"Tuan muda Erald itu beda dengan tuan muda Elvan." Sepertinya Prisil mulai menjelaskan maksud dari ucapannya. Tapi ia memilih kalimat yang justru membuat Aruna berdecak. Yang mengatakan tuan muda Erald dan tuan muda Elvan itu sama, siapa? Aruna juga tau kalau mereka dua orang yang berbeda. Walau Aruna hanya satu kali saja bertemu dengan Elvan, dan juga satu kali bertemu Erald, dengan pertemuan yang ... Aruna menghempaskan napasnya kasar.
Penyesalan menggerogoti jiwanya yang terdalam.
"Maksudku perbedaan mereka dari segi sifat dan karakter." Seperti dapat membaca pikiran Aruna, Prisil segera meralat ucapannya. "Tuan Muda Elvan, masih cukup care dan terkadang meladeni juga para pemujanya, ya, walau sampai saat ini belum ada yang berstatus sebagai pacarnya. Tapi, dia masih membaur dengan mahasiswa yang lain, berteman dan ... sebagaimana wajarnya seorang mahasiswa. Ya, walau gak wajar-wajar amat sih." Keterangan Prisil ini membuat Aruna mengerutkan kening, berpikir.
Prisil sendiri juga mengakhiri ucapannya dengan tergelak. "Publick Spaeaking ku jellek," ujarnya.
"Kalau tuan muda Erald, dia gak berteman. Datang untuk mengikuti kelas, sendiri dengan dunianya, dan ... gak segan-segan menendang siapa yang mengusik ketenangannya. Ya, di bagian ini hampir sama sih dengan tuan muda Elvan. He..he.." Merasa tak dapat menghadirkan keterangan secara utuh yang mungkin dapat dipahami oleh Aruna, Prisil kembali terkekeh sendiri.
"Intinya, tuan muda Erald tak akan membiarkan apa yang telah kau lakukan padanya. Kalau tuan muda Elvan sih, mungkin akan menikmatinya saja," lanjut Prisil. Sebenarnya kalimat ini yang ingin ia sampaikan dari tadi.
Aruna mengangguk paham. Ia sadar, pasti selalu ada akibat dari setiap perbuatan.
Apalagi perbuatannya barusan. Awalnya ia berharap dengan minta maaf dan menjelaskan, semuanya akan bisa selesai. Tapi, menilik dari keterangan Prisil tentang bagaimana sosok seorang Rafaresh Emerald William, Aruna kini merasa, apa yang akan dihadapinya ke depan, tak akan semudah yang ia pikirkan.
"Aruna, aku ucapin terima kasih." Tiba-tiba Wina datang ke tempat itu, dan langsung mengucapkan kata terima kasih tanpa perlu basa basi dulu. "Lain kali jangan libatkan diri dengan Meisya, apapun tindakan gilanya yang kau lihat. Itu, jika kau masih ingin lanjut jadi mahasiswi di sini," lanjut gadis berambut ekor kuda itu.
"Maksudmu apa? Gak niat ngucapin terima kasih, ya sudah. Gak perlu nakut-nakutin kayak gitu," damprat Prisil yang kesal berkali-kali lipat dengan ucapan Wina ini.
"Aku berterima kasih. Sungguh. Aruna udah nyelametin harga diriku. Tapi aku gak bisa nutupin fakta yang mungkin akan terjadi pada Aruna, atas tindakannya barusan. Dan ini, kemungkinan terburuknya," urai Wina. "Dia bisa dikeluarkan dari kampus," lanjutnya dengan suara pelan.
Aruna dan Prisil jadi saling pandang.
"Meisya itu gak suka diusik, gak suka kalau keinginannya ditentang. Dan dia selalu dapat dukungan dari nona Aneth. Dia nyuruh Aruna nyium tuan muda Erald, sebenarnya bukan untuk nyelametin aku, tapi untuk mendepak Aruna yang udah berani ngelawan dia."
Wina membeberkan hal yang sebenarnya.
"Hello, jangan ingkari kenyataan ya Win, karena Aruna lu selamat dari niat gilanya Meisya." Lagi-lagi Prisil mendamprat. Sementara Aruna masih diam. Ia baru tersadar, kalau banyak hal yang belum diketahui tentang kampus ini terutama para penghuninya.
"Iya, aku akui. Tapi begitu cara kerja Meisya. Sakit." Wina bergidik.
"Kalian satu geng," cebik Prisil. Terdengar lucu baginya, ketika Wina mengumpat tentang Meisya, padahal dirinya berada di lingkaran yang sama. Wina ikut bergabung dengan gengnya Meisya yang mentahbiskan sebagai mahasiswi paling populer di kampus
"Aku ikut gabung di grup dia, hanya ingin cari aman. Tau sendiri 'kan, peraturan tak kasat mata di sini, kalau ingin aman, ya harus dekat dengan penguasa. Orang seperti aku gak mungkin bisa dekat dengan nona Aneth. Ya setidaknya dengan kaki tangannya, si Meisya itu," urai Wina.
Baik Aruna maupun Prisil kini sama-sama terdiam. Itu memang fakta tentang kampus megah ini, fakta yang tak bisa diabaikan begitu saja. Dan memang, mayoritas mahasiswa/i di kampus ini, punya backing yang mumpuni. Baik latar belakang keluarganya yang terpandang atau yang punya koneksi kuat dengan keluarga William. Sehingga para mahasiswa yang dinilai bukan siapa-siapa, cenderung mendapatkan diskriminasi dalam pergaulan sehari-harinya. Hanya dalam lingkup pergaulan, tapi, kalau bidang akademik semua mendapat perlakuan yang sama.
"Kalau kalian satu genk, kenapa Meisya memperlakukan kamu seperti itu?" Tanya Aruna kemudian.
"Karena aku ketahuan membuat puisi untuk tuan muda Erald," sahut Wina jujur.
Prisil yang awalnya sempat melongo dengan pengakuan Wina, segera berkata,
"Barisan pemuja tuan muda Erald juga?" Prisil menyipitkan mata menatap Wina. Bibirnya dibuat maju sedikit, membuat gerakan mencebik.
"Emang kamu, gak?" Sambar Wina. Prisil hanya menunjukkan cengiran lebar.
Ah. Siapa sih yang gak terpesona dengan kerupawanan rupa tuan muda Erald.
"Apa yang salah kalau kamu buat puisi, itu kan bagian dari kreatifitas," tukas Aruna dengan raut wajah tak mengerti.
Ia lebih menanggapi hal ini dari sisi yang berbeda.
"Kamu waras, makanya berpikir demikian. Tapi Meisya, tidak. Dia pecinta tuan muda Erald garis keras. Baginya, gak boleh ada yang menyukai tuan muda selain dia," sahut Wina.
"Sakit." Prisil dan Aruna berucap bersamaan sambil bergidik.
"Meisya pasti takut kalau puisiku akan kuberikan pada tuan muda Erald. Padahal siapa juga yang berani. Aku hanya sekedar mengagumi dalam diam, dan menumpahkannya dalam sebentuk tulisan, masa salah? Tapi, itu salah bagi Meisya," sungut Wina dengan raut kesal.
"Pasti puisimu sangat bagus, makanya Meisya kawatir, tuan muda Erald akan tertarik dengan puisimu," kata Prisil.
Wina mengangguk dengan bangga tersisip senyum juga. "Fakta, kalau seseorang yang introvert seperti tuan muda Erald, dia pasti suka seni. Dan puisi adalah bagian dari seni. Sedangkan Meisya gak bisa bikin puisi. Jangankan bikin puisi, ngerjakan tugas kuliahnya aja dia bayar," urai Wina dengan semangat sekali. Prisil dan Aruna sempat saling tatap dengan hal ini.
Padahal itu sudah jadi rahasia umum, tentang Meisya yang sangat cantik. Namun, sebenarnya otaknya hanya di bawah rata-rata. Tapi, siapa yang berani membahasnya. Tingkah Meisya di kampus sudah bak ratu. Bahkan melebihi nona Anneth sendiri. Herannya, Annethya seakan selalu membenarkan tindak tanduk gadis itu. Dan sejauh ini belum ada yang berani mengusiknya. Barulah Aruna, orang yang pertama.
"Aruna Syifabella ya." Tiba-tiba saja hadir seorang senior yang langsung memanggil Aruna.
"Iya, Kak." Gadis berhijab itu berdiri tegak, siap menerima titah.
"Dipanggil ke ruangan dekan sekarang." Usai menyampaikan hal demikian, si penyampai pesan segera berbalik badan.
Prisil dan Wina langsung bertukar pandang, dengan perasaan tegang. Sedang Aruna hanya bisa tertunduk dalam.
Seperti yang sudah dapat diduga, hal ini pasti berkaitan dengan tindakannnya pada tuan muda Erald. Putra Damaresh William itu benar-benar menunjukkan taringnya yang tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
NA_SaRi
Tergila-gila, tererald-erald
2022-11-26
0
NA_SaRi
Baru bisa lanjut lg
2022-11-26
0
Yeni Eka
mau diapain nih si Aruna, semoga nggak dibales cium ya. Belum halal
2022-11-06
1