Rara dan Sissy berjalan pulang sekolah karena jarak sekolah ke rumah mereka tak begitu jauh dan hanya ditempuh sepuluh sampai lima belas menit dengan berjalan kaki. Rara sering pergi ke sekolah sendiri tanpa Sissy karena Sissy kadang diantar oleh Ayahnya jika sang Ayah dinas pagi. Kadang pula mereka ke sekolah bersama jika Ayah Sissy tidak di rumah.
Ayah Sissy hanya ingin memberi ruang berdua dengan putri semata wayangnya jika ia ada waktu makanya walau sekolah dekat ia menyempatkan untuk mengantarnya.
“Gila, ini soal susah banget ya Sy,” ucap Rara sambil sesekali melihat contoh soalnya.
“Nggak usah dipikirin. Ntar lo pingsan di jalan,” ledek Sissy. Ia sebenarnya dari tadi ingin membahas soal yang ia dengar tadi, namun ia bingung mulai darimana.
Akhirnya sampai mereka di rumah masing-masing Sissy tak juga membahas soal Regita dan Kak Varel. Mereka hanya sibuk membahas soal belajar mereka dan juga curhatan Sissy soal Yudi.
“Assalamu’alaikum,” ucap Rara ketika memasuki rumahnya.
“Wa’alaikum salam. Eh Kak, katanya ada kelas tambahan,” balas Julian yang sedang menonton.
“Besok. Tadi baru dibagikan contoh soal dan buku saja,” jawab Rara.
“Oh. Kakak ada makan siang di atas meja. Bunda sama Ayah lagi nggak di rumah. Aku udah makan tadi,” ucap Julian dan Rara hanya mengangguk.
Sementar itu, Sissy di rumahnya lagi-lagi harus memesan makanan online karena tak ada yang memasak. Ayahnya pun tak ingin menikah lagi dan mereka tidak menyewa pembantu.
“Besok-besok harus belajar memasak biar nggak kelaparan,” gumam Sissy sambil menunggu makanannya datang. Ia duduk di dalam kamar sambil sesekali membaca soal dari sekolah.
.... . ....
“Halo Sy, lagi apa?” sapa Yudi ketika Sissy menjawab panggilan teleponnya.
“Tadinya lagi belajar,” jawab Sissy menutup bukunya.
“Oh sorry, kayaknya gue ganggu ya,” ucap Yudi tak enak hati, ia menyandarkan punggungnya di dinding sambil duduk-duduk di atas tempat tidurnya.
“Nggak sih. Lo lagi apa?” tanya Sissy balik, ia selalu saja grogi walaupun hanya bicara lewat telepon.
“Lagi mikirin kamu,” jawab Yudi menahan senyumannya.
“Gombal.”
“Yeyy, serius ini.”
“Oh hanya serius, gue kira dua rius,” ledek Sissy.
“Ya ampun Sy, jangankan dua rius, sejuta rius pun buat kamu,” tandas Yudi.
“Gombal terusss,” ledek Sissy yang padahal ia sangat menyukai ucapan Yudi.
“Dari tadi gue ngomong lo bilang gue gombal. Ntar gue nembak lo, lo bilang gue membual,” keluh Yudi.
Sissy terdiam dengan wajah merah merona. Ia sampai tak bisa berkata-kata lagi.
“Sy?” panggil Yudi.
Sissy masih belum bersuara.
“Sissy?” sekali lagi Yudi memanggil, ia jadi khawatir jika kata-katanya barusan justru membuat Sissy marah padanya.
“Eh, iya?” Barulah Sissy bersuara.
“Lo dengar gue ngomong nggak dari tadi?” tanya Yudi pelan.
“Dengar kok Yud,” jawab Sissy malu.
“Hmm, sepertinya elo lagi sibuk belajar. Ya udah, selamat belajar Sissy sayang. Jangan dipaksain dan jangan begadang,” ucap Yudi namun tak mendapat sahutan dari Sissy
“Bye Sy,” ucap Yudi masih berusaha mendapat sahutan Sissy.
“Bye Yud,” jawab Sissy pada akhirnya.
Setelah panggilan berakhir, Sissy langsung berdiri di atas kasurnya.
“Apa tadi? Yudi manggil gue sayang? Sissy sayang? Huaaa ....”
Sissy melompat-lompat dia atas tempat tidurnya saking senangnya dipanggil sayang oleh Yudi.
“Rara, oh Rara. Gue lagi jatuh cinta,” ucap Sissy yang kini sudah kembali berbaring karena lelah melompat.
Sissy mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Rara.
[Ra, besok ke sekolah bareng]
Di rumah, Rara yang sedang belajar melirik ponselnya yang bergetar.
“Sissy?” gumam Rara dengan mengangkat sebelah alisnya.
Rara menghela napas, “Nih anak pasti mau curhat,” ucapnya.
[Iya, ntar gue singgah di rumah lo. Jangan telat!]
Sissy tertawa, ia sudah tahu Rara paling anti dengan kata ‘telat’.
[Siap baby!]
Rara hanya tersenyum membaca pesan Sissy, ia kembali melanjutkan belajarnya hingga pukul dua puluh satu barulah ia kembali ke tempat tidur dan mengistilahkan tubuhnya.
Pagi menjelang, Rara sudah bersiap ke sekolah begitupun dengan Julian. Mereka berjalan bersama namun karena sudah janjian dengan Sissy, maka Rara berhenti di depan rumah Sissy sedangkan Julian lebih dulu berjalan ke sekolahnya.
“Sy ... Sissy!” panggil Rara dari depan rumah Sissy yang tertutup gerbang namun tak begitu tinggi.
Yang dipanggil pun keluar dan langsung mengunci pintu rumahnya. Sissy tersenyum membuat Rara menghela napas.
“Lo waras, 'kan?” ledek Rara.
Wajah Sissy seketika datar setelah mendengar ucapan Rara.
“Yuk Ra,” ajak Sissy dan keduanya pun bergandengan tangan.
“So?” Rara mengangkat sebelah alisnya membuat Sissy cekikikan.
“Langsung ya guys, hahahaha,” ucap Sissy tertawa.
“Ya gue udah tahu kalau kayak gini pasti ada yang pingin lo ceritain. Jadi cepat ceritain,” ucap Rara sedikit tegas namun bagi Sissy itu sangat menggemaskan.
“Hahaha lo tahu aja soal gue, Ra,” ucap Sissy.
“Apa sih yang Rara nggak tahu soal Sissy,” goda Rara membuat Sissy tersipu.
“Lo emang sahabat terbaik gue, Ra,” ungkap Sissy.
“Terus Nadila sama Regita?” sindir Rara.
“Buat gue mereka baru teman dekat aja Ra. Gue nyaman sih sama mereka apalagi sama Nadila, dia orangnya nggak ribet dan apa adanya. Nggak ada sifat yang dibuat-buat. Tapi kalau sama Regita, gue nggak tahu sih. Ya mungkin karena orangnya asyik juga diajak ngobrol,” cerita Sissy, ia kembali terkenang kejadian kemarin.
“Sama Sy. Mereka boleh pergi, tapi lo jangan. Gue sayang banget sama lo,” ucap Rara lirih, karena jujur saja ia sedikit cemburu kalau melihat Sissy akrab dengan Regita. Namun kalau Nadila, Rara biasa saja karena memang Nadila cukup nyaman diajak ngobrol dan teman yang apa adanya.
“Uhh sweet banget sih, Ra. Gue makin cinta deh sama lo,” ucap Sissy terharu.
“Sorry ya, gue normal,” ledek Rara yang membuat keduanya tertawa.
“Ya udah, ceritain aja apa yang pingin lo curhatin itu,” ucap Rara kembali ke topik awal mereka.
Sissy pun menceritakan tentang obrolannya dengan Yudi semalam. Wajahnya sangat terlihat bahagia dan Rara tersenyum untuk kebahagiaan sang sahabat.
Tak terasa mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah. Disana ada Nadila yang juga baru saja sampai. Sissy dan Rara langsung mengubah topik pembicaraan mereka dan menyapa Nadila. Ketiganya masuk ke dalam lingkungan sekolah dan berjalan hingga ke kelas mereka.
“Udah bel tapi Regita nggak kelihatan,” ucap Rara yang menyadari salah satu sahabatnya tidak hadir.
“Iya ya, Ra. Gue yang sebangku aja nggak nyadar lho,” timpal Sissy.
“Mungkin sakit,” duga Nadila.
Rara dan Sissy mengangkat bahu mereka.
Apa ini ada hubungannya dengan yang kemarin ya? batin Sissy.
Bel istirahat berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas menuju ke kantin ataupun ke taman untuk bersantai.
“Eh gue ke perpustakaan dulu. Kalian ke kantin aja. Tolong pesanin makanan,” ucap Rara terburu-buru keluar kelas.
“Dasar Rara. Ya udah yuk La, kita ke kantin,” ajak Sissy dan Nadila hanya menurut saja.
Di perpustakaan, Rara hendak mengambil buku Fisika di rak buku namun karena postur tubuhnya yang kurang tinggi ia sangat kesulitan. Hampir menyerah namun ada tangan yang membantunya.
“Buku lo,” ucapnya menyerahkan buku itu kepada Rara.
“Makasih,” balas Rara meraih buku tersebut.
“Makanya jadi cewek itu harus tinggi,” ledeknya.
“Kak Varel aja yang terlalu tinggi,” balas Rara ketus.
Kak Varel tertawa, Rara memang pendek untuk dibandingkan dengannya.
“Sekali lagi makasih ya, Kak. Saya permisi dulu,” ucap Rara.
Belum sempat Rara berjalan, Varel sudah mencegat tangannya.
“Duduk dulu,” ajaknya.
“Tapi Kak maaf lain kali ya. Sissy sama Nadila udah nungguin. Sekali lagi maaf,” tolak Rara halus dan Varel pun hanya mengangguk, ia melepaskan pegangannya di pergelangan tangan Rara.
Setelah melapor buku yang ia pinjam pada petugas perpustakaan, Rara sempat melirik Kak Varel dan melempar senyum sebelum ia keluar dari perpustakaan.
“Aisyah Zarah, gue baru ingat kalau lo itu adik manis yang dulu gue temani waktu ambil formulir. Padahal dulu gue pingin deketin elo tapi keburu naksir sama Regita. Tapi tenang aja Ra, gue bakalan ngejar elo. Gue pastiin lo nggak bakalan nolak gue,” gumam Kak Varel, kemudian ia berjalan ke meja petugas untuk melaporkan buku yang akan ia pinjam.
Rara berjalan tergesa-gesa menuju ke kantin sambil memegangi dadanya. Ia masih berdebar-debar. Tak menyangka saja akan sedekat itu dengan kakak kelas yang dulu pernah menjadi idolanya.
“Lo kenapa? Dimarahin Bu Lia?” tanya Sissy.
“Nggak. Cuma tadi gue kesini lari, jadi ngos-ngosan,” jawab Rara berkilah.
“Ya udah, yuk makan. Itu pesanan lo udah siap,” ucap Nadila menengahi.
Saat mereka bertiga tengah menikmati makanannya, Kak Varel datang dengan membawa makanan dan minumannya dan turut bergabung di meja mereka.
“Gue gabung disini ya. Soalnya udah penuh,” ucapnya membuat Sissy, Rara dan Nadila menatap ke arahnya.
“Oh iya silahkan Kak. Tapi di sini nggak ada Regita, dia nggak masuk hari ini,” ucap Nadila menanggapi.
“Gue cuma mau makan doang. Nggak nyari dia,” jawab Kak Varel menahan rasa kesal ketika nama Regita disebut.
Rara menjadi canggung karena harus bertemu lagi dengan Kak Varel. Belum hilang rasa degdegan itu, Kak Varel kembali datang dan duduk di hadapannya.
Sissy berusaha mati-matian untuk menahan rasa penasarannya tentang kejadian kemarin. Mulutnya begitu gatal untuk menanyakan keberadaan Regita yang mungkin saja Kak Varel tahu. Tapi ia berusaha untuk tetap diam.
“Kak kita duluan ya,” ucap Sissy kepada Kak Varel karena mereka bertiga sudah selesai makan.
“Ya ampun gue ditinggalin,” ucap Kakak kelas tampan itu dengan nada dibuat sedih.
“Ya udah biar Rara yang temani Kakak di sini. Kita mau ke toilet,” usul Sissy dengan sengaja.
“Eh kok gue?” tanya Rara dengan menatap penuh intimidasi kepada Sissy namun Sissy hanya mengedipkan sebelah matanya.
“Lo disini aja Ra, temenin gue,” ucap Kak Varel berharap Rara akan bilang iya.
Please bilang iya, batin Kak Varel.
“Maaf Kak. Kakak 'kan udah gede, udah kelas dua belas, nggak mungkin hilang dan atau ada yang nyulik. Yuk kita balik ke kelas,” ucap Rara tegas kemudian ia justru lebih dulu meninggalkan kantin disusul oleh Sissy dan Nadila.
Kak Varel melongo sesaat kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum.
“Rara, Rara. Gue makin tertarik sama lo,” ucapnya kemudian ia melanjutkan makannya.
Karena kesal Rara berjalan cepat meninggalkan Sissy dan Nadila yang terus memanggilnya.
“Ra jangan marah dong,” ucap Sissy ketika ia berhasil menarik tangan Rara.
“Lo ngeselin sih. Lo 'kan tahu Kak Varel itu pacarnya Regita, jangan bikin gue terlihat seperti pelakor dong,” ucap kesal Rara.
“Ya lo nggak tahu juga sih kalau Kak Varel dan Regita itu udah putus—upss.” Dengan cepat Sissy menutup mulutnya karena kecoplosan.
“Maksud lo? Lo tahu darimana?” tanya Nadila.
Sissy meringis pelan. “Hehe, kemarin gue nggak sengaja nguping mereka berantem. Jadi Kak Varel mergokin Regita lagi mesra-mesraan sama Septian. Dan lo berdua tahu, parahnya si Septian itu kakaknya Kak Varel,” cerita Sissy.
“What?!” pekik Rara dan Nadila bersamaan.
“Sttt ... kalian berdua jangan cerita sama siapapun. Cukup kita bertiga aja yang tahu. Untung kita di depan taman jadi nggak ada yang dengar,” ucap Sissy sambil melirik ke kiri dan kanan yang memang hanya ada mereka bertiga disana.
Rara dan Nadila mengangguk, kemudian mereka berjalan menuju ke kelas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Alaina Sulifa Kaplale
heh.. gampangann bnget sih
2023-06-03
0