Bryant mengecup kening Hazel dan berpamitan dengan lambaian tangan. Sementara paman Alkan hanya menatap jengah kemesraan yang dilakukan di depannya. Bukan karena iri, tapi karena mata genit Hazel tak tahu malu.
Aku tidak ingin keponakanku menjadi laki-laki lemah karena cinta palsumu. Lihat saja nanti, bagaimana nasib gadis murahan sepertimu.~batin paman Alkan dan mengikuti langkah Bryant.
Alkan bergegas menyusul Bryant. Keduanya memasuki mobil sedan berwarna silver dan meninggalkan kediaman istana BA Castle. Di dalam mobil, wajah tak sedap Bryant terlihat jelas. Wajah ditekuk dan mata tak semangat.
"Apa kalian bertengkar lagi?" tanya Paman Alkan.
Bryant mengalihkan pandangan keluar jendela. "Hazel tidak mau memiliki anak, dan memilih karir."
"Huft. Sejak awal sudah kukatakan, jika wanita itu hanya ingin….."
Bryant menatap pamannya dengan tatapan tidak suka. "Ayolah. Berapa kali, paman ingin mengatakan hal sama? Hazel hanya ingin sukses. Jika istriku hanya ingin harta, pasti dia tidak akan bekerja sampai hari ini."
"Terserah. Pak, kita ke apartemen!" titah paman Alkan.
Satu alis Bryant terangkat. "Ada apa? Bukankah, kita ada rapat penting?"
"Aku berulang kali menelponmu, tapi tak ada jawaban. Istri mu jatuh pingsan di kamar mandi……"
"Paman jangan bercanda, baru tadi kita lihat Hazel…."
Alkan menepuk keningnya. "Istrimu bukan hanya Hazel. Mau dikemanakan istri barumu? Belum tua aja, udah amnesia."
Bryant baru ingat, kemarin pernikahan keduanya telah dilangsungkan dan semalam. Pikirannya melayang, bagaimana caranya menghadapi istri sirinya itu. Setelah merenggut mahkota wanita itu. Justru tanpa perasaan memilih pergi meninggalkan apartemen begitu saja.
Puk!
Satu tepukan di lengan, membuat Bryant kembali sadar. "Ada apa paman?"
"Kamu yang kenapa, malah melamun. Aku panggil dokter Vira ke apartemen." ujar paman Alkan.
Bryant kembali diam. Mana mungkin dirinya mengatakan tragedi semalam. Mobil melaju dengan kecepatan maksimal, membelah jalanan yang cukup lenggang. Sementara di dalam sebuah kamar, seorang wanita tengah cemas tingkat tinggi. Berulang kali wanita itu mondar-mandir mengambil air untuk mengganti air kompresan, tapi tubuh di atas ranjang masih saja panas dengan wajah semakin memucat dan dingin.
Tingtong….
Tingtong….
Suara bel, mengalihkan perhatiannya. Langkahnya berlari keluar kamar dan menuju pintu apartemen.
Ceklek….
"Akhirnya, dokter datang juga. Buruan masuk, dok." ucap wanita itu bernafas lega.
Keduanya masuk dan pintu ditutup kembali. Dokter langsung diarahkan ke kamar tempat pasiennya. Begitu sampai di kamar, dokter mengeluarkan alat dari tas jinjingnya dan memeriksa keadaan pasien di atas ranjang.
"Bagaimana, dok?"
Dokter mengecek nadi, suhu badan dan juga mata pasien. "Pasien mengalami shock dan juga tubuhnya kekurangan cairan. Kapan terakhir kali, pasien makan?"
Pertanyaan itu, membuat Oci bingung. Bagaimana dirinya tahu, kapan terakhir wanita itu makan. Dokter paham, dari pakaian yang dikenakan Oci. Pastinya wanita itu tidak tahu banyak tentang majikannya. "Baiklah, aku sarankan bawa pasien ke rumah sakit dan biarkan cairan asupan makanan diberikan dari infus….."
"Tidak! Dia tidak boleh keluar dari apartemen ini." Protes seorang pria yang berdiri di depan kamar.
Oci dan dokter langsung mengalihkan perhatian ke pria yang baru saja datang. "Tuan…."
"Berikan, istriku obat penurun panas. Aku sendiri yang akan merawatnya." tukas Bryant dan masuk ke dalam kamar.
Mendengar hal itu, membuat Oci menatap paman Alkan yang berdiri di samping tuannya. Pria yang ditatap hanya mengangkat bahu, tanda dirinya tak tahu apapun. Bryant berhenti di tepi ranjang dan melihat bagaimana keadaan istri sirinya. Wajah pucat dengan tubuh lemah. Ntah kenapa bayangan tragedi semalam, semakin tak bisa dihentikan.
"Ini obatnya, dan jika dalam dua puluh empat jam kedepan, tidak ada perkembangan. Silahkan bawa ke rumah sakit." jelas dokter dan memberikan obat penurun panas pada Bryant.
Bryant menerima dan memberikan isyarat pada pamannya. Alkan paham dengan kedipan mata keponakannya itu. "Dok, mari saya antar. Oci, kamu ikut aku!"
"Aku juga?" tanya Oci menunjuk dirinya sendiri.
"Ekhem!" dehem Bryant, membuat Oci nyengir.
"Okay, permisi Tuan." Oci bergegas menyusul dokter Vira.
Paman Alkan berada di barisan terakhir, membiarkan dokter Vira dan Oci keluar terlebih dulu. "Nak, tetaplah disini. Masalah rumah, biar paman yang kasih alasan."
"Makasih, paman tahu apa yang kubutuhkan." ucap Bryant.
Suara langkah kaki menjauh dari kamar. Meskipun pintu kamar terbuka, tetap didalam apartemen tinggal mereka berdua. Tubuh Bryant lunglai. Perasaan bersalah menguasai hatinya. Bayangan semalam, bagaimana dirinya memaksa wanita di atas ranjang itu untuk melayani nafsu yang tak sepantasnya.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud melakukan pemaksaan. Bagaimanapun, aku bukan menikahimu karena cinta. Sekarang, aku harus apa?" racau Bryant menatap wajah pucat Ara.
Beberapa saat Bryant termenung, hingga matanya melihat tubuh Ara gemetar dan mulai kejang. Sontak membuatnya berdiri dan menghampiri Ara. "Hei, apa yang terjadi?"
Kepanikan terjadi, membuat Bryant merengkuh tubuh Ara kedalam pelukannya. Ara semakin menggigil dan racauan mulai terdengar. "Diingiin…. Maas….jang…an… tingaal….kan….aaa…kuu…jaa…ngan…juuaal…aakuu…."
Bibir Bryant kelu, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Racauan Ara terdengar sendu dan pilu. Seperti rintihan hati yang tersakiti. Suara Ara terdengar menyayat hati.
Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa racauan mu sedalam ini.~batin Bryant mengeratkan pelukan.
Tubuh Ara semakin menggigil, membuat Bryant menarik selimut dan menutupi tubuh wanita itu lebih rapat. Kepanikan tak membuat, pikirannya terjebak. Bryant mengambil laptop di laci nakas dan mencari jalan solusi dengan pencarian di google. Sebuah laman menjelaskan apa saja solusinya. Beberapa pilihan dipertimbangkan.
"Aku tidak mungkin, membawamu ke rumah sakit. Maafkan aku, aku harus melakukan hal yang tidak seharusnya." gumam Bryant dan menaruh laptop di atas nakas.
Teh di atas nakas sudah tinggal setengah, itu artinya Oci sudah berusaha dan obat yang tergelak di ranjang. Tidak mungkin diberikan, sebelum asupan makanan masuk. Jalan terakhir, menghangatkan tubuh Ara agar tidak kedinginan.
Bryant memejamkan matanya, menarik nafas dalam dan dikeluarkan dengan kasar. Setelah mendapatkan kekuatan, dengan sadar satu persatu pakaiannya dilepaskan. Selimut disibakkan dan tak lupa melepaskan pakaian Ara. Tangan Bryant gemetar. Ada rasa tak sanggup, tapi ini harus dilakukan.
"Maafkan aku." bisik Bryant dan memulai memberikan sentuhan.
Kecupan lembut turun dan hinggap di bibir Ara. Perlahan tapi pasti, Bryant memulai perjalanannya. Menjelajahi tubuh polos berstempel merah yang masih terlihat jelas. Pergulatan panas itu hanya dari satu sisi, wajah pucat Ara perlahan berangsur-angsur menghilang. Berganti rona merah, perjuangan Bryant tak sia-sia.
Hampir satu jam, Bryant mencoba menguasai tubuh Ara agar suhu tubuh wanita itu kembali normal. Ara mulai mengerjapkan mata, membuat Bryant berhenti melakukan kegiatannya. "Apa masih dingin?"
Ara menatap Bryant dengan tatapan tak terbaca. "Akuu….."
Tangan Bryant menyentuh kening dan leher Ara. "Syukurlah sudah lebih baik. Sebaiknya, aku akhiri."
Tubuh Bryant ditahan Ara, membuat pria itu menatap Ara dengan tatapan aneh. "Disini, masih dingin," Ara menunjuk dadanya.
Bukan itu yang menjadikan Bryant susah menelan saliva, tapi dua bukit kembar itu seakan menantangnya. Gelengan kepala menyadarkannya. Pikirannya harus dibenarkan. "Ayo, kubantu memakai pakaianmu."
Ara diam dan membiarkan Bryant menyambar pakaian di atas ranjang dan memakaikannya seperti anak kecil. Tanpa Bryant sadari, tubuhnya saja masih terlanjang.
"Tunggu disini, aku akan buatkan sesuatu. Pasti, kamu belum makan." ujar Bryant dan turun dari ranjang.
"Apa anda akan berkeliaran tanpa busana?" tanya Ara, membuat Bryant menatap tubuhnya sendiri.
"Ouh shiit!" umpat Bryant dan mengambil pakaiannya dari lemari, bergegas langkah kakinya berlari memasuki kamar mandi.
Ara memilih berbaring dengan menekuk kedua kakinya. Meringkuk dan memeluk tubuhnya sendiri. Perasaan dan pikirannya tak bisa diajak bekerjasama. Sesak, hancur, kecewa, sedih dan pilu bercampur menjadi satu. Jiwanya terasa kosong. Semua tak lagi berarti.
Aku seperti boneka di kehidupan ini, bagaimana caraku bertahan? Sanggupkah aku menjadi seorang istri siri? Tuhan bisakah kau ambil nyawaku?~batin Ara dengan lelehan air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
sabar ya sayang,,, kamu pasti bisa melewatinya 💪💪
2023-01-04
1
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
hahaha sungguh memalukan 🙈🙈🙈
2023-01-04
1
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
mau ngapain lagi si Bryant ini, kenapa ndak cepat cepat di bawah ke rumah sakit
2023-01-04
1