"Pertukaran mahasiswa," tuan muda Erald berucap lirih.
"Iya," sahut Devan singkat.
"Mulai kapan kampus ini mengadakan program pertukaran mahasiswa?"
"Mulai tahun kemarin," sahut Elvan. Ia segera mengambil alih memberi jawaban, karena tatapan Erald sudah mengarah kepadanya.
"Keputusan ini sudah sesuai prosedur, dan disetujui semua pihak. Saat itu kau sedang ada di luar negeri, Erald," terang Elvan lagi.
Erald hanya mengangguk singkat.
Di antara sekian Universitas yang dimiliki oleh keluarga William Pramudya, kampus puth ini yang paling khusus dan istimewa. Karena di sini tempat anak-anak Pramudya menjalankan pendidikannya. Mereka semua diwajibkan menempuh pendidikan minimal 2 tahun di kampus ini, sebelum berpindah pada Universitas lain yang diminati, baik di dalam, ataupun luar negeri.
Kampus putih ini memiliki sruktural sebagaimana Universitas pada umumnya. Namun, pada perjalanannya, keputusan tuan muda Erald dan tuan muda Elvan yang lebih dipatuhi di sini dari pada kepala Universitasnya sendiri. Bisa dikata, kalau tuan muda Erald dan tuan muda Elvan adalah penguasa di kampus ini. Itulah perbedaan yang sangat mendasar di sini, dengan kampus yang lainnya.
"Nunggu perintah lebih lanjut," ujar Devandra lagi, menyambung laporan singkat yang telah disampaikan.
"Masih perlu kutegaskan?" Jawaban Erald berupa sebentuk pertanyaan yang mengandung sindiran tajam.
"Mungkin ada hal lain." Devan tentu saja membela diri dengan ucapan ini. Karena sepanjang sejarah hidupnya, ia tak pernah gagal tiap kali menjalankan tugas dari tuan muda pertama keluarga William ini. Ya, walaupun semua keberhasilannya itu tak lepas dari peran serta Ragas yang selalu berhasil memuluskan langkahnya.
Ragasa putra Stefan. Ada yang tahu bagaimana Stefan? Bagaimana sepak terjangnya sebagai detektif Damaresh William yang anti gagal. Serta mempersembahkan kesetiaan selama hayat di kandung badan kepada sang majikan. Ragas, putranya. Ia mewarisi jiwa detektif handal sang ayah. Hanya bedanya, jika Stefan tampil sebagai pribadi yang tak banyak bicara, tak banyak bergaul, Ragas justru kebalikannya.
Ragasa type cuek dan apa adanya. Cukup humble, walau pada kenyataannya ia hanya berteman akrab dengan semua tuan muda klan William saja. Dan game, menjadi pacar sejatinya sejak kecil. Tapi, walaupun begitu, jangan ragukan jiwa detektifnya. Setiap perintah yang diterima oleh Devan dari Erald atau pun Elvan, Ragas lah yang bertindak sebagai pelaksana lapangan. Dan pada akhirnya ia hanya memilih acuh saja jika sudah di bagian eksekusi. Cara kerja Ragas ini, oleh yang lain, memang sudah dimaklumi.
Maka bagaimana pun tak bisa dinafikan, bahwa ragas dan Devan adalah bagian dari tuan muda keluarga William. Meski dalam tubuh mereka tidak mengalir darah William Pramudya. Namun, keberadaan mereka adalah pelengkap formasi para tuan muda keluarga terkaya seantero Indonesia Raya.
"Ada yang lebih patut, untuk dijadikan sanksi atas tindakan amoral itu?" Erald menekankan ucapannya. Tampak atmosfer kemarahan masih sangat pekat di wajahnya. Pun di kedua mata. Pertama kalinya dalam sejarah juga, ada seorang gadis yang tindakannya membuat Erald langsung merasa ingin muntah.
"Baik." Devan langsung paham, dan siap menjalankan keputusan.
"Tunggu! Ini ada apa sih? Siapa Aruna Syifabella itu?" Tanya Aneth yang sudah menyimpan rasa penasaran sejak tadi.
Tak ada yang memberikan jawaban. Erald hanya diam, Elvan hanya menggeleng ringan. Aneth jadi menghempaskan napas kasar melihat reaksi dua orang sepupunya yang sama-sama tampan.
"Ragas, bisa kasih tau, gak?" Aneth segera melayangkan pertanyaan pada Ragasa yang terlewat santai. Pemuda itu tetap tak terusik dari layar gawainya. Seakan benda pipih di tangannya adalah primadona dalam hidupnya.
"Gak tau," jawab Ragas yang malah membuat Aneth kian dihempas rasa penasaran.
"Kok bisa gak tau sih, kau, 'kan intelnya Kak Erald," sembur Aneth.
"Tanya tuh calon suamimu!" Ragas mengedikkan bahunya ke arah Devan. Kalau sudah hal ini yang disebut, Aneth langsung diam, setelah sesaat beradu pandang dengan Devandra, yang terkesan tak punya niat untuk menjelaskan apa-apa.
"Sudah, anak kecil, tak perlu ikut-ikutan urusannya orang dewasa." Elvan mencolek pundak Aneth dengan ujung jarinya.
"Selalu bilang anak kecil, aku hanya lebih muda dua setahun darimu, Kak. Bahkan aku juga sudah dijodohkan," gerutu Aneth dengan sepasang bibir yang agak dimajukan ke depan.
Elvan hanya tertawa renyah dan membawa tubuh jangkungnya itu bangkit dari peraduan. "Aku ikut." Aneth segera mengekori di belakang.
"Nyerah, untuk mengorek keterangan dari mereka?"
"Nyerah aja. Karena pasti gak guna," sahut Anneth dengan nada dibanting.
"Siap-siap, Bro. Calon istrimu akan menginterogasimu nanti," ucap Ragas sepeninggal Elvan dan Anneth.
🌻🌻
Lama amat sih," gerutu Prisil. Tak jelas berapa banyak menit yang ia lewati untuk menunggu Aruna di dalam toilet itu. Prisil bahkan sampai menyangka, Aruna sedang menguras bak mandi di dalam sana.
Aruna tak menjawab, ia hanya memilih duduk sambil mengusap titik-titik air di wajahnya dengan ujung jari. Aruna masih tak bisa mendefinisikan perasaannya saat ini, ketika semua rasa datang secara silih berganti. Antara lega, sudah berhasil menyelamatkan Wina dari kekejaman Meisya. Sekaligus kesal dan malu yang menghantam secara bersamaan dalam kalbu.
"Runa, kau apakan bibirmu sampai berdarah gitu?"
Aruna hanya menggeleng kecil, berusaha melupakan rasa perih pada kedua bibirnya, yang digosok keras dengan air, untuk menghilangkan bekas kecupan laknat yang ia lakukan pada tuan muda Erald barusan.
Prisil tergelak. "Tega amat kau melukai bibirmu sendiri. Aku liat tadi bibir kalian hanya bertemu sekilas, kau sampai melukainya untuk menghapus jejak." Prisil masih menuntaskan tawa sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Yang lain pasti berharap ada di posisimu saat ini. Tapi tak ada yang berani."
"Maksudnya?"
"Bisa mencicipi manisnya bibir tuan muda Erald, ya walau cuma sekilas seperti yang kau lakukan barusan."
Aruna membuang pandangan, terkesan tak suka jika tindakannya barusan jadi pembahasan. Tapi Prisil tak peduli, ia melanjutkan ucapannya sekedar memberitahukan Aruna sebuah fakta yang tidak diketahui gadis itu. Karna Aruna baru sebulan jadi mahasiswi di kampus ini. "Mereka yang bisa merasakan itu akan menjadikan hal ini sebagai prasasti abadi yang tak akan terlupakan sampai mati."
"Termasuk kamu?" Tebak Aruna.
"Bisa jadi." Prisil tertawa renyah.
"Seumur hidup. Ini perbuatan paling konyol yang pernah aku lakukan," sesal Aruna sambil menerawang. Setelah beberapa jenak kemudian.
"Perbuatan nekat, lebih tepatnya," imbuh Prisil.
"Ya." Aruna menunduk, aura penyesalan tak bisa ditepis dari wajahnya yang ayu.
"Nyesal ya? Wina selamat lho. Ini kan tujuanmu?"
"Iya." Kembali Aruna hanya menjawab singkat saja.
"Tapi, aku harus memberitahumu satu hal." Prisil menatap gadis berhijab di sampingnya itu dengan seksama. "Bahwa akibat dari perbuatanmu ini pasti akan panjang."
Aruna kini menatap Prisil dengan serius, menanti apa yang akan disampaikan oleh Prisil lebih lanjut. Dia memang tak sempat memikirkan akibatnya, ketika memutuskan untuk menyelamatkan Wina dengan cara yang menurutnya, cukup gila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
anita
bnyak tokoh n bnyak penggambaran keadaan mlh bingung bacanya.
2023-04-19
0
NA_SaRi
Dua setahun itu brpa ya mi?
2022-11-26
2
NA_SaRi
Koloninya Paboss ini ngegame
2022-11-26
0