"Aku belum lulus SD ...." bahkan bagi Felix yang mengatakan sendiri merasa lucu masih saja mengkhawatirkan soal sekolahnya. Disaat sudah benar-benar bukan manusia biasa lagi. Tapi sebenarnya lebih tepatnya adalah mengkhawatirkan Tan, Teo dan Tom.
"Kita akan kembali semua bersama-sama nanti. Dengan Tan, Teo dan Tom saat sudah sadar. Jangan khawatir, aku akan mengatur semuanya itupun kalau kau menginginkan. Aku akan terus menghitung waktu dengan benar agar bisa kembali di waktu yang benar juga di Mundclariss." kata Cain tahu betul apa yang ada dipikiran Felix tanpa harus diberitahu.
Felix terdiam sebentar, "Kau juga kan ...."
"Ya, tentu saja!" sahut Cain tersenyum, " Wah ... anak-anak pasti akan heboh melihat kedatanganku ...." tiba-tiba Cain sudah berimajinasi.
"Jangan bermimpi, kau tidaklah seterkenal itu!" kata Felix agak sebal dengan Cain yang terus menerus membanggakan dirinya.
"Memang, tapi aku adalah tipe orang yang sangat dirindukan. Kau tidak sependapat?!" Cain dengan seringaiannya.
Felix tidak tahu harus merespon seperti apa, benar memang apa yang dikatakan Cain. Tapi rasanya menyebalkan saja mendengar itu langsung dari mulut Cain.
...****************...
"Jika di Mundclariss ... hal ini sangat jarang bisa dilihat." kata Cain berjalan sambil menarik gerobak berisi peralatan untuk menebang pohon, "Mana ada yang memperbaiki rumah malam-malam?! dan untuk menebang pohon kan bisa menggunakan pedang kita sendiri atau hanya menggunakan kekuatan sedikit saja, bisa membuat pohon dengan mudah bisa tumbang."
"Mundebris memang selalu malam ... Apa yang kau harapkan?!" kata Felix heran dengan keluhan Cain yang tidak akan bisa diperbaiki atau berubah itu.
"Sudah kubilang kan ... kita melakukannya dengan cara yang normal!" Ayah Cain sudah lama menahan kesabarannya sehingga nada suaranya lama-lama ditinggikan juga.
Mereka bertiga sampai di hutan dengan banyak pohon hias yang berwarna-warni atau kalau kata Cain pohon palsu karena tidak hidup, hanya berupa hiasan saja.
"Bukan begitu cara menebang pohon yang baik!" kata Pohon yang bergerak datang mengoreksi apa yang dilakukan Cain.
"Jangan menggangguku! atau kaulah yang akan kutebang!" Cain mengancam.
"Jaga ucapanmu Cain!" kata Ayah Cain.
"Tuan Muda tidak bisa melakukan itu!" kata Pohon itu kelihatan sangat sombong.
"Ohya?! mau mencobanya?! kau menantangku sekarang?!" Cain mengambil dua kapak dan bersiap dengan posisi saling berhadapan dengan pohon.
"Hahh ... dia pasti sengaja melakukan itu supaya tidak bekerja." Felix menghela napas sedang sibuk menggelindingkan pohon untuk diatur dan diikat dalam satu kesatuan sehingga mudah dibawa nantinya.
Disaat Cain dan Pohon sedang bertarung atau kalau dari mata Felix dan Ayah Cain, Cain hanya kelihatan sedang bermain di taman bermain sekarang dengan kapak mainan ditangannya.
"Aku lupa dia orang seperti itu ... dan malah merindukannya?! aku pasti sudah gila!" kata Felix menebang pohon hanya dengan sekali ayunan kapak ditangannya. Setelah pohon selesai ditebang, Felix langsung mengusap permukaan pohon yang baru saja ditebang itu dan mulai muncul lagi tunas baru dalam sekejap.
Entah itu adalah Cain atau Pohon, tidak diketahui dengan jelas siapa yang mengalah duluan sehingga berhenti melakukan perkelahian kekanak-kanakan yang berlangsung cukup lama itu. Tapi sekarang mereka berdua sudah membantu kembali menebang pohon.
"Hahh! lucu sekali, pohon menebang pohon." Cain kembali membuat suasana menjadi kacau padahal sudah tenang.
Felix dan Ayah Cain bahkan tidak peduli lagi mereka berdua kembali berkelahi. Karena sudah diduga kalau memang hal itu akan terjadi lagi, cepat atau lambat.
"Maaf Yang Mulia ...." kata Pohon itu merasa bersalah karena sepertinya yang bekerja keras hanya Felix dan Ayah Cain saja, dirinya dan Cain tidaklah terlalu membantu.
"Aku tidak menyalahkanmu ... dia memang tukang buat masalah!" kata Felix memihak Pohon.
Untung saja saat ini Cain tidak mendengar karena sibuk menanam pohon baru bersama Ayahnya. Setelah menebang pohon untuk keperluan pribadi haruslah langsung dibayar dengan menanam pohon baru lagi. Sudah menjadi kebiasaan yang wajar di Mundebris. Cain juga sudah membawa kebiasaan itu dari pendidikannya di Mundclariss.
Memang ada juga yang menjual papan kayu langsung, sehingga toko yang menyediakan jasa itu saja yang perlu menanam pohon baru. Bagi yang pembeli tidak perlu repot-repot lagi untuk melakukan itu hanya perlu membayar dengan uang Mundebris saja. Tapi karena rumah yang jauh dari perkotaan dan akan mencurigakan kalau mereka membeli papan dalam jumlah banyak. Maka dari itu, mereka harus melakukan semuanya sendiri.
Semua Quiris Mundebris adalah penebang pohon berlisensi. Tahu pohon mana yang bisa untuk ditebang, tahu cara menebang pohon dengan baik, tahu cara merawat pohon yang habis ditebang (tapi karena bersama Felix semuanya menjadi mudah), tahu harus membawa biji pohon baru untuk ditanam setelah menebang pohon dan itu adalah sebuah keharusan. Harus menanam pohon, walau tahu kalau tunas pohon tadi akan kembali tumbuh kembali tapi menanam pohon baru sudah menjadi kewajiban semua Quiris yang habis menebang pohon.
"Kalau kau ke kota, jangan lupa untuk membayar pajak tunggakanmu!" kata Ayah Cain.
"Aku sudah bayar!" kata Cain.
"Sudah datang lagi yang baru!" kata Ayah Cain.
"Apa?! kenapa tidak ada habisnya?!" keluh Cain.
"Setelah bertarung, pembayaran pajak untuk penanaman pohon kembali pada area perang akan banyak yang datang. Jadi, itulah kenapa kita harus menahan diri setidaknya untuk tidak bertarung kalau tidak punya uang untuk memperbaiki area pertarungan yang sudah kita rusak. Kau lupa kalau bukan sekedar pertarungan biasa tapi perang yang kau ciptakan dan kau adalah Pemimpin Alvauden, bersiaplah untuk mengeluarkan uang banyak." kata Ayah Cain.
"Bahkan untuk bertarung saja harus kaya dulu ...." Cain menyipitkan matanya.
"Kau pikir kenapa Aluias tidak pernah berhenti bekerja, itu karena Quiris yang bertarung seenaknya saja tanpa mau bertanggung jawab setelahnya. Menjadi penjahat di Mundebris adalah hal yang sangat mudah dilakukan. Hasrat untuk bertarung sangatlah tinggi tapi untuk menanam pohon nol." kata Ayah Cain.
Felix sibuk sendiri mengikat batang pohon dan diangkat untuk dibawa kembali ke rumah tadi. Lupa kalau baru saja sadar, Felix menggunakan kekuatannya seenaknya saja. Sehingga pohon yang dibawanya langsung terjatuh bersamaan dengan dirinya juga tersungkur ketanah membuat Cain dan Ayah Cain secepatnya ketempat Felix berada.
"Kau tidak apa-apa Felix?! maaf ... membuatmu bekerja keras seperti ini disaat kau baru saja sadar." kata Ayah Cain membantu Felix berdiri.
"Makanya kalau belum sehat sepenuhnya bilang dong! kenapa juga sok kuat segala! kan begini jadinya ...." kata Cain sama sekali tidak membantu dari ucapan hingga tindakan. Hanya membuat Felix makin kesal saja.
"Kau! bawa itu semua kembali!" perintah Ayah Cain.
"Heh?! aku?! sendiri?!" Cain tidak terima.
"Aku harus membawa Felix kembali untuk beristirahat." kata Ayah Cain.
"Kan bisa kembali lagi dengan cepat setelah membawanya ...." kata Cain merasa tidak adil ditinggal sendirian saja melakukan semua pekerjaan.
"Itu hukumanmu karena tidak bersikap baik pada sepupumu sendiri!" kata Ayah Cain meninggalkan Cain dalam sekejap mata.
"Sepupu apanya?!" Cain menendang batang kayu disana karena marah tapi malah membuatnya semakin berantakan dan terlempar kemana-mana. Ada juga pohon yang jadinya rusak karena kekuatan berlebihan Cain, "Oh ... ow ...." Cain baru menyadari kesalahannya kemudian.
"Jadi ...." gumam Felix saat diperjalanan.
"Aku adik ayahmu, kukira kau sudah tahu ... tapi memang kami tidaklah begitu mirip sih ...." kata Ayah Cain tersenyum.
...-BERSAMBUNG-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 415 Episodes
Comments
Nenieedesu
seru kak semangat terus jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak dinovel aku kak
2023-12-15
3
@Kristin
Subscribe dan rate bintang lima di.karyamu
2023-06-14
1
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
gimana rasanya kakimu buat nendang pohon sebesar itu😁😁
2023-05-07
1