Cinta Seorang Psycho
Briana yang sadar diri hanya dijadikan pembantu oleh Erlon berniat ingin mencari pekerjaan, karena selama ini Erlon tidak pernah memberikan uang untuk sekedar membeli keperluannya, sehingga hari ini ia memutuskan untuk keluar dari rumah itu hanya untuk mencari pekerjaan. "Pak, saya mau keluar sebentar. Ya, saya janji akan kembali sebelum Tuan Erlon pulang," kata Ana kepada security yang menjadi penjaga rumah mereka sejak dua bulan belakangan ini.
Tanpa rasa ragu security itu mengiyakan Ana. "Baik Non, hati-hati di jalan."
Ana merasa lega karena security itu tidak menanyakan kemana dirinya akan pergi, karena ia tidak perlu mencari alasan. "Iya, Pak. Kalu begitu saya pergi dulu."
Ana memang takut kepada Erlon tapi apa boleh buat, papanya yang sedang mendekam di penjara membuat dirinya harus memiliki banyak uang untuk menyewa pengacara terkenal supaya meringankan hukuman Darel. Meski itu terdengar sangat mustahil, karena ia tahu Darel tidak hanya memiliki kasus narkoba ada kasus lain yang lebih membuatnya harus mendekam di penjara lebih lama lagi.
Angin yang berhembus sepoi-sepoi mengiringi langkah Ana yang entah kemana arah tujuannya, cahaya matahari sudah berada di tengah-tengah langit yang biru menandakan hari sudah siang. Tetapi, Ana sama sekali belum bisa mendapatkan pekerjaan, sehingga langkah kakinya terhenti di sebuah cafe yang ada poster bertulisan sedang mencari karyawan baru siapa cepat dia yang dapat. Ketika senyum di bibir ranum Ana terukir, ia dengan cepat masuk ke dalam cafe itu. "Permisi, apa disini masih ada lowongan pekerjaan?" tanya Ana pada salah satu pelayan di cafe itu, yang ia lihat sedang bersih-bersih.
"Yah, Mbk telat. Tadi sudah ada yang ngisi di bagian dishwasher," kata pelayan wanita itu sambil mengelap meja.
"Apa tidak ada pekerjaan lain, misalnya bersih-bersih?" Ana bertanya lagi, ia pikir mungkin ada pekerjaan lain.
"Maaf Mbk, semua sudah ada," jawab pelayan itu ramah.
"Oh, kalau begitu saya permisi dulu." Ana berbalik ingin keluar dari cafe tapi, seorang laki-laki yang sepertinya adalah manajer di cafe itu memanggilnya.
"Tunggu, Briana Azalia," panggilnya.
Ana menoleh seakan tidak percaya, ternyata temannya dulu di panti asuhan sinar jaya di luar negri kini terlihat sangat gagah dengan setelan jas. "Kak Bimo, apa kakak juga bekerja di sini?" tanya Ana tanpa tahu Bimo lah pemilik cafe.
Bimo adalah teman Ana sewaktu di panti asuhan, ternyata Bimo di bawa ke Indonesia oleh orang tua angkatnya. Ana bisa langsung mengenali wajah Bimo karena ia melihat tahi lalat Bimo di kedua pipi kiri dan kanan, ditambah mata Bimo yang sipit memakai kacamata.
"Bukan Mbk, kenalin ini menejer di cafe ini," celetus pelayan itu sambil berlalu pergi.
"Wah, kakak sekarang sudah sukses ya," kata Ana dengan antusias.
"Ah, ini hanya cafe kecil Ana. Kamu tadi mau melamar pekerjaan?" tanya Bimo.
Ana menunduk lesu. "Tadinya, tapi kata pelayan kakak, sudah gak ada lowongan di sini."
"Ada kok, kamu bisa nyanyi di cafe ini. Kebetulan penyanyi cafe yang biasanya di sini mengundurkan diri," kata Bimo berbohong, padahal dia sendiri yang telah memecat penyanyi tersebut.
"Tapi. Kan, suara Ana jelek kak," ucap Ana lirih.
"Suara kamu merdu Ana, jangan merendah begitu. Mari duduk kita bisa ngobrol-ngobrol dulu," ajak Bimo.
Ana duduk lalu menceritakan Bimo bagaimana bisa ia sampai di Indonesia, tapi ia tidak menceritakan kalau dirinya sudah menikah.
*
*
"Akhirnya bisa pulang." Ana saat ini sedang menunggu taksi di pinggir jalan. Namun, mobil sport berhenti di depan yang membuatnya menatap ke arah mobil itu. "Kak Bimo, maaf ya, tadi Ana gak sempat pamit," kata Ana jujur, karena tadi ia tidak melihat keberadaan Bimo di cafe.
"Gak apa-apa, ayo naik. Taksi biasanya jam segini jarang lewat."
Ana terlihat ragu untuk naik, karena ia takut Bimo mengetahui tempat tinggalnya.
"Ana tunggu taksi aja kak, takut nanti ngerepotin kakak."
"Ngerepotin bagaimana, ayo cepat nanti keburu hujan."
Ana menatap langit-langit yang tidak terlihat ada bintang dan bulan, menandakan mendung. Terpaksa ia naik, karena ia takut penyakitnya kambuh kalau sampai ia terkena air hujan disebabkan karena suhu tubuhnya yang rendah.
"Hm … tapi kak, kakak bisa kan, antar Ana jangan sampai depan rumah. Karena orang tua angkat Ana nanti bisa marah."
"Nanti biar kakak, yang akan mengatakan kepada kedua orang tua Ana." Bimo tidak tahu saja Ana sedang berbohong.
"Jangan kak, soalnya orang tua angkat Ana tidak suka melihat Ana bawa laki-laki ke rumah."
Bimo menyipitkan matanya sambil menatap Ana. "Baiklah, Ana." Mobil yang dikendarai Bimo menembus kegelapan malam, ia sengaja memperlambat laju mobilnya karena ia betah berlama-lama di dalam mobil berduaan dengan Ana.
Sedangkan Ana yang tau Bimo pelan sekali melajukan mobilnya, membuka suara, "Kak, bisa tidak percepat laju mobilnya, nanti Ana bisa terlambat untuk pulang." Ana sebenarnya takut pada Erlon, ia pikir Erlon sudah pulang dari kantor.
"Oke, adik manis Bimo," sahut Bimo.
Ana seketika teringat panggilan sayang Bimo pada dirinya Adik manis saat mereka masih di panti asuhan.
*
*
"Stop kak, Ana turun disini saja."
Bimo langsung menginjak pedal rem setelah mendengar Ana. "Rumah kamu dimana emangnya?"
"Disana kak," ucap Ana sambil menunjuk entah itu rumah siapa, karena rumah Erlon masih berjarak lima perumahan elit itu baru akan sampai.
"Rumah orang tuamu bagus. Ternyata orang yang mengadopsi mu bukan orang sembarangan Ana."
"Ana pergi dulu kak, sampai ketemu di cafe."
"Oke, sana jalan. Biar kakak bisa melihat Ana masuk."
Ana berjalan sambil beberapa kali berbalik, ia ingin memastikan bahwa Bimo sudah pergi atau belum hingga dirinya sampai di depan gerbang, Bimo masih saja betah melihatnya dari kejauhan. Ia melambaikan tangan sambil menyuruh Bimo untuk segera pulang, dan benar saja Bimo melaju sambil melambaikan tangannya juga.
"Huff, aku bisa bernapas lega. Untung saja pemilik rumah ini sedang pergi ke luar kota. Jadi aku bisa menunjuknya sebagai rumahku."
Baru saja Ana akan kembali berjalan suara klakson mobil yang sangat ia kenal terdengar sangat menyebalkan seperti si pemilik mobil.
"Woi, sudah kemana kau?" tanya Erlon yang masih di dalam mobil sambil mendengar musik. "Aish, sejak kapan aku peduli, sudahlah." Erlon kembali melajukan mobilnya tanpa menyuruh Ana untuk naik ke dalam mobilnya.
"Menyebalkan, tahan Ana ini hanya akan berlangsung satu tahun saja. Sekarang tinggal tujuh bulan lagi. Semangat untuk diriku sendiri."
Ana melangkahkan kakinya menuju gerbang yang menjulang tinggi, ia kemudian melihat Erlon masih didalam mobil. Kenapa Tuan Erlon belum masuk?
"Kau, cepat kesini!" teriak Erlon karena Ana hanya diam di depan gerbang.
"I-iya … Tuan." Ana berlari ia ingin memastikan kenapa Erlon memanggilnya. Sesampai di dekat mobil Erlon, Ana menatap Erlon. "Ada apa Tuan?"
"Ada apa, ada apa. Nih bawa pakaian kotor ku yang tadi aku bawa dari kantor."
Saat Ana melihat pakaian Erlon yang begitu banyak di dalam mobil, ia hanya bisa menghembuskan nafas. Karena ia tahu semua pakaian itu sudah ia cuci sebelumnya dan tidak pernah melihat Erlon menggunakanya. "Perasaan semua ini sudah saya cu–"
"Belum, lihat sendiri kotor begitu," sergah Erlon. Sambil tersenyum disaat melihat wajah Ana begitu kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Susi Susiyati
q mmpir disni kak yg sblh sdh abis,hrsnya ini dulu q mlh bc yg sblah duluan gegara terpesona sm erlan😄
2023-06-08
1
naumiiii🎈✨
Halo kak.... Saya mampir nih, dengan membawa sekuntum mawar untukmu🤗
2022-11-10
1
Nana Shin
helo nana shin baru mmpir nih, krena sibuk kejar kt 60k😃
2022-10-20
1