"Ya, tidak apa-apa. lain kali jalan hati2 ya. soalnya disini sepi. jadi pengendara banyak yang ngebut." jelas Pria Tampan itu kepadaku.
"Iya, sekali lagi terimakasih banyak mas." ujarku dengan tulus. aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada pria baik ini menyelamatkan nyawaku.
Ya, mungkin saja aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. tapi jika aku mati, mungkin ibu baru bisa tersenyum. dan mungkin aku ini memang anak yang tak di inginkan oleh ibu.
Ah, ya Allah. apa yang sedang aku pikirkan. ampuni aku ya Rabb. aku belum mau mati sebelum aku melihat ibu bahagia. aku masih ingin berusaha merebut hati ibu.
"Perkenalkan, nama saya ikhsan." dia mengulurkan tangannya. seketika itu juga wajahku terasa panas. jantungku Kembali tidak tenang.
"Sa-saya, Rania." jawabku menyambut uluran tangannya. aku merasakan bahwa tanganku berkeringat dingin.
"Nama yang bagus. sama seperti orangnya, Cantik!" dia tersenyum kepadaku, sehingga aku menjadi semakin berkeringat dingin.
"Sayang... kamu disini? ya ampun, aku dari tadi nungguin kamu di ujung jalan sana. kamu bicara dengan siapa?"
Aku melihat seorang wanita cantik turun dari sepedanya, dan memanggil sayang kepada Pria yang bernama Ikshan itu. akhirnya aku baru menyadari bahwa wanita itu adalah kekasihnya mas Ikhsan.
"Iya, maaf ya yank. tadi aku bantuin Rania yang hampir ketabrak motor."
"Oh, emang kamu kenal dengan dia sayang?" tanya wanita itu lagi
"Tidak. aku memang niat membantu saja. yasudah sekarang kita jalan lagi yuk. Nia, aku pamit dulu ya? kamu hati-hati jalannya," ucapnya
"Ah, ya. hati2 mas, Mbak." ucapku dengan ramah, dan disambut senyum menawan pria itu. tapi lain dengan wanita cantik itu. dia tidak menjawab ucapanku tetapi menatapku dengan sinis.
Hah, dasar aneh. emang apa yang dia cemburui dariku? Karena dilihat dari sudut pandang manapun sudah jelas aku kalah dan tidak ada apa-apanya dengan dia.
Aku segera meneruskan perjalananku menuju perkebunan teh. aku fokus dengan pikiranku. aku tidak ingin sedih lagi. rasanya kesedihanku sudah cukup. aku harus bisa menjalani hidupku dengan semangat.
Aku berjanji tidak akan bertanya apa apa lagi pada ibu. biarlah ibu bersikap seperti itu kepadaku. yang penting aku akan tetap menjadi anak yang berbakti kepada ibu yang telah melahirkan aku dengan bertaruh nyawa.
Jika aku ingat saja tentang itu. aku tidak akan mungkin tega menyakiti perasaan ibuku. biarlah aku terlahir sebagai wanita bodoh yang tak tahu tulis baca, dan tak mendapatkan kasih sayang.yang penting aku masih mempunyai akhlak dan selalu menanamkan rasa sabar dihatiku.
Setelah sampai di perkebunan. aku segera melakukan aktivitas seperti biasanya. aku mulai fokus dengan pekerjaan yang selama ini aku cintai. karena kata orang seberat dan se ruwet apapun pekerjaan, jika kita mencintainya,maka pekerjaan itu akan terasa anteng.
***
Tak terasa waktu berjalan.kini sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. dan aku segera istirahat, hari ini hanya aku sendiri tanpa Bu Asih, karena biasanya hari Minggu kami memang libur. tapi berbeda dengan Minggu ini, aku ingin bekerja , karena aku ingin menghilangkan semua sesak di dadaku yang disebabkan oleh perdebatan aku dan ibu tadi malam.
Aku segera menuju pondok, yang memang dikhususkan untuk tempat beristirahat para karyawan pemetik teh itu. aku bergabung dengan ibu ibu yang lainnya.
"Tumben sekali kamu hari Minggu masuk kerja Nia?" tanya salah seorang ibu yang ada di pondok itu, sambil menikmati menu siangnya.
"Iya, Bu. lagi suntuk saja dirumah, jadi aku memilih untuk bekerja saja." jawabku dengan sedikit senyum ku ukirkan
Aku segera berlalu dari hadapan mereka, aku menuju sumur kecil yang berada tidak jauh dari pondok itu. segera aku mencuci tangan, kaki dan ambil wudhu untuk sholat Zuhur.
Setelah selesai sholat. aku segera mengeluarkan bekal makan siang. karena aku belum jadi kepasar, maka bekal yang aku bawa hanya sisa masakan yang tadi malam kembali aku panaskan untuk bekalku siang ini.
"Ternyata kamu disini Rania? ya ampun nak. ibumu tadi sangat mencemaskan kamu."
Tiba-tiba Bu Asih datang dengan segala kecemasannya. dan yang membuat telingaku nyalang adalah saat aku mendengar pernyataan Bu Asih, bahwa ibuku sangat mencemaskan aku.
Ah, benarkah ibu sangat mencemaskan aku? atau Bu Asih sengaja mengatakan itu, untuk membesarkan hati saja. bermacam pertanyaan berkecamuk dalam hatiku
"Maaf Bu. tadi aku memang tidak pamit dengan ibuku, karena tadi pagi ibu masih tidur, jadi aku tidak mau mengganggunya."
"Nia, ibu berharap kamu selalu bersabar ya nak! percayalah.suatu saat semuanya akan baik baik saja." ujar Bu Asih, dia menggenggam tanganku seakan memberiku kekuatan.
"Bu, kenapa ibu tidak mau memberi tahuku yang sebenarnya? aku mohon tolong beri tahu aku Bu. aku ini sudah besar, aku sudah dewasa. jadi aku berhak untuk mengetahui yang sebenarnya. aku tidak ingin selalu dihantui dengan rasa penasaranku,dan selalu bertanya tanya kenapa ibu sangat membenciku."
"Bu, aku mohon kali ini saja. ceritakan semuanya denganku." aku menatap Bu Asih dengan penuh harap.
"Rania, sebenarnya ibu belum siap untuk mengatakan hal ini kepadamu. tetapi ibu juga tidak tega melihat penderitaan mu. dan ibu juga tidak ingin kamu selalu salah paham pada ibumu."
"Nia, sebenarnya ibumu itu dulunya wanita yang baik. namun suatu peristiwa menimpa dirinya, sehingga membuat trauma yang mendalam hingga sampai saat ini."
Aku memasang Indra pendengaran ku dengan sebaik mungkin, agar tak ada kata yang tertinggal dari semua penjelasan Bu Asih.
"Emangnya peristiwa apa yang telah terjadi Bu?" tanyaku dengan penuh penasaran
"Dulu sewaktu ibumu pulang bekerja di sebuah perusahaan swasta. dia di perkosa oleh beberapa preman mabuk. sehingga menyebabkan ibumu stres dan depresi. yang lebih sakitnya lagi, dia ditinggalkan oleh tunangannya, karena tunangannya itu tidak percaya pada musibah yang menimpa ibumu.
"Tunangannya dan juga saudara ibumu sendiri menuduh bahwa itu hanya rekayasa ibumu. mereka membenci ibumu dan mengusirnya dari kampung itu. ibumu itu seorang gadis yatim piatu. semua saudara membencinya, itu disebabkan oleh kejadian yang tak pernah ia lakukan.
"Pada saat itu ibumu benar2 sudah putus asa ditambah lagi dia hamil dari hasil pemerkosaan itu. dan akhirnya ibumu meninggalkan kampung halamannya.
Pada suatu hari ibu menemukan dia saat ingin mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari jembatan ke sungai. namun ibu mencoba untuk membujuknya dan berjanji untuk menjadi teman baiknya sampai kapanpun.
Akhirnya dia mau mengikuti semua kata kata ibu.dan aku sangat senang, aku membawanya pulang untuk tinggal bersamaku hingga kamu lahir. dan setelah kamu lahir dia minta pindah rumah. ibu terpaksa mengikuti kemauannya, maka ibu mencarikan dia rumah kontrakan di sebelah rumahku. agar aku bisa memantaunya.
Kamu tahu Nia? awalnya aku sangat takut dan cemas membiarkan kamu di asuh oleh wanita yang depresi seperti ibumu. aku takut dia akan menyakitimu. namun semua diluar dugaanku. ya,didepan orang dia akan marah kepadamu. namun saat dia hanya berdua denganmu, maka dia akan memberikan kasih sayangnya sepenuhnya kepadamu."
Nia, percayalah nak. bahwa ibumu itu sangat menyayangi kamu. namun dia masih belum bisa berdamai dengan keadaan dan rasa traumanya. sehingga dia berlaku seperti itu denganmu. ibu berharap kamu lebih sabar lagi ya nak!"
Aku menangis sesenggukan. aku benar-benar tidak menyangka begitu beratnya beban batin ibu. aku ingin sekali untuk pulang dan memeluk tubuh wanita rapuh itu. aku tak kuasa menahan tangisku. sehingga Bu Asih membawaku kedalam pelukannya.
Bersambung...
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
afikamanisih Manisih
nyesek
2022-10-11
0
Syarifah
sedihhh
2022-08-13
0
LISA
Moga hati Ibunya Nia bisa terbuka utk Nia..utk menyayangi Nia.
2022-08-11
0