Hanya sepuluh menit, Aruna berada dalam ruangan dekan, kini ia sudah keluar dengan kepala tertunduk dalam, dan helaan napas berat yang seringkali terdengar. Sebenarnya waktu sepuluh menit itu terlalu panjang, karena sang dekan hanya butuh satu menit untuk menyampaikan kepentingannya pada Aruna. Kepentingan apa? Tentu saja hal yang memang sudah bisa dipastikan bersama.
9 menit sesudahnya, digunakan oleh Aruna untuk membela diri, mengemukakan apa alasannya hingga bertindak sekonyol ini. Meskipun ia tahu, akan sia-sia saja, karena sang Dekan sudah bergeming dengan keputusannya. Tapi, setidaknya, Aruna sudah berusaha. Berusaha dalam kamus hidup Aruna adalah wajib hukumnya, di samping berserah dan berdoa.
Kini, sudah tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Mulai besok, kampus putih Pramudya ini harus ia tinggalkan. Miris sekali bukan ... Mr Wiyoko--sang dekan--hanya memberinya waktu beberapa jam kedepan, hingga usai jam perkuliahan, untuk Aruna meminta tuan muda Erald merubah keputusan. Tapi entah dengan cara apa dan bagaimana, sang pemberi saran juga ragu kalau ini akan membuahkan hasil yang signifikan.
Tapi dalam sesaat kepalanya terdongak, ketika terbersit dalam dirinya, nun jauh di kedalaman jiwan, akan secercah harapan. Berharap bisa mendapatkan pertolongan. Dari Sang Pemilik Kekuasaan Tunggal.
Siapa?
Rafaresh Emerald William?
Bukan.
Mungkin tuan muda Erald berkuasa di kampus ini, titahnya sangat dijunjung tinggi. Dan Aruna sudah menjadi korbannya kini. Ia harus hengkang, hanya dengan jentikan jari. Jari telunjuk tuan muda Erald yang sedang beraksi.
Tapi bagi Aruna, ada kekuasaan yang tak tertandingi. Lebih tinggi dari berkuasanya Erald pada kampus ini. Kepada-Nya kini, Aruna menumpukan harapan hati. Semoga ada jalan yang dapat menyelamatkan diri.
Allahu Rabbi ...
Desah haru mengadu, menyebut nama agung pemangku segala kuasa itu, nan tertanam kuat dalam kalbu. dalam hitungan langkah yang kesekian, mungkin tak sampai seribu, terlihat di hadapannya kini sepasang kaki berbalut sepatu.
Aruna terdongak, seiring langkah yang terhenti. Seraut wajah tampan dengan tubuh gagah berbalut jas warna hitam, berdiri di depannya, hanya dalam jarak hitungan langkah saja.
"Ee." Aruna tercekat, menyadari adanya sosok itu.
"Aruna?!"
"I-iya."
"Ikut ke ruangan saya!"
Tanpa menunggu jawaban Aruna, dosen yang sejak awal kedatangannya langsung menjadi sosok idola itu segera berbalik arah. Sementara Aruna masih harus menelan saliva dan mengatur pernapasannya sebelum mengayun langkah, mengikuti Prof Hendry yang sudah cukup jauh di depannya.
🌻🌻🌻
Ruangan ini sangat luas dan indah. Sebenarnya tak perlu dibahas lagi keindahannya. Karena setiap ruang di Kampus ini sarat akan keindahan dan kemegahannya tersendiri. Awal menjejakkan kaki di sini, Aruna bahkan sampai bergidik sendiri, melihat arsitektur bangunan yang sangat memanjakan hati.
Kenapa disebut memanjakan hati, dan bukan memanjakan mata. Karena setiap yang indah dipandang mata, selalu berkesan di dalam hati, membuat pahatan tersendiri. Dan tak terlupa, meski waktu telah melampaui.
Kembali pada Aruna Syifabella.
Gadis ayu berhijab itu tak berani mengangkat pandangan, meski ia sadar kalau wajahnya kini menjadi sasaran pandang, dari sepasang netra Hendri yang setajam elang.
"Apa masalahmu?" Sepersekian detik kemudian, dosen tampan itu menyuarakan pertanyaan. Sebuah pertanyaan yang kesannya ambigu. Tapi gadis itu paham ke arah mana pertanyaan itu.
Aruna menghela napasnya sejenak sebelum menjawab. "Saya menyelamatkan seseorang dengan cara yang salah. Jika ini yang dianggap masalah."
Jawaban tak biasa, untuk seseorang di usia Aruna. Dan ini justru membuat Hendry merasa suka. Suka akan jawaban itu, tentunya. Bahkan dari jawaban ini, ia langsung setuju pada ucapan Mr Wiyoko, Dekan fakultas itu yang menyebutkan beberapa kemampuan akademik Aruna, meski baru satu bulan di sana.
Sebuah keajaiban yang dipinta Aruna, memang telah disiapkan ssbelum gadis itu memintanya. Wiyoko, menghubungi Hendry, dua menit setelah Aruna pergi. Dekan fakultas itu sangat menyayangkan jika salah satu mahasiswinya yang cerdas itu harus hengkan, hanya karena permasalahan sekecil ini. Terlebih setelah ia tahu alasannya dari Aruna sendiri.
Tapi Wiyoko tak punya kekuatan untuk menarik kembali Aruna dengan tangannya. Karena kampus ini memang punya susunan kepengurusan sebagaimana lazimnya. Tapi, pada kenyataannya para tuan muda keluarga William yang lebih berkuasa di sana. Maka , Wiyoko berbicara kepada Hendry, dosen yang dianggap paling dekat dengan para penguasa di kampus ini.
Dan Hendry bergegas cepat, menuju ke ruangan sang Dekan Fakultas. Tapi di jalan, ia justru bertemu Aruna, Mahasiswi yang memang ingin ditemuinya.
"Aku tak menjanjikan untuk bisa menolongmu. Karena kau pasti tau, di sini, tuan muda Erald adalah penguasa nomer satu." Hendry sejenak menghentikan kalimatnya untuk menangkap Ekspresi Aruna. Dan sesuai dugaan, gadis itu tetap terlihat tenang, maka Hendry segera melanjutkan ucapan.
"Tapi jika kau mau bercerita padaku, aku mungkin bisa memberi sedikit saran untukmu." Karena biasanya, seseorang akan cenderung bungkam ketika berurusan dengan penguasa, dan menerima begitu saja segala keputusan mereka, meski dalam hati sangat tidak terima.
Apalagi dalam masalah Aruna ini, diwarnai dengan bumbu hasrat anak muda pada lawan jenisnya, itu yang membuat Hendry memilih kalimat ini untuk diucapkannya.
"Ini bukan sebuah afeksi ketertarikan atau karena tak mampu menahan hasrat, Prof," ucap Aruna dengan cepat, bahkan lebih cepat dari perhitungan Hendry untuk gadis itu memberi jawab.
Dan ucapan dari Aruna ini membuat Hendry tersenyum penuh arti.
"Lalu?"
"Misi menyelamatkan seseorang dari peraturan gak benar yang diklaim dapat perlindungan dari penguasa ... Boleh saya ceritakan secara detail?" Tanya gadis itu, mana kala dilihatnya Hendry membuat kerutan di keningnya sambil menatap Aruna.
"Itu yang aku tunggu, Aruna."
Aruna sangat sadar maksud ucapan Hendry. Bahwa dengan bercerita padanya, ia tak menjanjikan akan membantu apa-apa. Tapi hanya sekadar memberi saran saja. Saran? Tidakkah itu terkesan terlalu biasa. Tapi dari sana Aruna sadar, kalau keputusan Erald sudah final. Bahkan semua elemen dalam kampus ini, sudah tak bisa merubahnya lagi.
Akan tetapi Hendry, dia punya kedekatan tersendiri dengan para Tuan muda Pramudya. Dia pasti tahu sesuatu tentang tuan muda Erald yang tak diketahui oleh orang lainnya. Maka saran dari Hendry adalah sebentuk jalan keluar sebenarnya. Tapi, semua itu terluput dari perhatian Aruna.
Jika kini ia dengan menggebu-gebu menceritakan duduk persoalan yang sebenarnya, itu semata-mata agar tak ada kesalahpahaman atas tindakan di atas Normal yang telah dilakukannya pada Tuan muda Erald.
Tak pernah menyangka, kalau akibat dari perbuatannya malah lebih panjang dari gerbong kereta. Aruna ingin menyesalinya, bahkan rasa sesal itu telah membelit jiwanya. Tapi, kemudian, rasa sesal itu terkikis ketika mengingat, bahwa ia sudah berhasil menyelamatkan harga diri Wina dari kekejaman seorang Meisya. Ya, walaupun dengan itu, ia harus menurunkan harga dirinya sendiri juga.
Inikah kebenaran? Seharusnya untuk menegakkan sebuah kebenaran itu, harus dilakukan dengan cara yang benar pula.
Ahh. Aruna kembali terkapar dalam penyesalan.
Dan cerita tentang awal mula kejadian itu pun bergulir dari Aruna, yang didengarkan oleh Hendry dengan seksama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Fitri
Assalamualaikum... saya suka cerita mbak najwa ini, ini yg k 3 x nya saya baca.. kangen si keluarga besar Pramudya, apalagi Erald nya sedingin kutub utara... he.. he.
2024-07-22
0
NA_SaRi
saya juga fansnya anda prof
2022-11-26
0
Nofi Kahza
bener bangettt🥰
2022-11-09
0