“Ra, ini surat izin yang sudah Ayah tandatangani. Selamat buat putri ayah yang sudah terpilih mewakili sekolah. Ayah sangat bangga, Nak. Doa Ayah semoga Rara bisa terpilih sampai ke tingkat Nasional,” ucap Ayah Fauzan, Ayah Rara dan Julian.
“Aamiin. Terima kasih, Yah. Kalau gitu Rara berangkat sekolah dulu,” ucap Rara kemudian ia menyalimi tangan Ayahnya. “Assalamu’alaikum Yah,” ucap Rara.
“Jul juga pamit sekolah Yah. Assalamu’alaikum,” ucap Julian ikut menyalimi ayahnya.
“Wa’alaikum salam. Hati-hati ya kalian. Belajar yang fokus,” ucap Ayah mengantar kedua anaknya itu ke depan pintu.
Julian dan Rara berjalan bersama namun ketika di persimpangan mereka mengambil arah yang berbeda sesuai dengan tujuan mereka ke sekolah masing-masing.
.... . ....
“Jadi mulai hari ini kalian pulang sore?” tanya Nadila.
Mereka baru saja kembali dari kantin dan sudah duduk saling berhadapan. Kecuali Regita, ia memilih duduk menatap lurus ke depan sementara Sissy berbalik arah menghadap Rara dan Nadila.
“Iya. Kita bakalan dapat kelas tambahan,” jawab Sissy.
“Bakalan capek banget nih. Waktu jadi berkurang dan harus bisa bagi waktu belajar, ngerjain PR sama latihan soal buat olimpiade. Tapi so far, gue senang banget,” timpal Rara.
“Gue bangga sama kalian berdua. Sebagai ketua kelas, sebuah kebanggan tersendiri memiliki anggota kelas yang bisa mewakili sekolah untuk olimpiade Sains. Kalian hebat,” ujar Fiko yang duduk tak jauh dari mereka.
“Makasih Fik. Lo udah dua kali lho bilang kayak gini,” ucap Rara menatap Fiko dengan senyuman.
“Doain ya kita bisa tembus sampai tingkat Nasional,” timpal Sissy.
“Aamiin,” ucap mereka semua yang berada di dalam kelas.
Bell tanda pelajaran ketiga dimulai, guru matematika kesayangan Sissy, Pak Hendrik pun memasuki kelas.
Seperti biasa, Rara dan Sissy berlomba-lomba untuk menjawab soal di papan tulis. Mereka memang sama-sama menyukai pelajaran yang berbau rumus dan angka. Namun itu hanya di dalam kelas saja mereka bersaing. Di luar kelas, mereka melupakan semua hal yang berbau pelajaran.
Setelah bell istirahat kedua berbunyi, Pak Hendrik keluar kelas dan para murid pun ikut keluar kelas. Ada yang kembali makan dan ada yang pergi shalat.
“Yuk kita shalat,” ajak Rara.
“Yuk,” sahut Sissy.
“Gue lagi dapat. Nggak bisa ikutan deh,” ucap Nadila.
“Git, gue perhatiin lo dari tadi diam aja. Lagi sariawan lo?” tanya Rara.
“Nggak. Lagi malas aja,” jawab Regita lesu.
“Lo nggak ikutan sholat Git?” tanya Sissy.
“Lagi nggak sholat. Gue lagi dapat, baru tadi pagi,” jawab Regita.
“Pantas aja. Yuk Ra, kita ke Musala,” ajak Sissy.
Ketika mendekati Musala, Kak Varel mencegat Rara dan Sissy. Rara merasa degdegan bertemu dengan kakak kelas yang sebenarnya sudah menjadi idolanya saat pertama kali mendaftar di sekolah.
Waktu itu, saat ia datang untuk mengambil formulir pendaftaran siswa baru, ia tak sengaja bertemu dengan Kak Varel saat Sissy tak datang bersamanya dan hanya menitipkan untuk diambilkan formulir karena ia sedang sakit.
Kak Varel yang menunjukkan jalan menuju ke bagian pendaftaran dan sedikit banyak bercerita tentang sekolah mereka karena kebetulan ia adalah ketua OSIS serta ia adalah ketua Palang Merah Remaja di sekolah itu, salah satu ekskul yang diikuti oleh Rara dan Sissy. Tapi sekarang karena sudah kelas dua belas maka ia sudah melepas semua jabatannya.
Namun sayang, lagi-lagi Rara harus mengalah karena cowok itu memilih menjalin hubungan dengan sahabatnya, Regita.
“Kalian sahabatnya Regita, 'kan?” tanya Kak Varel.
Rara dan Sissy hanya menjawab dengan anggukan.
“Dia dimana?” tanyanya lagi.
“Di kelas,” jawab Sissy.
“Maaf Kak, kita buru-buru udah adzan. Permisi,” ucap Rara yang tidak mau berlama-lama berdekatan dengan idolanya yang sudah membuatnya patah hati sebelum berjuang.
“Sabar Ra,” ucap Sissy prihatin saat mereka memasuki Musala.
“Tenang aja Sy, gue udah lupa kok sama perasaan itu. Waktu itu gue cuma nge-fans aja. Cuma apa ya, semacam perasaan sesaat. Mungkin karena waktu itu dia orang pertama yang gue kenal di sekolah ini. Tapi nyatanya dia lupa gitu aja sama gue,” ucap Rara dengan lirih.
Walaupun gue yakin lo bohong, Ra. Tapi gue nggak mau bikin lo tambah sakit, ucap Sissy dalam hati.
“Ya udah, syukur deh kalau emang kayak gitu. Yuk kita wudhu dulu,” ucap Sissy yang memilih menahan ucapannya tadi dalam hati demi tak melukai ataupun membuka luka lama Rara.
Waktu sholat sekaligus istirahat kedua telah usai, berganti dengan pelajaran terakhir hari ini yang mana banyak membuat para murid di kelas sepuluh D lelah. Hingga akhirnya jam pelajaran Bahasa Indonesia usai, seluruh siswa bersorak karena saatnya mereka pulang kecuali Rara dan Sissy yang harus kembali bersiap untuk kelas tambahan persiapan olimpiade.
“Jadi kita pulang duluan nih? Kalian tinggal?” tanya Nadila.
“Iya Nad. Duluan aja, nggak apa-apa kok,” jawab Rara.
“Sy, gue duluan ya. Ra, Nad, gue duluan,” pamit Regita.
Ketiga sahabatnya itu hanya mengangguk pelan. Regita begitu tergesa-gesa untuk keluar kelas.
“Gue juga pamit ya,” ucap Nadila.
“Barengan aja Nad, kita juga mau ke depan kok, ke ruang guru,” ucap Sissy.
“Yuk,” ajak Nadila.
Ketiganya pun berjalan bersama. Suasana sekolah mulai sepi, hanya tersisa beberapa murid saja yang sedang berjalan keluar. Ruang guru terletak di bagian depan sekolah dan di sebelahnya ada ruang tata usaha lalu di sebelah ruang tata usaha merupakan pintu keluar menuju parkiran sekolah.
“Gue duluan ya. Baik-baik kalian disini. Semangat belajarnya,” ucap Nadila menyemangati kedua sahabatnya.
“Lo juga hati-hati Nad,” ucap Rara dan Sissy bersamaan.
Nadila melambaikan tangan dan dibalas oleh Rara dan Sissy. Mereka pun berjalan menuju ke ruang guru. Disana ternyata sudah berkumpul para perwakilan masing-masing bidang studi olimpiade dan hanya tinggal mereka saja. Bu Ainun sedang memberi arahan dan segera memanggil Rara dan Sissy untuk bergabung.
“Baiklah untuk kalian semua karena sudah berkumpul maka hari ini Ibu hanya akan memberitahukan bahwa hari ini belum ada kelas, tetapi akan dibagikan masing-masing kalian buku dan contoh soal dari olimpiade setiap tahunnya. Kalian boleh mempelajarinya di rumah dan kalau bisa kalian jawab soal latihan untuk yang tahun terlama yaitu lima tahun yang lalu karena ada lima contoh soal olimpiade yang akan Ibu bagikan,” ucap Bu Ainun dengan tegas.
“Oh ya, karena Aisyah dan Arsyila adalah murid kelas sepuluh maka kalian yang paling mendapat bimbingan lebih lama. Apalagi Aisyah, kamu mewakili sekolah dalam bidang fisika dan mengalahkan kakak kelasmu yang dari jurusan IPA, maka kamu harus bisa buktikan bahwa kamu mewakili sekolah bukan hanya karena keberuntungan melainkan karena memang murni kamu cerdas! Ibu sudah banyak mendengar cibiran tentang kamu, jadi kamu harus kuat mental. Buktikan bahwa memang kamu layak mewakili sekolah,” ucap Bu Ainun lagi menyemangati Rara.
“Baik Bu. Saya memang sedikit terpengaruh dengan ucapan-ucapan kakak kelas. Tapi saya menjadikan itu sebagai asupan semangat untuk bisa lebih banyak belajar dan membuktikan bahwa Aisyah Zarah memang layak, Bu,” balas Rara dengan tak kalah semangat.
Sissy yang berada di samping Rara begitu senang mendengar ucapan sahabatnya itu.
Bu Ainun bertepuk tangan diikuti oleh mereka yang berada di ruangan itu. Dari semua yang mewakili sekolah untuk olimpiade baik dari jurusan IPA maupun IPS tidak ada satupun yang terlihat sombong.
Aditya, kelas sebelas IPA satu, juara satu umum dari kelas unggulan itu nampak sangat ramah. Ia mewakili bidang studi Kimia. Wajahnya biasa-biasa saja dengan kacamata tebal menghiasinya. Greta, kelas sebelas IPA dua mewakili bidang studi Biologi. Orangnya terlihat jutek namun itu hanya wajahnya saja karena kenyataannya ia adalah orang yang sangat ramah. Rara dan Sissy sangat akrab dengannya karena ia adalah pengurus PMR, ekskul yang mereka ikuti. Juga ada Gafriel yang mewakili bidang studi Astronomi, yang sangat tidak disangka oleh Rara dan Sissy karena yang mereka tahu ia adalah kakak kelas yang sangat badboy.
Dari kelas IPS ada Rahma yang mewakili bidang studi Ekonomi, kelas sebelas IPS satu, juaranya kelas IPS. Ia mengenakan jilbab dan merupakan bendahara OSIS dan tentunya cukup akrab dengan Rara karena memang orangnya ramah dan supel. Pipit, kelas sebelas IPS satu yang mewakili bidang studi Geografi.
“Jadi hanya Reyhan yang tidak sempat hadir ya. Dia sedang ada urusan keluarga dan tadi ia sudah pamit. Hansel sebelas IPA satu mewakili bidang studi TIK pada jam istirahat pertama sudah mengambil buku dan contoh soal. Jadi silahkan kalian mencoba mempelajari latihan soal yang tadi sudah ibu sebutkan karena besok setelah jam pelajaran usai kalian akan berkumpul di ruangan ini dengan masing-masing guru bidang studi untuk membahas soal-soal itu. Sampai disini kalian paham?” tanya Bu Ainun.
“Paham Bu.”
“Bagus. Oh ya, jangan dipaksa jika tidak bisa menjawab seluruh pertanyaannya. Itu gunanya kalian mendapat bimbingan agar bisa berdiskusi dengan guru bidang studi. Sekarang kalian bisa kembali ke rumah kalian masing-masing. Dan silahkan ambil sesuai bidang studi kalian,” ucap Bu Ainun.
Rara dan Sissy membiarkan kakak kelas mereka mengambil lebih dulu.
“Ra, lo tunggu disini ya. Gue kebelet,” bisik Sissy.
“Oke. Nanti punya lo gue ambilin,” ucap Rara.
Sissy berjalan menuju ke toilet dengan terburu-buru karena memang ia sudah tidak bisa menahan lebih lama.
“Ah leganya,” ucap Sissy kemudian ia keluar dari toilet.
“Gue marah Git. Gue marah sama lo. Di depan mata gue Git, di depan mata gue lo lagi mesra-mesraan sama Septian. Lo tahu siapa Septian? Dia kakak gue!”
Deggg ...
Sissy tak bisa melangkahkan kakinya mendengar suara yang tentunya ia kenali. Ia diam-diam menguping.
“Gue minta maaf Rel, gue nggak tahu kalau Kak Septian itu kakak lo. Gue nggak tahu,” isak Regita.
“Dan sekarang lo udah tahu, kan? Gila, lo selingkuhin gue Git. Mau itu kakak gue atau bukan yang jelas lo udah selingkuh. Dan yang paling menyakitkan gue mergokin kalian lagi ciuman, aahh bangsat!” teriak Kak Varel dengan mengacak-acak rambutnya.
“Udah berapa lama Git? Udah berapa lama lo jalan sama kakak gue mengingat kita udah jadian selama lima bulan,” tanya Kak Varel dengan nada masih sangat emosi.
“Jawab!” bentak Varel.
“Ti-tiga bulan,” jawab Regita gugup.
“Appa?! Tiga bulan? Lo sama gue udah lima bulan Git. Dan selama tiga bulan lo udah khianati gue. Lo tega ya. Gue bahkan nggak tahu apa aja yang udah lo lakuin sama kakak gue. Kita putus!” ucap Varel yang membuat Regita semakin meradang.
“Gue nggak mau putus Rel. Gue sayang banget sama lo. Please jangan putusin gue,” ucap Regita memohon dengan memegangi kaki Kak Varel. Ia akui dari semua cowok yang menjadi pacarnya, hanya Kak Varel lah yang ingin ia miliki. Cowok cool dan juga sangat penyayang.
“Bullshit!”
Kak Varel menarik paksa kakinya kemudian ia berlari meninggalkan Regita yang masih menangis.
Sissy yang tidak ingin ketahuan dan membuat Rara menunggu pun akhirnya memutuskan untuk segera menuju ke ruang guru.
“Lama amat sih,” ucap Rara yang kini sedang berdiri di depan ruang guru.
“Maaf Ra. Ya udah yuk pulang. Siniin punya gue, biar lo nggak repot,” ucap Sissy.
Sissy belum ingin menceritakan apa yang ia dengar tadi. Ia memilih memendamnya saja karena itu juga merupakan aib sahabatnya, Regita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
aminah nizam
nahkan ketahuan juga akhirnya..Gita Gita...
2023-05-14
0
Surny
😱😱😱
2022-08-14
1