Rahwana menatap sekelilingnya sambil tertegun. Orang-orang berlalu-lalang dengan terburu-buru. Mereka berpakaian rapi, elegan, eksklusif, namun wajah mereka tegang dan tanpa senyum. Beberapa berteriak-teriak, beberapa marah, beberapa serius menatap komputer di depan mereka sambil memicingkan mata.
Miris sekali, pakaian rapi tapi keringetan.
Ini pukul 10 pagi, bagaimana mungkin wajah mereka sudah tampak terlihat sangat capek dan stress?! Bagaimana keadaan mereka di jam pulang?! Pikir Rahwana.
Dan yang membuat pemuda itu lebih kuatir, adalah para budak korporat di depannya ini akan jadi karyawannya. Rahwana yang akan menggaji mereka satu per satu, mereka akan bekerja untuknya di masa depan. Setelah Rahwana membereskan kekacauan yang terjadi, tentunya.
Apabila waktunya memimpin nanti tiba, apakah keadaannya akan sama seperti sekarang? Mengingat saat ini mereka semua bekerja untuk Sebastian Bataragunadi, Papa Rahwana.
“Jangan bengong, bro,” Junet, rekan OBnya menyenggol lengan Rahwana. “Tugas lo di area marketing dan legal ya. Mereka lumayan banyak permintaan. Terus nanti kalau udah jam 12an kita bersihin tangga darurat, oke?”
“Hm, oke,” lalu Rahwana pun mengernyit. “Tapi Bang, jam 12 itu bukannya isoman?”
Junet mendengus sinis. “Kalau ada kesempatan sedikit aja lo sempetin ngemil, soalnya kita nggak punya jam istirahat,”
“Hah? Kita nggak ada jam istirahat?!” desis Rahwana kaget.
“Ya menurut kontrak sih jam 12 sampai jam 13, tapi kan pasti kita disuruh-suruh beliin makanan dan cuci piring. Sama aja kerja jatohnya. Oh iya, jangan lupa dispenser diisi,” Junet menjelaskan dengan nada yang terdengar mengeluh. Lalu cowok itu berjalan sambil mendorong troli berisi banyak kardus ke area seberang bagian akunting.
Rahwana dengan ragu melangkahkan kakinya ke ruangan yang tampak mewah di sebelah lorong. Bertuliskan ‘Divisi Marketing’ dan di bawahnya tertulis “Divisi Legal dan Hukum’.
Tampaknya kedua bagian itu disatukan di satu area untuk mempermudah proses pekerjaan.
Rahwana pun melongok ke dalamnya dari balik pilar. Bahkan ruangan itu tampak terlihat lebih sibuk dibanding ruangan yang tadi ia lihat. Seperti adegan pasar bursa di hari Senin yang ada di film-film blockbuster. Kacau.
Pemuda itu mencari-cari pantry yang akan jadi ‘ruangan kekuasaaannya’. Dan ruangan itu berada di pojok dalam.
“Ada yang tau nggak OB yang baru kemanaaaa? Itu galonnya udah hampir habis, gue butuh kopi!” seseorang berseru.
“Lo udah gelas kelima Ahmaaaaad,” seru yang lain menimpali.
“Kepala gue bakal meledak kalo nggak disumpal kopi!” omel Ahmad.
“Kebanyakan kopi, lo bakalan keserang anxiety, woi!" seru yang lain.
Rahwana mendengus. Itu pekerjaannya, dan secara tak langsung ia merasa tersindir.
Tidak ada waktu untuk berdiam diri, dia harus masuk dan bekerja.
“Sebentar ya Pak, saya ganti dulu,” sahutnya sambil masuk dan melewati Ahmad.
Seketika ruangan langsung hening.
Pandangan mata mereka mengikuti sosok tinggi berparas setengah Turki (dari Papa) setengah Indonesia (dari Mama) yang tampak kalem dan ramah, namun pandangannya menyiratkan banyak arti.
Dan yang membuat semua terkesima, dari balik seragam OBnya yang monoton, otot lengan dan dadanya sangat menggoda.
Rahwana pun menuju pantry dan masuk ke dalam untuk membuka gudang tempat penyimpanan galon. Seketika ruangan di belakangnya langsung heboh dan berisik membicarakannya.
Dasar pada norak, biasa aja dong ngeliatinnya... pikir Rahwana sebal. Mereka melihat Rahwana dalam balutan seragam OB saja sudah seribut itu, bagaimana kalau dalam setelan Presdir? Pada langsung pingsan kali.
Saat mengangkat galon untuk didekatkan ke dispenser, Rahwana pun tertegun.
“Ini sih bercanda!” omelnya. Dispenser di hadapannya hanya berupa pompa kecil dengan selang, ada tombol kecil di atasnya dan kabel untuk mencharge. Bahkan untuk masak air mereka menggunakan kompor gas.
“Ceile Papaaaaaaah, kalau dirimu ada di sini sekarang bisa-bisa jantungan! Bener-bener kelewatan deh!” gumam Rahwana. Ia pernah melihat alat seperti itu di platform online shop hanya berkisar 30ribuan saja. Dibilang dispenser juga rasanya levelnya jauh.
Dispenser akan ada di daftar investigasinya kali ini. Karena kemungkinan dana untuk pengadaan peralatan, dikorupsi.
Setelah membuka segel galon, ia sedikit menunduk untuk mencari kaitnya. Namun sialnya pisaunya terkena kakinya dan terlempar masuk ke dalam konter.
Sambil mengeluh, Rahwana menunduk mencari di kolong konter, dan saat itulah ia melihat.
“Hoekk!” ujar Rahwana sambil menegakkan tubuhnya.
Ada k0ndom di bawah konter.
Ia menekan perutnya dan mengatur napasnya beberapa saat untuk menahan mual. Batinnya dipenuhi sumpah serapah.
Lalu ia mengambil ponselnya dan memfoto barang bukti. Lalu dengan gunting yang terjatuh tadi, ia menjapit benda menjijikkan itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Lalu menambahkan list barang untuk investigasinya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara keras dari arah ruangan Direktur Marketing.
"Tidak bisa kalau begitu!! Sudah kerja berapa lama sih Anda ini?! Ini bisa dikategorikan settingan untuk pencucian uang ya!!" seru suara itu. Lalu suara benda dilempar.
Rahwana tidak keluar dari pantry, tapi dia hanya mengintip dari tepi jendela kaca.
Suara teriakan marah itu terjadi beberapa saat, lalu...
BRANGG!!
Beberapa bantex menghantam jendela kaca di samping pintu ruangan direksi sampai kacanya pecah berantakan.
Rahwana menatap kejadian itu dengan alis terangkat. Ia sigap mengambil sapu dan pengki.
Tapi... Kok bisa Direktur naik pitam sebegitunya? Apa masalahnya serius sekali?! Atau memang tabiatnya memang emosian?
"Keluar kalian! Kejadian ini akan saya laporkan ke owner!" seru suara itu.
Dua orang karyawan yang usianya sudah separuh baya, dua-duanya laki-laki, dengan tergopoh-gopoh keluar dari ruangan Direktur Marketing.
Dan setelah itu, pria tinggi dengan pakaian suit yang terlihat mahal, wajahnya tampan dengan jambang dan brewok yang tercukur rapi, juga ikut keluar.
Matanya berkilat menahan marah, dan raut wajahnya berkerut. Ia berdiri menghadap ke arah semua karyawan di sana sambil berkacang pinggang, menantang.
"Saya yakin di antara kalian sudah banyak yang tahu perbuatan Pak Yanto dan Pak Endang sudah lama terjadi. Tapi membiarkannya. Perlu kalian tahu ya, investigasi tidak akan berhenti di sini. Dan kalau terjadi sesuatu dengan saya selama ada kasus ini, semua tahu harus menuduh siapa!" kata si Direktur Marketing.
Para karyawan hanya diam menatap si Direktur dengan tegang.
Lalu pria itu pum masuk kembali ke ruangannya, dan membanting pintu dengan sangat keras, sampai-sampai kaca jendela di sekitar mereka bergetar.
Rahwana dengan ragu membuka pintu pantry sambil membawa sapunya. Ia celingukan mengamati sekitarnya.
Karyawan sudah mulai bekerja tapi dengan gerakan yang lebih kaku dan tegang.
"Duh, males banget ke sana anjir..." gumamnya kuatir takut kena omel juga.
Ya tapi bagaimana? Itu kan pekerjaannya.
Untuk berjaga-jaga, Rahwana juga membawa kotak P3K yang ada di pantry. Siapa tahu pecahan kaca tembus ke dalam sol sepatunya atau menggores jemarinya.
Untung saja lantai kantor terbuat dari granit dan bukannya karpet.
Langkah Rahwana dengan sapu dan pengkinya membuat beberapa karyawan wanita senggol-senggolan sambil meliriknya.
Rahwana kalau dilihat sekilas memang tidak setampan pria-pria bule mediterania dengan jambang tebal, badan berotot berundak dan wajah ganteng maksimal bagaikan artis sinetron Turkiye.
Namun tatapannya yang lembut, wajah manisnya dan perawakannya yang tinggi menjadikannya sangat menarik untuk dipandang berlama-lama. Tidak membosankan.
Apalagi matanya yang coklat terang itu sangat memikat.
Pemuda itu pun mulai menyapu area depan ruangan Direktur, dan berusaha sangat berhati-hati agar tidak menimbulkan suara.
Sesekali sudut matanya mengawasi area sekitarnya.
Dan saat itulah hidungnya mencium sesuatu, samar-samar api ia sangat ingat aroma ini.
Wangi Kayu cendana dari Mbak OG yang di lift tadi pagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Cut SNY@"GranyCUT"
isoma kali thor, kelebihan ngetik ya jadi isoman
2024-08-23
0
Erni Sasa
oalaaah anaknya babang bas toh🤣
2024-06-25
0
🍌 ᷢ ͩ🏘⃝Aⁿᵘ Deέ
hhhmmmm.....
2023-07-20
0