Keesokan pagi harinya, dengan wajah masih merah padam menahan emosi, Ki Wirojoyo menggedor kamar putra sulungnya dan memanggilnya dengan keras. “Surodipo! Ayo keluar kamu!”
Di dalam kamarnya, si pemuda nampak ketakutan mendengar suara ayahnya yang seolah bak petir menggelegar tersebut, sepanjang malam ia tidak bisa tidur karena menyesali apa yang ia perbuat kemarin bersama Retno, namun nasi sudah menjadi bubur, lalu ia pun terus berpikir apa yang akan ayahnya dan ayah Retno lakukan padanya sehingga ia menjadi ketakutan sendiri.
Ia sangat takut ketika Ki Wirojoyo menggedor pintu kamarnya, sejenak ia merasa enggan untuk pintu kamarnya, tapi setelah ia terus mendengar panggilan Ki Wirojoyo yang semakin keras dan terus menggedor pintu kamarnya hingga hampir jebol, dengan perlahan ia membuka pintu kamarnya.
“Kamu belum berpakaian rapih?! Ayo cepat berpakaian rapih dan kenakan blangkonmu! Kita harus segera pergi menemui Ki Margoloyo sebelum ia pergi berdagang!” perintah Ki Wirojoyo dengan melotot karena melihat Surodipo masih belum berpakaian rapih dan belum mengenakan blangkonnya.
“Kakang tenanglah, bicara jangan terlalu keras. Malu sam tetangga!” pinta Nyai Wirojoyo dengan lembut sambil memegang tangan suaminya.
“Aku baru bisa tenang setelah Ki Margoloyo menerima pertanggung jawaban anak kurang ajar ini!” jawab Ki Surodipo dengan menahan kedongkolan hatinya.
Ia lalu duduk di kursi meja makannya untuk menunggu Surodipo, masuklah seorang pengawal menghadap mereka, “Ada apa?” Tanya Ki Wirojoyo.
“Maaf Gusti, diluar ada Juragan Marloyo, ingin bertemu dengan Gusti!” bukan main terkejutnya Ki Wirojoyo dan istrinya karena mereka keduluan oleh Ki Margoloyo.
Ki Wirojoyo dan istrinya tergopoh-gopoh ke ruang tamu tempat Ki Margoloyo menunggu, “Assalammualaikum!” ucap Ki Margoloyo.
“Waalaikumsalam. Kiranya Adimas Margoloyo yang berkunjung.” jawab Ki Wirojoyo dengan ramah, ia lalu meminta istrinya untuk membuatkan tamunya itu minuman.
Sementara itu di dalam kamarnya, Surodipo mengintip dari jendela dan menguping pembicaraan ayahnya dengan ayah Retno. Ia sangat ketakutan, takut ayah Retno akan memarahi ayahnya dan akan menghajar dirinya karena ia telah membawa Retno ke Bukit Pengantin dan pulang sampai larut malam. Tapi ternyata Ki Margoloyo datang dengan tenang, tidak nampak sedikitpun kemarahan di wajahnya, dengan tenang ia berbicara pada Ki Wirojoyo.
“Memang kemarin malam Surodipo pulang larut dalam keadaan basah kuyub, dia juga sudah bercerita bahwa… Bahwa ia pergi dengan putrinya Adimas Margoloyo… Saya sungguh sangat malu pada perbuatannya.” ucap Ki Wirojoyo dengan sungkan setelah istrinya membawakan minuman dan makanan kecil untuk disuguhkan pada tamunya.
Ki Margoloyo menghela nafas berat dan membuang pandangannya ke halam rumah Ki Wirojoyo. “Hhh… Kakang tentu paham kalau anak lelaki itu tidak terlalu mencemaskan Kakang Wirojoyo…”
“Iya…” angguk Ki Wirojoyo dengan perasaan tidak enak.
“Anak lelaki itu lebih panjang langkahnya! Sementara anak perempuan itu kan terikat oleh tata krama dan dibatasi oleh tabu!” lanjut Ki Margoloyo dengan tegas.
Ki Wirojoyo dan istrinya hanya bisa mengangguk-ngangguk sambil menundukan kepalanya. Ki Margoloyo kemudian menatap tajam pada Ki Wirojoyo, tatapannya sangat tajam setajam ujung keris. “Jadi kalau Surodipo mencintai Retno jumini anakku, apa salahnya ia meminta izin dariku dengan cara yang sepantasnya?”
“Ya saya pun paham Dimas, mohon maafkan atas kelancangan anak saya. Saya pun tadinya hendak langsung ke rumah Adimas dengan membawa Surodipo, tapi keduluan Dimas. Kami akan mempertanggung jawabkan perbuatan Surodipo.”
Ki Margoloyo mengangguk-ngangguk, wajahnya berubah menjadi sumringah. “Kalau begitu… Apa salahnya kalau kita besanan? Kita sudah lama saling mengenal, bahkan sudah seperti saudara sendiri.” ucapnya dengan ramah.
Wajah Ki Wirojoyo dan istrinya langsung berubah sumringah, sang ponggawa Kasultanan Pajang inipun tersenyum lebar. “Hehehe… Saya akan senang sekali kalau saya bisa berbesan dengan Adi Margoloyo. Surodipo sudah cukup dewasa, dan Retno Jumini sudah pantas untuk menikah… Meskipun… Terus terang saya malu dan tidak enak pada Adimas dengan kelakuan anak saya yang kurang genah itu…”
Ki Margoloyo mengangguk-ngangguk, ia merasa lega bahwa ternyata Ki Wirojoyo adalah orang yang bertanggung jawab, akhirnya ia bisa melepaskan kedongkolan yang mengganjal hatinya. “Itulah Kakang Wirojoyo… Terus terang, kalau bukan Surodipo yang membawa anakku Retno Jumini, mungkin urusannya sudah lain, sudah ujung keris saya yang bicara! Saya paling tidak suka kepada lelaki yang berani kurang ajar kepada keluarga saya! Terutama kepada putri saya satu-satunya! Kakang kan tahu watakku!”
Mendengar Ki Margoloyo yang melepaskan unek-uneknya, Ki Wirojoyo hanya manggut-manggut sambil tersenyum. “Hehehe… Mungkin sudah digariskan Gusti Allah, semoga perjodohan anak-anak kita bisa langgeng Adi.”
Ki Margoloyo menngangguk sambil tersenyum. “Amin… Sekarang kita tinggal mencari hari dan bulan yang baik untuk pernikahan anak kita.”
Ki Wirojoyo dan istrinyapun mengangguk sambil tersenyum lebar. “Tentu Di… Tentu… Tapi ada satu hal yang harus saya beritahukan pada Adimas sekarang, setelah pernikahannya nanti, mungkin Surodipo dan kami akan segera pindah ke tanah Mataram, tentu Retno akan ikut bersama Surodipo. Apakah Adimas tidak keberatan?”
Ki Margoloyo menghela nafas berat sambil mengangguk-ngangguk. “Saya pun sudah mendengar kabar tersebut, akhirnya Gusti Sultan telah memberikan Alas Mentaok pada Ki Pemanahan… Ya sebagai seorang istri, Retno memang harus ikut dengan suaminya, saya sebagai ayahnya akan mengizinkannya asalkan ia bahagia. Saya hanya minta Surodipo untuk sering-sering membawa Retno kemari mengunjungi saya dan Si Mboknya.”
Surodipo yang mengintip dari kamarnya merasa lega karena semua berakhir dengan baik. Ki Wirojoyo pun lega karena ia bisa mempertanggung jawabkan perbuatan anaknya sekaligus tetap menjaga nama baik keluarganya dan keluarga besar Selo, Ki Margoloyo pun lega karena Surodipo dan Ki Wirojoyo bersedia untuk bertanggung jawab. Di dasar hatinya ia pun lega karena calon mantunya itu adalah Surodipo, seorang pemuda baik dari keluarga yang terhormat pula. Maka mereka pun mencari hari dan bulan baik untuk melaksanakan pernikahan anak mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Thomas Andreas
akhirnya
2022-07-18
1
αʝιѕнαкα²¹ᴸ
keren dah👍
2021-10-10
2
pcsixer
lanjut
2021-01-25
3