Untuknya mengisi daya.
Ralat, restoran. Ya, kantin di kampus ini memang lebih pantas disebut restoran, dinilai dari bangunannya, furniturnya, dan lain sebagainya. Dan ini tidak seberapa, bila dibandingkan kantin khusus para penguasa, yang sudah menyerupai restoran bintang lima saja, berikut menu yang disajikan di sana.
Sudahlah. Bercerita tentang fasilitas mewah keluarga William Pramudya, tak akan pernah ada habisnya. Dan penulis juga tak cukup banyak menguasai kosakata untuk menggambarkan keindahan Arsitektur kampus putih Pramudya, berikut bangunan penyerta, seperti Restoran kantin ini misalnya.
Anggap saja begitu. Kantin Restoran. Terlalu mengada-ada sih sebenarnya.
Prisil kini memilih pesan makanan untuk mengobati nyanyian sumbang dalam perutnya yang terus berdendang. Namun, setiap rencananya menjadi berantakan, saat pandangannya menangkap adanya penampakan. Penampakan sosok mahluk tampan yang tak biasanya bertandang.
Prisil justru memilih duduk kembali, mengabaikan cacing di perutnya yang tak hanya menyanyi, tapi sepertinya juga mulai menari. "Ada apa nih, tak biasanya tuan muda Elvan makan di sini," monolognya dengan suara lirih. "Pantas, suasananya jadi beda, rupanya karena ini," lanjutnya lagi. Masih betah bicara sendiri.
Sibuk mengamati, sibuk bicara sendiri. Sesaat Prisil bak hilang kendali, lupa untuk mengedipkan sepasang matanya kanan dan kiri. Hingga rasa lapar kian menggerogoti, prisil pun sadar diri. Tapi lagi-lagi rencananya harus kembali terhenti. Dan kali ini karena hal apa lagi?
Rafaresh Emerald William memasuki kantin itu juga. Tatapannya lurus saja dengan menulikan telinga. Karena bisik-bisik kekaguman dan memuja sudah jelas membahana. Para pengunjung kantin saat ini seakan mendapat anugerah luar biasa. Bukan hanya dimanjakan dengan ketampanan wajah Elvan, kini di tambah lagi dengan kerupawanan wajah Erald.
"Harus di sini?" Tanya Erald datar, bersamaan dengan mendaratkan tubuh proporsionalnya di kursi depan Elvan.
"Aku ingin di sini," sahut Elvan tanpa beban dan kembali menyantap makanan yang sedari tadi terhidang.
Elvan mengundang Erald untuk menemuinya di suatu tempat karena suatu kepentingan. Dan di sinilah tempat yang dipilih Elvan. Ia seakan melupakan kebiasaan saudaranya yang tidak suka keramaian.
"Mau bicara apa?" Erald langsung bertanya. Tentu saja karena ia tak ingin berlama-lama di sana.
"Aku sudah pesan makanan untukmu, Erald." Elvan segera bertepuk jari. Dan dalam hitungan detik dua orang mahasiswi cantik menghampiri. Membawa nampan yang berisi makanan dan minuman dengan tampilan menarik hati.
"Jangan bilang lagi puasa! Sekarang bukan bulan Ramadhan," kata Elvan dengan tatapan mengintimidasi, Mana kala dilihatnya Erald hanya menatap hidangan itu datar.
Tuan muda rupawan itu mendesah singkat, menahan kesal akan sikap saudaranya yang sok memerintah. Dan pada akhirnya, Erald memilih malas berdebat. Dengan menuruti kemauan Elvan untuk ikut bersantap.
"Lagi makan saja, tampannya tetap memikat," monolog Prisil yang tak berhenti melepas tatap. Dia harus mengalah pada rasa lapar yang menjerat, karena tak rela ketinggalan momen menikmati ketampanan dua orang pemuda Aristokrat. "Coba Aruna ada di sini. Dia bisa memberi penjelasan pada tuan muda Erald terkait peristiwa tadi." Prisil jadi tersentak, dengan pemikiran yang tiba-tiba mencuat.
Gadis itu Segera meraih ponselnya dan mulai mencari kontak Aruna. Namun, saat panggilan terhubung hanya nada tut..tut..yang memenuhi ruang dengarnya. Dicoba berkali-kali tetap saja sama. "Bukan rejekinya Aruna paling ya," keluh Prisil dengan raut kecewa.
Tapi secara bersamaan ia juga merasakan kekawatiran. Gerangan apa yang terjadi pada Aruna setelah dipanggil Dekan. Kenapa kini gadis hijab itu seakan menghilang. Apa sudah terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Konsentrasi Prisil jadi terpecah, antara mengkawatirkan Aruna, mengatasi rasa laparnya, dan memuaskan hasrat mata menatap duo pesona indah yang berada tak seberapa jauh di depan sana. Dan ternyata hal yang ketiga, kini lebih menjadi prioritasnya. Dasar Prisil.
Sementara dua pemuda di depan sana terlihat mulai berbincang setelah sama-sama menuntaskan makanannya.
"Penyelidikanmu sudah sampai mana?" Tanya Elvan.
"Masih sama."
"Aku sepertinya ingin mundur saja."
Erald hanya diam tak menanggapi. Tatapannya hanya berlabuh pada Elvan tanpa ada ucapan yang mengiringi.
"Aku serius, Erald." Elvan meminta perhatian lebih dari saudaranya yang hanya diam tak menyahuti. Tapi,
"Apa tujuanmu memintaku kesini? Bukan untuk membahas hal ini 'kan?" Sergah Erald dengan tatapan tajam.
Elvan tergelak, ia lalu merubah posisi duduknya kian santai. Ujung jarinya memutar-mutar gelas minuman yang isinya telah tandas. Ia hampir lupa kalau Erald sangat pandai membaca situasi. Entah kelebihannya ini siapa yang mengajari. Seberapa serius Elvan mengajaknya pada satu obrolan, jika bukan itu tujuan yang sebenarnya, Erald dengan mudah mengetahui.
"Hanya ingin makan berdua denganmu, apa salah?"
"Ckk." Erald berdecak, karena alasan Elvan kian tak masuk akal menurutnya. Mereka hampir selalu makan bersama, dalam satu meja. Dari mulai sarapan pagi, sampai makan malam. Memang tak hanya berdua, karena seringnya ada Damaresh dan Aura, juga Askara. "Kau hanya membuang waktuku, Elvan." Pemuda tampan itu bangkit meninggalkan kursinya begitu saja.
Erald tak tahu saja kalau saudaranya itu sedang mengatur sebuah strategi. Buah dari kesepakatannya dengan seorang gadis hijab yang menarik hati. Tapi dimana gadis itu saat ini.
Elvan segera bangkit mengikuti setelah melambaikan tangan pada seseorang yang bertugas membayar semua makanannya.
Kepergian keduanya dari kantin tersebut menimbulkan decak kecewa pada sebagian orang, termasuk Prisil. "Belum puas juga mataku ini, mereka sudah pergi. Kenapa gak berlama-lama aja di sini, pesan makan lagi kek, atau apa lah. Hitung-hitung sedekah pada kami, kaum duafa yang haus akan pemandangan indah." Prisil tergelak di ujung pemikirannya sendiri.
Tiba-tiba, sesuatu yang terasa tak enak menyerangnya dengan kuat. "Astaga, laper banget. Aku harus pesan makanan." Gadis itu bergegas, tersadar dari pengaruh hipnotis kegantengan dua orang tuan muda dalam sekejap. Saat ia membawa makanan dan hendak duduk di mejanya kembali. "Aruna."
Gadis hijab yang tengah dicarinya telah berdiri tak jauh di belakangnya. Tepat di samping meja bekas tempat duduk kedua orang tuan muda.
"Dari mana saja? Aku sudah mencarimu kemana-mana. Kau baik-baik saja 'kan?"
Aruna hanya mengangguk singkat sambil mendudukkan tubuhnya di kursi itu. "Barusan tuan muda Erald duduk di sini," terang Prisil.
Aruna terdongak menatapnya. "Di sini. Di kursi ini," lanjut Prisil.
Sedangkan di luar kantin itu sendiri, dua orang tuan muda yang baru keluar dari sana, Kini mereka berjalan beriringan tapi dalam jarak yang tak terlalu berdekatan. "Mama, minta kita pulang lebih cepat." Suara Elvan memecah keheningan.
Erald mengangguk, tanpa ada bantahan. Bila sudah mengenai sang ibunda cantik berhijab yang selalu anggun itu, keduanya selalu no debat. "Mungin ada yang ingin mama sampaikan pada kita." Masih suara Elvan saja yang terdengar. "Semoga bukan tentang calon jodohmu," lanjutnya lagi dengan sekali lirikan pada Erald.
Erald tiba-tiba menghentikan langkah dan menatap Elvan dengan tatapan datar. "Berhenti membebankan semuanya padaku!"
"Kau yang memang lebih pantas," sahut Elvan.
"Bukan tentang siapa yang lebih pantas. Tapi siapa yang telah ditentukan," sanggah Erald cepat.
"Dan tak ada yang tau, pada siapa ketentuannya itu berpihak." Elvan menatap tak mau kalah.
"Dan belum tentu juga salah satu di antara kita." Erald kembali meneruskan langkah. Setelah kalimatnya itu cukup membuat Elvan mengerutkan keningnya dan menghentikan langkah secara mendadak. Tiba-tiba saja ...
"Tuan muda Elvan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
NA_SaRi
fusing baca yg di atas, tp aku setuju fokus sm yg tiga ini aja
2022-11-29
1
candra rahma
makasih kak penjelasannya😁😁😁jd tau kan asal usul tuan muda the ganks😀😀
2022-08-18
1
Piet Mayong
pembaca baru hasil rekomen jd masih nyimak...
2022-08-18
1