...Dalam Hidup aku hanya mengenal Dua hal; Bertahan atau Berjuang...
...Keduanya sama-sama Beresiko...
...***...
Lampu-lampu kecil yang tergantung dilangit-langit, membuat kesan hangat tempat ini. Ditambah iringan musik, yang dibawakan oleh orang-orang, band ataupun suka relawan untuk unjuk kebolehan dari salah satu hobi mereka, membuat euforia sendiri bagi para pengunjung.
"Jadi lo mau curhat apa? Berantem lagi sama pacar lo?" tanyaku sembari mencolek kentang goreng di saus.
Aldira mengerucutkan bibirnya kemudian mencondongkan tubuhnya kearahku "Lo bener-bener seorang S A H A B A T ya" ucapnya penuh penekanan. Aku pun hanya tertawa menanggapinya.
Tuuuk ..
Sebuah benda dingin yang terbuat dari logam baru saja menyentuh keningku "S A K I T !!" ucapku sembari melotot ke arahnya dengan gerakan satu tanganku mengusap keningku. Aldira pun menyeringai puas.
"Maapin gue Lis sakit banget ya?" entah sejak kapan wajahnya berubah pias.
Akupun menunjukkan senyum smirkku "Gue baik-baik aja Medusa. Untung aja kepala gue dari baja" Aldira pun tidak bisa menahan tawanya kembali. Akupun hanya menunjukkan ekspresi datarku.
Melihat ekspresiku Aldira menghentikan tawanya "Fine i'm seriously now" Akupun hanya menganggukan kepala.
"Gue sengaja keluar dari kampus cuma buat daftar jadi Abdi Negara, but its over ! Gue gagal tes" ucapnya sambil terisak.
Dengan cekatan aku menyodorkan sekotak tisu diatas meja padanya. Aku turut merasakan kesedihannya.
"Gue juga keluar dari kampus yang lama Dir dan ini kebetulan banget kita sama. Bedanya alasan gue keluar, salah satunya adalah Ayah gue sakit Dir dan gue juga udah gak ada passion lagi disana" Aldirapun mulai tenang kemudian memandangiku.
"Maafin gue Lis. Ternyata bukan gue doang disini yang punya masalah" Aldira kembali terisak namun tidak sekeras beberapa menit yang lalu.
Akupun menepuk-nepuk bahunya "Its ok Dir. Kadang beberapa hal memang gak bisa lo kendalikan. Lo hanya perlu lepasin dan biarkan semesta bekerja. Trust me, everything's gonna be okay"
Lalu obrolanpun berlanjut. Sesekali Aldira menghapus airmatanya yang mengering.
"Gue pengen kuliah lagi tapi beda jurusan sama yang sebelumnya. Gue pengen banget ambil Fisioterapi. Lo gimana Lis?"
Aku mengaduk-aduk minumanku, membuat pusaran kecil didalamnya
"Gue juga. Gue mau ambil BK atau Psikolog, gue nyesel kenapa waktu tes, gue gak ambil pilihan pertama" bibirku mengerucut menyesali keputusanku beberapa waktu lalu.
"Gimana kalau kita kuliah bareng, kita cari kampus yang punya jurusan Fisioterapi juga Psikolog Lis" mataku berkedip terlalu cepat akibat pernyataan Aldira.
Ya, harus ku akui selain cantik dan sedikit kurang waras, ia juga punya ide yang menakjubkan. Sedikit berlebihan mungkin diriku mendeskripsikannya. But its Her.
"Oke, boleh juga ide lo. Yaudah balik yuk gue mau lanjut nulis, doain ya suatu hari buku gue ada di toko buku" ucapku seraya melirik arloji pada pergelangan tanganku dan menyesap minumanku hingga tetes terakhir.
Aldira menyunggingkan senyumnya hampir menyentuh garis mata bawahnya
"Cieeilaaaah gue punya temen seorang 'Penulis' gue pasti doain lo Dir biar gue selalu gratis beli buku lo" see ! Cantik, pintar tapi sedikit kurang waras.
Akupun mengabaikannya dan berjalan lebih dulu menuju pintu. Sialnya jaketku tersangkut paku pada meja. Kesal karena susah dilepas, kuputuskan untuk menariknya.
Sreeeek .. Bruukk
"Meja sialan ! Pala gue. Akh sakit" seseorang memegang bahuku dengan tangan besar dan kuatnya jangan lupakan otot-ototnya yang menonjol.
"Kamu gak papa?" tanyanya sembari membantuku berdiri. Belum sempat aku memperhatikan wajah dan menjawabnya Aldira berlari kecil menghampiriku.
"Tuh kan kualat lo ninggalin gue" aku pun memutar bola mata keatas.
Deheman seseorang membuyarkan ocehan Aldira. Aku pun menunduk kembali menghadap orang tersebut
"Maaf ya mas, eh om say-"
"Saya masih muda dan kapan saya menikah dengan tante kamu?" aku menelan ludah gugup akibat suaranya yang mengintimidasi.
Masih tidak berani menatapnya "Eh iya m-mas maafin saya karena tidak hati-hati" cekikikan Aldira membuat suasana disekitar menjadi Akward.
Akupun langsung buru-buru menyingkir menuju pintu keluar. Peduli setan dengan om-om itu, Aldira benar-benar menyebalkan.
*****
Sepulang Dira dari rumahku aku kembali pada rutinitasku, yaitu menghabiskan waktu dikamar. Aku merebahkan diri diatas tempat tidur queen sizeku. Lelah, itu yang kurasakan.
Sejenak aku terpejam dan kemudian menelanjangi sudut-sudut kamarku yang minimalis dan simpel dengan perpaduan warna pastel. Memberi kesan sederhana namun elegan, menandakan bahwa sang pemilik seperti itu, sederhana namun elegan.
Foto-foto yang tergantung cantik, pada sebuah tali kabel dari lampu-lampu kecil, bak kunang-kunang di sebuah tembok yang bercatkan krem pastel, turut menghiasi kamar ini. Pandanganku pun terhenti pada sebuah frame yang memajang foto kami semasa sekolah.
Rona bahagia terpancar pada wajah kami yang mengenakan seragam putih abu-abu. Kata orang masa yang tidak akan terlupakan adalah masa SMA, kalau boleh ku jawab, 'ya' memang benar adanya.
Dulu kami bersepuluh. Aku, Aldira dan ke delapan gadis lainnya, kami sangat akrab dan dekat. Kami sering menghabiskan waktu bersama, saking kompaknya kami sering dipandang negatif oleh guru-guru kami.
Mereka sering menuduh kami membuat 'Geng' dikarenakan anggota kami yang bisa dibilang cukup ideal untuk membentuk girlband atau bahkan idol grup. See ! Mereka hanya melihat apa yang mereka dengar, dari desas-desus kabar yang tidak jelas.
Padahal kami tidak merekrut atau mendeklarasikan sesuatu, saat kami sedang terlihat bersama. Kami juga tidak seperti yang mereka bicarakan, sisi negatif 'geng' yang terkenal Barbar, suka menindas dan masuk dalam black list sekolah. Dan maaf itu bukan kami.
Tidak hanya perempuan bahkan kami sangat akrab dengan teman laki-laki dikelas kami. Sehening apapun kelas kami, ketika kami sudah bersama, suasana tegang dan sunyi dalam kelas akan pecah oleh kelakuan kami. Ada saja kekonyolan yang kami lakukan.
Bagi kami, masa SMA ini tidak akan terulang kembali, jadi sebisa mungkin kami menciptakan kenangan-kenangan yang tak terlupakan.
Bahkan, guru-guru kami satu sekolah pun sangat hafal dengan kami. Tingkah kami yang konyol dan selalu bisa mencairkan suasana, menghapus jarak antara kami dan Mereka, guru kami. Dari situlah takdir mempertemukan aku dan Agas.
Ngomong-ngomong soal Agas aku belum mengabarinya seharian ini. Kemudian aku berinisiatif mengirimkan pesan pada seseorang disebrang sana.
Sent to Agas ♡
From Calista : Agas kamu dimana?
Tak berapa lama ponselku berbunyi, menandakan sebuah pesan masuk.
Sent to Calista 😘
From Agas : Aku masih dikampus yang, nanti aku kabarin lagi. Love you 😘
Aku enggan membalasnya lagi. Cukup mengerti, mungkin dia memang sedang sibuk dan aku cukup tahu diri untuk tidak memaksanya membalas pesanku.
Aku berjalan menghampiri kotak kayu yang berada disudut meja belajarku, lalu kembali ke tempat tidurku dan meletakkan kotak kayu itu diatas kasur. Berdebu, satu kata untuk menggambarkannya, karna memang sangat lama sekali. Kotak kayu yang tak lain adalah saksi bisu dari cerita tentangku dan Agas.
Aku mulai membuka kotak kayu ini dan seketika kenangan-kenangan tentang kami pun mulai menyapa kami. Benda-benda yang sudah lama dan sepucuk surat bergambar burung pemarah berwarna merah ada didalamnya. Tergelitik dengan surat yang sudah pudar warnanya dan lusuh menjadi hal yang ingin aku baca.
Ya, surat Cinta dari Agas yang seketika membuat pipiku merona oleh kata-kata yang tertoreh disana. Satu-persatu kenanganku dengan Agas muncul tanpa diundang, menarikku ke masa yang lalu, dimana kisah kami dimulai. Bak sebuah film yang terputar tanpa seizinku.
Waktu itu kami tidak sadar bahwa kami satu gugus saat masa orientasi siswa. Setelah masa orientasi lewat, kira-kira tiga hari besoknya adalah pengumuman pembagian kelas.
Aku berjalan menuju kerumunan siswa-siswi yang resmi mengenakan seragam putih abu-abu, melihat daftar nama dan kelasku. Saat melihat daftar kelas, aku tidak sadar bahwa Agas berdiri disampingku, aku yang meneliti namaku mulai dari atas bersamaan dengan Agas yang sekarang berpindah kebelakangku karena desakan siswa lain.
Jariku dan jarinya berhenti bersamaan, dengan jari telunjuk Agas yang posisinya ada diatas jari telunjukku. Sedetik kemudian jari kami membeku dan mendadak suasana disekitar kami hening.
Aku yang pada saat itu tidak tau, bahwa itu adalah Agas, hanya diam seribu bahasa. Kemudian ku lanjutkan mencari namaku dan coba tebak ? Kami sekelas. Great!!!. Dari situlah cerita kami dimulai.
Awalnya biasa, lama-lama kami terbiasa dengan kehadiran satu sama lain. Setiap hari kami semakin akrab, membuat rasa nyaman yang entah dari mana mengusik. Aku merasakan berjuta kupu-kupu berterbangan di dalam perutku dan detak jantungku pun tidak karuan, membuatku resah.
Entah apa dan harus bagaimana, memang benar persahabatan antara laki-laki dan perempuan tidak akan bertahan lama karena salah satunya akan menyerah, lalu pada akhirnya jatuh Cinta. Dan mungkin hal itu berlaku padaku.
Agas sering mencurahkan suasana hatinya dan masalahnya tak jarang jantungku berdetak tidak bisa diam dan aku suka itu. Meskipun dia masih memiliki orang lain saat itu.
Aku suka senyumnya, alisnya yang tebal dan rapi, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang penuh. Aku bisa gila jika berdekatan dengannya, membayangkan ketidak-mungkinan yang terjadi.
Agas bukan cowok perfect berbadan tinggi, berdada bidang dan berkulit putih seperti yang diceritakan novel-novel atau drama apapun. Dia tidak tinggi, berkacamata dan kulitnya cokelat, satu kata untuknya. Manis.
Tanpa sadar pipiku merona kembali membayangkan sosok dirinya. Sampai suatu hari aku harus menguatkan hatiku menerima kenyataan bahwa Agas menyimpan perasaan lebih pada sahabatku sendiri. Aldira Respati. Aku masih menyimpan chat kami dari awal kami akrab sampai sekarang dan masih tersimpan rapi dalam inbox ponselku.
Agas Cokrodinoto : PING!!!
Calista Hartawan : Kenapa Gas?
Chat dari lo aja udah cukup bikin jantung gue maraton Gas terus meletup-letup kayak pop corn.
Agas Cokrodinoto : Sebenarnya gue suka sama temen lo ta, tapi kayaknya dia sulit didapetin
Calista Hartawan : Siapa Gas? Sejak kapan? Gue tau orangnya?
Agas Cokrodinoto : Aldira Respati.
Bahkan lo ga sadar Gas bahwa selama ini ada cewek yang setiap deket sama lo jantungnya berdetak gak karuan, hanya sama lo Gas.
Aku yang waktu itu sempat merasakan jutaan kupu-kupu yang berterbangan didalam perutku, kini berubah tertusuk ribuan pisau dihatiku. Sakit. Memang ada sakit yang tidak bisa dijelaskan mungkin seperti itu rasanya.
Apa gue harus pergi dulu biar lo sadar? Apa gue harus menghilang dulu biar lo peka?
Ya Tuhan rasanya aku hancur lebur seketika seperti dandelion dan jatuh ke dasar bumi. Sakit rasanya tertampar kenyataan. Ketidakpekaan Agas membuatku sadar bahwa kita memang hanya sebatas sahabat.
Yah, kadang semesta senang bermain-main tapi bisa dibilang masa itu sudah lewat. Sekarang aku dan Agas memasuki 6 tahun hubungan kami dan aku rasa kami cukup dewasa untuk hal seperti itu. Mengenang masa lalu
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
AlongPee
sial, aku malah ngembayangin adegannya, wkwkwkwk 🤣🤣🤣
2022-09-23
1