Penyihir Hitam Log-in
Matahari bersinar terik, udara terasa begitu panas, api yang membakar seluruh area di sekitar semakin memperburuk keadaan.
"Terasa begitu sesak untuk menarik nafas."
Kematian, hanya ada kematian di sekitar prajurit itu. Ratusan mayat dengan seragam militer terbaring tak bernyawa di bawah kakinya.
“Perang selalu meninggalkan pemandangan yang tidak enak di lihat.”
Memperhatikan sekitar, mencari pasukan lawan yang masih bertahan. Keadaan begitu kacau, prajurit itu begitu yakin jika tidak ada orang berhasil selamat dari perang yang baru saja terjadi.
“Lihat apa yang aku temukan. Sepertinya baru saja ada pesta besar di sini.” suara seorang perempuan terdengar, sontak dengan sigap prajurit itu mengarahkan senapannya ke sumber suara.
Prajurit terkejut saat melihat sosok tersebut. Seorang wanita yang terbakar, sekujur tubuhnya menyala-nyala namun dia tidak terlihat kesakitan.
Akibat kedatangan wanita api itu membuat udara sekitar semakin panas, kobaran api di sekitar semakin tidak terkendali, beberapa mayat mulai terbakar, sementara tangan dibawah wanita api mulai meleleh.
“Siapa kau?.” tanya prajurit yang mulia berkeringat di keningnya. Keringat yang muncul bukan karena hawa panas mematikan di sekitar, melainkan karena prajurit itu begitu antisipasi terhadap entitas yang tidak dia ketahui berdiri didepannya.
“Aku adalah apa yang saat ini kau pikirkan.” Ucapan wanita api membuat mata prajurit melebar, dia begitu terkejut.
“.... jika itu benar berarti....” tubuh prajurit itu bergetar hebat, tangannya terasa begitu lemas hingga tidak mampu lagi mengangkat senjata.
“Yeah, sudah waktunya untuk dunia ini.” Kobaran api ditubuh wanita itu semakin membesar, lahar dibawah kakinya semakin melebar.
Tapi seolah tidak merasakan panas sedikitpun, prajurit itu hanya menutupi matanya dengan lengan karena cahaya dari wanita api begitu menyilaukan.
Selanjutnya ledakan cahaya terjadi membuat seluruh penglihatan prajurit itu hanya berwarna putih.
****
“Ghsp!.” mendadak aku terbangun karena penglihatan dalam mimpi, sementara keadaan sekitar sesekali berguncang membuatku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Menatap ke luar jendela hanya Awah gelap dengan kilatan cahaya sesekali terlihat. Pemandangan yang membuat aku tersadar jika saat ini tengah berada di dalam pesawat.
“Permisi, apakah anda baik-baik saja?.” Seorang pramugari menghampiri tempat dudukku. “Maaf untuk guncangan tadi, cuaca tiba-tiba menjadi buruk sehingga menyebabkan turbulensi.”
Walaupun wajah pramugari itu penuh dengan senyum, tapi aku dapat melihat jika dia tengah ketakutan. Tangan yang gemetar serta keringat dingin yang aku lihat darinya sudah cukup untuk memberitahu ku tahu seberapa buruk situasi saat ini.
“Tidak apa, semua akan baik-baik saja sekarang.”
“Heh?.”
Dari jendela perlahan cahaya bersinar, pramugari itu terkejut saat melihat awan hitam yang diyakini akan menyebabkan badai perlahan semakin menghilang. Penandatanganan gelap di luar jendela kini berubah menjadi pemandangan indah matahari terbenam.
“Bagaimana mungkin?.” wajah pramugari itu melongo ketika melihat sesuatu yang tidak masuk akal, “Bisakah aku meminta air mineral?.” tapi dia segera tersadar setelah aku memintanya mengambilkan minuman.
“Sekarang ini menjadi panas.” sinar matahari menerpa wajahku membustingatan tentang mimpi itu kembali terlintas di benak. “Masa bodo dengan apa yang akan terjadi pada dunia....” aku meminum habis air mineral yang pramugari sebelumnya berikan, lalu kembali mencoba untuk tidur.
“.....Aku haruuus hoam... mencari pekerjaan baru.” kantuk mulai menyerang lalu mengantarku ke alam mimpi.
***
“Mbakyu!.” seseorang memanggilku begitu keluar dari area Apron, banyak orang yang menunggu diluar area dengan pembatas, mereka adalah orang-orang yang menjemput penumpang sepertiku. Diantara mereka aku melihat seorang gadis yang memanggil-manggilku.
Melihat gadis itu aku tersenyum, “Hanna!.” ucapku sembari menghampirinya. Hanna Kemala, adik perempuanku yang datang menjemput. “Kak Erina pulang dari luar negeri setelah dua tahun, tapi kok nggak bawa banyak barang.” Hanna keheranan karena aku hanya membawa satu koper saat pulang.
“Yah mau bagaimana lagi, daerah tempat aku tinggal tidak memiliki toko baju maupun suvenir untuk dibawa pulang.”
“Heeeh.....” Hanna tampak kecewa, mungkinkah dia mengharapkan oleh-oleh dariku?. Gadis itu sudah berusia 17 tahun sekarang, tapi sifatnya masih tidak berubah sejak dua tahun lalu.
“Well, sepertinya aku menyimpan sesuatu yang agak lucu.” aku mulai membuka tas yang ku bawa.
“Heh... apa, apa itu?.” adikku begitu bersemangat, namun semangatnya segera lenyap setelah melihat apa yang aku berikan. “pistol?.” tatapannya terlihat bosan setelah melihat apa yang aku berikan sebagai oleh-oleh.
Hanna memainkan pistol itu seperti mainan, memutar-mutar pelatuknya hingga mengarahkan ke orang di bandara hingga. Aku hanya tersenyum melihat tingkah adikku.
“Itu yang asli.”
“What?.” Hanna terkejut hingga hampir menjatuhkan pistol itu. “I... ini sungguhan?.” dengan wajah pucat, gadis itu melihat sekitar.
“Ya, tentu. Apa kau tidak merasakan dari bobot pistol itu?.”
“Ya mana aku tahu. Mbak pikir aku sering megang gituan!.” dengan tangan yang bergetar Hannan mengembalikan pistol kembali padaku. “Hemm... sayang sekali, padahal aku ingin kau menyimpannya sebagai perlindungan.”
“Aku tidak butuh itu karena kakak sudah kembali.” perkataan Hanna membuatku terharu hingga secara refleks aku memeluk adik yang usianya tiga tahun lebih muda dariku.
“Hanna, kau tidak akan tahu betapa aku merindukanmu.”
“Uwaah... hentikan ini memalukan!.” Hanna menatap sekitar dan menyadari banyak orang yang memperhatikan kami.
Hanna mengantarku pulang dengan mobilnya. Walaupun dia baru menginjak usia 18 tahun dua bulan lalu tapi Hanna begitu ahli dalam mengendarai mobil.
“Bukankah kau baru mendapatkan SIM dua bulan lalu?.” aku bertanya.
“Hemm... yah, aku sering bermain game simulasi berkendara.” jawab Hanna dengan penuh senyum. Sepanjang perjalanan kami, Hanna terus bercerita tentang kehidupannya selama dua tahun terakhir.
“Aku mendengar kau menjadi seorang Stremer sekarang. Maafkan kakak karena tidak sekalipun melihatmu, tempat kakak ditugaskan begitu terpencil sehingga tidak ada jaringan internet.”
“Ti... tidak perlu meminta maaf,” Hanna terlihat panik, “Justru aku sangat berterima kasih karena kakak bekerja keras untukku.”
Awalnya aku khawatir pada hubungan kami, dikarenakan sudah dua tahun komunikasi kami berdua sepenuhnya terputus membuatku takut jika adikku akan merubah sikapnya.
Namun pembicaraan kami selama perjalanan pulang membuatku sadar jika ketakutan ku lenyap.
***
“Dimana Hanna? Bukankah aku sudah menyuruhnya untuk datang malam ini!.” seorang pemuda dengan kesal mencari keberadaan Hanna.
“Dia mengatakan jika hari ini ada urusan keluarga.”
“Apa!,” ajah pemuda itu memerah karena amarah, “Gawat padahal sudah susah payah aku mencari sponsor, gadis tidak tahu diri itu justru menghilang.”
“Tuan Carli, bagaimana tentang perjanjian kita. Aku akan membatalkan semuanya jika kau tidak segera membawakan gadis yang aku inginkan.” mendengar perkataan pria setengah baya yang tiba-tiba muncul, pemuda bernama Carli itu menjadi pucat.
“Tuan Hendra tenang saja, beri aku waktu dua puluh menit, akan aku bawah gadis itu pada anda.”
Dengan panik Carli menghubungi nomor Hanna.
***
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Deeira
Karakter adik manja adalah suatu keharusan
2022-08-18
2