Istri Tak Dianggap
Kanaya beringsut lemah melihat hasil benda pipih di tangannya. Air mata mulai berlinang, dia tak menyangka kejadian dua bulan lalu berakhir seperti ini. Dalam rahimnya kini ada makhluk kecil, hasil kesalahannya bersama seorang lelaki tak lain adalah kakak — sahabatnya.
Dengan tangan gemetar Kanaya memegang perutnya, dia bingung harus bagaimana saat ini? Haruskah dia jujur pada kedua orang tuanya, atau lebih memilih bungkam sampai mendapatkan jalan keluar.
"Bagaimana ini, Tuhan?"
Tangis Kanaya semakin pecah, kepalanya sangat sakit memikirkan semua. Mungkin semua tidak akan serumit ini jika ayah anaknya masih single, tapi kenyataan tak sesuai harapan.
"Nay, kamu ada di dalam Nak?"
Kanaya pun terlonjak kaget, suara mamanya begitu nyaring sampai membuatnya gelagapan. "I-iya, Ma," sahutnya dengan suara serak.
"Kamu baik-baik saja, Nak? Apa kamu menangis?"
Pertanyaan itu berhasil membuat air mata Kanaya semakin deras, mamanya selalu tau apa yang dialaminya dan ini yang membuat dia takut, takut jika kehamilannya dapat ditebak oleh mereka.
"Aku baik-baik saja, Ma. Sebentar lagi Naya keluar," sahutnya kembali.
Tak mau ketahuan, Kayana segera membereskan sampah bekas testpacknya. Dia menyembunyikan semua benda itu di dalam lemari kecil, setelah tersimpan rapi, barulah Kanaya mencuci wajahnya agar tidak terlihat habis menangis.
"Tenang, tenang, jangan sampai Mama tahu semua Naya, kamu harus merahasiakan semua ini sampai mendapatkan solusinya," gumamnya segera keluar dari kamar mandi.
Ketika tangannya berhasil membuka pintu, dia dikejutkan dengan tatapan menyelidik dari mamanya. Kanaya hanya bisa tersenyum palsu, sekuat mungkin perasaannya dia tahan agar tidak menangis.
"Matamu memerah, Jangan-jangan kamu memang menangis," tuduh mamanya sambil memegang kedua pipinya.
"Ih, Mama suka su'udzon deh. Lihatlah Naya baik-baik saja, tadi memang sempat menangis sih, tapi karena kejedot nakas, lihatlah jidatku hampir retak," ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Lain kali hati-hati, kamu itu jantung Mama. Jika terjadi sesuatu, Mama selalu merasakan semua."
Kanaya hanya mengangguk, sungguh air matanya ingin tumpah saat ini. Dia hanya bisa mengepalkan tangan untuk menahan tangis, bibirnya selalu dia gigit agar tidak mengeluarkan suara. Dia benar-benar mengecewakan keluarganya, bahkan membuat aib sebesar ini.
"Ma ...." Panggil Kanaya dengan nada bergetar.
"Iya Sayang, ada apa? Cerita sama Mama, barangkali Mama bisa memecahkan masalahmu."
Kanaya memejamkan mata saat tangan lembut mamanya mulai membelai pipinya penuh kasih, rasanya sakit sekali jika membayangkan semua ini tidak akan dia rasanya lagi jika dirinya memilih jujur.
"Jika aku membuat kesalahan besar, apa Mama akan memaafkanku?" Tak terasa air mata Kanaya lolos begitu saja, melihat tatapan mamanya membuat dia yakin jika keluarganya tidak akan memaafkannya begitu saja.
"Kamu bicara apa sih, Nak?"
"Naya hanya tanya saja, jika suatu hari aku membuat kesalahan besar, apakah kalian masih menganggapku sebagai keluarga?" Desak Kanaya.
"Jelas, Mama akan memaafkanmu Sayang. Memangnya kesalahan apa yang membuat anak Mama ini ketakutan, coba katakan biar Mama tahu."
Kanaya menggeleng, "Naya hanya tanya saja, Kok. Sudah ah, pagi-pagi jadi nangis seperti ini. Tadi aku nonton drakor, ada adegan dimana orang tuanya mengusir anaknya karena melakukan kesalahan, sebab itulah aku tanya. Entah kenapa, jadi parno," ucap Kanaya sambil tersenyum lebar.
"Dasar, Mama kira kamu tersandung masalah!" seru mamanya sambil mencubit gemas pipinya.
"He he he, maaf."
Kanaya menggandeng tangan mamanya dan mengajaknya keluar. Dia belum siap jujur, dia masih ingin menikmati kehangatan rumah ini sebelum perutnya semakin membuncit dan semua orang memusuhinya.
***
Di ruang makan, Kanaya mendadak mual. Bau dari ayam goreng yang disajikan bik una, semakin membuat perutnya dikocok-kocok. Sebisa mungkin Kanaya menahan bahkan sampai tak bernafas, tapi semua menjadi sia-siakan ketika melihat nasi putih diletakkan dalam piringnya.
Hoeekk!!
Kanaya berlari sekencang mungkin ke arah dapur, dia memuntahkan semua isi perutnya di atas wastafel. Tidak peduli disana masih ada tumpukan piring, yang jelas perutnya sangat mual.
"Nay, kamu kenapa?" tanya Anne penuh kekhawatiran.
"Perutku mual, Ma."
Kanaya tak perduli lagi dengan pandangan mereka nanti. Intinya sekarang perutnya tidak bisa diajak kompromi sampai kram.
"Kita ke dokter ya, Sayang."
Seketika kewarasan Kanaya kembali seratus persen saat mendengar kata dokter. Bukan dia tidak mau, tapi jika mamanya benar-benar membawanya ke dokter semua akan terbongkar begitu saja. Tidak, Kanaya belum siap akan hal ini.
"Ma, aku baik-baik saja! Tidak perlu ke kamar dokter, mungkin ini hanya masuk angin saja. Minum tolak angin pasti sembuh." Tolak Kanaya.
"Nay, benar kata Mama. Kamu harus ke dokter, lihatlah wajahmu saja sangat pucat." Kini kakaknya — Abrian yang berbicara.
"Kak ...."
"Sudah, jangan banyak bicara. Biar Kakak yang antar kamu ke rumah sakit, jangan banyak protes, kamu tau sendiri kan, Kakak seperti apa?"
Lemas sudah tubuh Kanaya, dia tidak bisa menolak permintaan kakaknya. Mungkin jika Abian yang bicara dia bisa menyangkal, tapi jika Abrian maka Kanya hanya bisa pasrah dan menurut.
"Baiklah."
Kanaya pun mengikuti langkah kakaknya sampai memasuki mobil, sedikitpun dia tak berani membuka suara dan Kanaya hanya bisa diam di dalam mobil.
Di perjalanan, tidak ada satupun yang bicara sampai akhirnya mobil berhenti di lampu merah pertigaan dan disinilah jantung Kanaya serasa copot ketika Abrian menanyakan semua yang terjadi.
"Siapa ayah anak itu, Nay!"
Duar!!
Jantung Kanaya seperti mau copot dari tempatnya, pertanyaan dari Abrian benar-benar membuatnya takut. Dia hanya bisa meremass kuku jadinya saja, sambil menggigit bibirnya.
"Jawab Naya!" bentak Abrian membuat Kanaya terlonjak kaget.
"A-aku, tidak tahu maksud Kakak," ucapnya terbata-bata. Air matanya mengalir deras, dia juga tidak berani menatap kakaknya.
"Jangan bohong, Naya!"
Brakk!
Kanaya semakin menangis, dia sangat takut dan ingin sekali kabur. Tapi, apa daya semua tidak akan selesai jika dirinya memilih kabur.
"Kakak tau dua bulan ini kamu belum haid, Nay. Semua perlengkapanmu Kakak pantau dan ...."
Abrian melempar sebuah amplop coklat ke pangkuan Naya, dengan tangan gemetar dia membuka amplop itu dan segera membacanya. Matanya seketika melotot saat mengetahui jika lembaran tersebut adalah hasil medisnya.
"Kakak melakukan tes tanpa sepengetahuanku?" tanya Kanaya entah dapat keberanian dari mana.
"Jika Kakak tidak gerak cepat, mungkin kamu akan menyembunyikan semua sampai perutmu membuncit! Sungguh Kakak kecewa sama kamu, Nay!" serunya.
Kanaya hanya bisa menunduk, dia memang salah dan mengecewakan semua orang. Jadi wajar, jika kakaknya marah besar, andaikan saja malam itu dia bisa menolak mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.
"Maaf," lirihnya tak berani menatap Abrian.
"Katakan siapa ayah dari anakmu, sebelum kesabaran Kakak habis!" desak Abrian masih sangat murka.
Sedangkan Kanaya masih diam, mungkinkah dia berkata jujur? Apakah akhirnya akan baik-baik atau semakin rumit.
"Naya, Kakak tidak mau mengulang kedua kalinya!" Gertak Abrian membuat Kanaya tak memiliki alasan lagi untuk menyembunyikan semua. Dengan gemetar, Kanaya menuduh dan berkata.
"Di-dia, Kak Kennan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kanaya Maheswar
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
Kennan anak nya Asloka sm Anne ya thour
2024-07-04
0
Katherina Ajawaila
awal cerita yang seru
2024-07-04
0
Aurizra Rabani
😱di awal sudah di kasih kejutan
2023-08-28
0