Raja Tribuana Jayatugga, raja dari kerajaan Jayakarta tidak pernah mengira kerajaannya akan mendapatkan serangan dadakan. Di dalam istananya dia menatap ibu kota yang tengah menjadi mendan perang, api berkobar di mana-mana dan teriakan penderitaan warganya terdengar begitu mengerikan.
Grit! Raja itu meremas tangannya dengan penuh kemarahan, dia marah pada dirinya sendiri karena lalai dalam melihat situasi yang berakibat kehancuran pada kerajaan.
“Bagaimana mungkin aku tidak berpikir semua ini akan terjadi?.” ucap raja dengan penuh penyesalan.
Dia begitu menyesal telah mengirim sebagian besar pasukan kerajaan Jayakarta ke wilayah perbatasan dikarenakan ancaman serangan dari kerajaan tetangga yang sebenarnya masih sebatas rumor.
“Jangan terus terpaku pada kesalahan yang telah kau lakukan, tidak akan ada yang bisa kau lakukan untuk merubah apa yang sudah terjadi. Sekarang pikirkanlah jalan keluar dari masalah di depanmu baginda.” nasehat dari permaisuri menyadarkan raja Tribuana.
Raja segera memerintahkan pasukan kerajaan yang tersisa untuk mengulur waktu, sementara itu permaisuri diminta segera melarikan diri untuk berjaga jika kerajaan Jayakarta tidak dapat bertahan.
“Bagaimana dengan Tasmira?.” raja mempertanyakan nasib putrinya yang telah menghilang dari istana sebelum penyerangan terjadi. “Jangan khawatir dengan putri kita, berkah dari dewi kehidupan Kahya akan melindunginya.” balas sang ratu dengan penuh keyakinan.
Begitu Ratu diungsikan, kabar mengenai pasukan musuh yang berhasil memasuki wilayah istana sampai di telinga Raja. Kabar itu membuat raja Tribuana begitu heran bagaimana mungkin musuh begitu cepat menerobos pertahanan istana.
“Sudah pasti ada tikus yang berkhianat!.” ucap Wikram, kesatrian terbaik kerajaan Jayakarta. Raja Tribuana hanya diam mendengar perkataan tangan kanannya itu. Raja memikirkan bagaimana dia tidak bisa mencium adanya penghianatan.
“Aku terlalu sibuk dengan kemajuan kerajaan sehingga melupakan keamanan di sekitar.” gumamnya.
Dua tahun setelah kemunculan para utusan (player), kerajaan Jayakarta mengalami kemajuan yang begitu pesat dikarenakan banyaknya utusan yang bermukim di kerajaan ini.
Para utusan yang diberkahi kehidupan abadi memanfaatkan kemampuan mereka untuk melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Melawan monster berbahaya, masuk kedalam Dungeon mematikan dan menyelesaikan misi yang mustahil mereka melakukannya tanpa rasa takut.
Berkah hidup abadi membuat para utusan tidak merasa takut akan kematian.
Perdagangan dengan para utusan begitu menguntungkan kerajaan Jayakarta, sehingga perekonomian meningkatkan drastis. Tapi tentu bukan hanya hal baik yang datang pada mereka.
Melihat perkembangan kerajaan Jayakarta membuat kerajaan lain mulai cemburu, beberapa kali kerajaan tetangga melakukan tekanan pada kerajaan Jayakarta agar membagi penghasilan perdagangan dengan mereka.
Ancaman perang pun mulai senter terdengar ketik Raja Tribuana menolak permintaan kerajaan tetangga yang dia pikir adalah sebuah pemeras. Akibatnya serangan di wilayah perbatasan lebih sering terjadi.
Untuk melindungi wilayahnya Raja Tribuana mengirim sejumlah pasukan besar ke perbatasan, dia tidak pernah berpikir jika keputusan itu akan membuat kerajaannya dalam bahaya.
“Akhahaha... kau benar-benar raja yang bodoh Tribuana!.” suara tawa terdengar di barisan belakang pasukan musuh. Mendengar itu kesatria Wikram menjadi begitu marah, “Daeyat, rupanya kau!.” tatapan kebencian kesatria itu terarah pada salah satu bangsawan kerajaan Jayakarta yang sekarang berada di pihak lawan.
Melihat penghianat kerajaan di depan matanya, Raja Tribuana hanya menghela nafas panjang seolah dia bersyukur atas sesuatu. “Aku ingat jika kau yang menyarankan aku untuk mengirim prajurit kerajaan ke perbatasan. Kau benar aku memang bodoh karena mengikuti saran dari mu.”
Setelah mengatakan itu wajah Raja Tribuana berubah serius, aura yang menekan terpancar darinya. Bagaikan ditatap oleh seekor singa, pasukan musuh gemetar merasakan aura seorang raja, sedangkan tentara kerajaan yang bertarung bersama Raja mereka merasakan penikatan luar biasa.
“Aura ini sudah lama aku tidak merasakannya.” Wikram mengingat masa-masa kekacauan dimana dirinya dan Raja Tribuana bertarung bersama di medan perang. “Aku hampir melupakan perasaan itu.” Wikram mempererat genggaman pedangnya, dia bersiap bertaraf di samping sang Raja.
“Daeyat, kita memang memiliki hubungan persaudaraan, namun apa yang telah kau lakukan hari ini membuat mu tidak layak menjadi bagian dari kerajaan Jayakarta.” Raja Tribuana mempersiapkan pasukan untuk menyerang.
“Hahaha... tidak layak kau bilang?. Justru kau yang tidak layak Tribuana!. Raja dari Jayakarta seharusnya aku, tapi karena kelicikan kakek mu, tahtah yang seharusnya menjadi milikmu justru diambil.”
“Kau bebas mengatakan apapun yang kau inginkan, tapi yang pasti kematian mu hari ini sudah diputuskan.” pasukan yang dipimpin Raja Tribuana menyerang dengan kekuatan penuh, Wikram dengan ganas membantai musuh di depannya.
Pasukan musuh mulai kualahan menghadapi tentara kerajaan Jayakarta. Tapi kondisi yang tidak menguntungkan itu tidak membuat tawa dari penghianat Daeyat menghilang.
“Ahahaha... Kau pikir aku menyerang kerajaan hari ini tanpa persiapan hah!.” Senyum lebar merekah dari bibirnya. Daeyat hendak menggunakan senjata pamungkasnya, “Teman-temanku, beri aku bantuan dan aku akan menerima tawaran yang kalian berikan.” Raja Tribuana dan Wikram tidak tahu pada siapa Daeyat berbicara, tapi keduanya segera paham saat dua kapal terbang melayang di atas istana kerajaan.
Pasukan musuh diturunkan ke halaman istana lewat perahu terbang, diantara pasukan musuh terdapat dua kesatria dengan armor berkilau. Aura yang terpancar dari keduanya menandakan jika mereka bukan prajurit bisa.
“Aku bersyukur akhirnya tuan Daeyat, oh tidak maksudku Raja Daeyat akhirnya meminta bantuan pada kami.” salah satu prajurit berkilau berbicara dengan Daeyat seolah keduanya telah berteman baik.
“Itu tidak bisa dihindari, Raja bodoh itu tidak disangka memberikan perlawanan yang cukup merepotkan.” Daeyat begitu geram melihat perjuangan Raja Tribuana. “Karena keegoisan mu banyak warga meninggal hari ini. Itu semua adalah karena salahmu, seandainya kau menuruti saran ku, semua ini tidak akan terjadi.”
Mendengar perkataan Daeyat membuat Wikram marah. “Kau ingin memutar balikkan fakta dengan menyalahkan Raja. Tapi semua orang tahu jika kau tidak melakukan pemberontak semua orang akan hidup dengan damai.”
Wikram menggunakan kemampuan berpedang terbaik di seluruh kerajaan Jayakarta untuk menerobos pasukan musuh. Dia hendakenrnghal kepala si penghianat dengan tangannya sendiri, namun tebasan pedang kesatria terkuat itu terhenti ketika salah satu armor berkilau menghadapinya.
“Aku berpikir kenapa si penghianat itu merasa begitu yakin dapat mengambil alih kerajaan Jayakarta. Ternyata para pendukungnya di balik layar memang begitu menjanjikan.”
Kesatria kerajaan Jayakarta beradu keahlian dengan Armor berkilau. Pertarungan yang berat sebelah, armor berkilau begitu kerepotan dengan serangan yang diberikan oleh Wikram.
“Predikat kesatria terkuat di kerajaan Jayakarta memang bukan hanya sekedar bualan.” melihat rekannya kesulitan melawan Wikram, prajurit armor berkilau ke dua pun turut membantu.
Tapi tetap saja Wikram masih bisa mengatasi keduanya, “Baginda Raja, biar aku yang menangani tempat ini, ada segeralah ambil kepala si penghianat dan sudahi pertempuran.” ucap Wikram.
“Brengs3k, kau berani mengalihkan perhatian saat bertarung dengan dua prajurit suci!.” salah satu armor berkilau marah karena Wikram menganggap enteng dirinya.
“Prajurit suci hah?, Memangnya kultus sesat mana yang berani berkonspirasi untuk menyerang kerajaan kami!.”
““.......””
Kedua armor berkilau tidak mengatakan apapun, Wikram Sadat keduanya tidak akan membocorkan rahasia tentang apapun organisasi mereka.
Sementara itu Raja Tribuana berserta pasukannya dengan cepat mengepung Daeyat. Pasukan tambahan yang dibawa dua armor berkilau tidak cukup untuk menahan tentara kerajaan.
“Hadapi kematian mu penghianat!.” teriakan Raja kerajaan Jayakarta menggelegar bagikan halilintar membuat jiwa Daeyat bergetar, tapi senyum di wajah si penghianat masih lebar tergores.
Daeyat penuh keyakinan berkata. “Ahahaha... kau tidak akan bisa membunuhku Tribuana!.”
“Benarkah, apa yang membuatmu yakin aku tidak akan membunuhmu?.” raja Tribuana menggenggam erat leher Daeyat, ia bersiap untuk memancung kepala adik iparnya itu.
Tapi tiba-tiba Raja terdiam saat mendengar perkataan Daeyat. “Karena aku sudah menangkap putrimu, buahahaha....”. raja Tribuana begitu terkejut, Daeyat pun menggunakan kesempatan untuk melakukan serangan.
Jeleb!
Daeyat menikam raja Tribuana dengan keris yang dia sembunyikan di belakang punggung.
***
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Dou'U Ji
*hendak memenggal
2023-01-29
0