Malam hari seperti biasanya, makan malam di rumah Rara hanya ada ia, Bunda dan adiknya Julian. Karena sang Ayah merupakan nelayan yang melaut pada malam hari. Paginya, hasil ikan tangkapannya akan di jual oleh Bunda Fina di pasar tradisional.
Di ruang makan memang mereka tak banyak mengobrol sebab sang Ayah selalu mengingatkan untuk tidak mengobrol saat makan. Takut tersedak, makan belepotan dan parahnya jangan sampai tertelan tulang ikan.
Setelah makan, Bunda langsung menuju ke ruang keluarga bersama Julian sementara Rara membereskan piring kotor dan sisa makanan mereka. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia sangat senang bisa membantu Bunda karena setelah sholat subuh sang Bunda sudah menuju ke pasar untuk berjualan ikan dan siang ia menyiapkan makanan dan mengurus yang lainnya. Sedangkan Rara hanya bisa membantu di malam hari sebab Ayah dan Bunda menyuruhnya istirahat setelah pulang sekolah.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Rara bergabung bersama adik dan Bundanya di ruang keluarga. Mereka nampak sedang menonton serial kartun kesukaan mereka yaitu lanjutan dari serial animasi Naruto, kini kisah tentang anaknya. Bahkan serial kartun bapaknya saja sudah berpuluh kali diputar ulang namun Rara dan Julian sejak kecil tak bosan untuk menontonnya.
Ketika iklan, Rara pun masuk ke kamarnya dan mengambil amplop surat izin dari Bu Ainun tadi.
“Bun, Rara mau ngasih surat izin dari Bu Ainun,” ucap Rara lembut saat ia sudah duduk bersama Bundanya.
“Surat izin?” tanya Bunda Fina sambil memandang Rara.
“Iya Bun. Ini surat izin untuk tambahan jam pelajaran karena Rara tepilih mewakili sekolah untuk olimpiade Fisika, Bun. Jadi mulai minggu depan setelah pulang sekolah Rara akan mendapat tambahan pelajaran,” ucap Rara menjelaskan.
Mata Bunda Fina berkaca-kaca menatap Rara.
“Ya Allah, anak Bunda. Bunda bangga banget sama kamu, Nak. Nggak nyangka kamu baru kelas satu SMA sudah bisa mewakili sekolah. Berarti kamu mengalahkan kakak kelasmu ya, Nak,” ucap Bunda Fina terharu.
“Iya Bun. Rara aja nggak nyangka bisa terpilih. Masih merasa mimpi aja Bun,” ucap Rara dengan senyuman bahagia.
Bunda Fina tersenyum bahagia. Dalam hati ia tak henti bersyukur memiliki anak yang cerdas.
“Bun, aku juga terpilih mewakili sekolah untuk cabang olah raga catur,” ucap Julian yang tak mau kalah dengan sang kakak.
Julian tak begitu pintar dalam pelajaran. Ia hanya bisa meraih peringkat sepuluh besar saja sejak sekolah dasar hingga kini ia kelas satu SMP. Namun ia berbakat pada bidang seni dan juga sangat menyukai permainan catur.
“Ya Allah, Bunda nggak nyangka anak-anak Bunda semuanya bisa mencetak prestasi. Bunda sangat bangga,” ucap Bunda lagi. Ia bahkan hampir tak bisa berkata-kata lagi mendengar kabar bahagia ini.
“Oh iya Bun, Sissy juga terpilih lho. Dia mewakili sekolah untuk bidang studi Matematika. Hebat 'kan, Bun?” cerita Rara. Ia memang tak segan memuji kecerdasan otak Sissy sejak dulu.
“Wah benar, Ra? Kalian memang sangat hebat. Sejak TK lho kalian adalah saingan dalam merebut nilai namun juga kalian bisa begitu bersahabat. Bunda senang dengan prinsip kalian. Urusan nilai beda sama urusan persahabatan. Tetap jalin keakraban kalian walaupun suatu saat ada yang mencoba merenggangkan bahkan merusak persahabatan kalian,” nasihat sang Bunda.
“Iya Bun. Kami akan selalu bersahabat. Kita juga saling jaga dan saling suport kok, Bun.”
“Syukurlah,” ucap Bunda Fina lega.
“Asal Kakak jangan sampai menyukai cowok yang sama dengan Kak Sissy. Bisa-bisa kalian musuhan,” celetuk Julian yang membuat Bunda Fina dan Rara menatap heran padanya.
“Lah kok ngomongnya udah sampai sana, Dek?” tanya Rara heran.
“Iya nih, masih kecil juga,” timpal Bunda Fina.
Julian menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian ia tersenyum.
“Ya aku cuma sekadar mengingatkan, Kak,” ucap Julian, ia mengerucutkan bibirnya.
“Tapi ada benarnya juga apa kata adik kamu, Ra. Jangan sampai hal itu terjadi. Kalian bisa-bisa nanti akan bertengkar lalu bermusuhan. Sebaiknya kamu hindari hal-hal seperti itu. Sissy begitu tulus bersahabat denganmu meskipun kita hanya orang biasa. Beda sama Sissy yang Papanya seorang dokter,” ucap Bunda Fina menasehati.
“Tentu saja Bun. Lagian untuk sekarang Rara nggak ada pikiran sampai ke sana. Fokus Rara hanya belajar agar bisa juara dan mendapatkan beasiswa kuliah lalu Rara jadi dokter,” ucap Rara antusias.
“Syukurlah kalau seperti itu pikiran Rara. Bunda jadi nggak terlalu khawatir,” ucap Bunda Fina lega.
“Iya Bun. Rara bertekad ingin membuat Ayah dan Bunda bangga. Seorang anak nelayan berhasil menjadi dokter,” ucap Rara dengan mata berbinar.
“Aamiin,” ucap Bunda Fina dan Julian bersamaan.
“Jadi gimana Bun, mau tanda tangan sekarang?” tanya Rara.
“Biar Ayah saja. Biar dia senang kalau tahu anaknya menjadi wakil sekolah untuk olimpiade Fisika,” jawab Bunda.
“Ya udah, suratnya di Bunda dulu ya. Rara mau masuk kamar. Mau belajar sedikit baru tidur,” pamit Rara.
“Jangan terlalu banyak belajar. Biar nggak pusing,” ucap Bunda dan Rara hanya menjawab dengan anggukan.
Rara mencium pipi Bundanya kemudian ia mengacak rambut Julian.
“Rese deh,” protes Julian namun Rara hanya menjulurkan lidahnya kemudian ia bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Di dalam kamar, Rara mengambil buku paket fisika kemudian ia membacanya sambil sandaran di tempat tidur. Ia hanya membaca saja, belum mencoba untuk mengerjakan soal-soal.
Mendadak Rara teringat ucapan Julian tadi. Ia menjadi teringat lagi akan kejadian satu tahun yang lalu ketika mereka masih berada di kelas tiga SMP.
Flash back on ....
Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa keluar dari kelas menuju ke kantin. Di dalam kelas sembilan A, tersisa Rara dan Sissy yang sedang merapikan alat tulis mereka.
“Ra, gue mau cerita sesuatu sama elo,” ucap Sissy setelah ia menyimpan buku di dalam tasnya.
“Sama Sy, gue juga ada yang pingin gue ceritain,” ucap Rara, kini keduanya saling berhadapan.
“Lo dulu deh Ra yang cerita,” ucap Sissy.
“Ya nggak bisa gitu dong Sy. Lo dulu, lo 'kan tadi yang mau ngomong duluan,” tolak Rara yang sebenarnya sangat malu.
“Ya udah. Gini Ra, gue lagi suka sama seseorang dan gue udah mulai PDKT sama dia,” cerita Sissy dengan wajah berseri-seri.
“Oh ya? Sama dong. Emang siapa Sy?” tanya Rara antusias.
“Oh ya? Lo beneran lagi suka sama seseorang Ra?” tanya Sissy sedikit kaget.
“Heemmm.”
“Siapa Ra?” tanya Sissy penasaran, oh tidak bahkan ia sangat penasaran.
“Lo aja yang kasih tahu gue duluan. Gue penasaran,” elak Rara.
“Ih. Ya udah kita sebutin bareng-bareng aja,” usul Sissy.
“Ya udah. Hitung bareng-bareng,” ucap Rara setuju.
Satu ....
Dua ....
Tiga ....
“Keenan.”
Mulut Rara terbungkam mendengar nama yang disebutkan oleh Sissy. Hatinya terasa sesak. Hampir saja ia menyebutkan nama yang sama dengan yang Sissy ucapkan.
Menyadari Rara yang hanya diam saja, Sissy menjadi gemas.
“Curang ih,” keluh Sissy.
“Hehehe. Maaf ya Sy, gue emang sengaja biarin elo ngomong duluan,” ucap Rara berkilah.
“Hehe. Tapi sumpah gue kaget dengar lo suka sama si Keenan. Perasaan kalian dari kelas satu selalu berantem,” ucap Rara penasaran.
“Hehehe, nggak tahu juga sih Ra. Akhir-akhir ini dia suka banget baik-baikin gue. Perhatian dan sweet banget. Kayaknya gue kena karma deh,” cerita Sissy namun wajahnya terus saja berseri-seri.
“Kalau emang kalian saling suka, gue dukung banget Sy. Asal jangan sampai dia bikin lo sakit hati aja. Gue orang pertama yang bakalan kasih dia perhitungan,” ucap Rara bersemangat, padahal ia hanya sedang menyemangati dirinya sendiri.
“Gue senang banget punya sahabat kayak elo. Tapi jangan kata gue nggak nunggu jawaban elo dari tadi ya, Ra. Cepat kasih tahu gue, siapa cowok yang lagi lo sukai itu,” desak Sissy.
Rara bingung dan sedikit kesal juga karena Sissy ternyata masih menunggu jawabannya. Ia berusaha memikirkan satu nama.
“Jovy,” jawab Rara singkat dan lirih.
“What? Jovy? Anak Pak lurah? Jovy anak kelas sepuluh, kan?” tanya Sissy beruntun karena ia sangat terkejut.
Rara hanya menjawab dengan anggukan lemah.
Sissy tersenyum seringai. “Pantas aja lo dari dulu suka main tenis meja sama dia. Ternyata lo cinlok ya Ra,” ledek Sissy.
Rara tersenyum masam, dalam hati ia merutuki mulutnya yang asal menyebut saja. Mana mungkin ia suka sama Jovy yang jelas-jelas masih bocah itu.
“Tapi dia masih bocah, beda dua tingkatan dengan kita lho, Ra,” ucap Sissy menyayangkan.
“Gue bakalan tunggu sampai dewasa,” jawab Rara asal yang membuat Sissy tak bisa untuk tidak menggoda Rara.
“Ya ampun nekat ya. Ya udah, sekarang kita ke kantin aja. Gue juga udah janjian saya Keenan,” ajak Sissy.
Mendengar Sissy yang sudah janjian dengan Keenan membuat Rara menjadi sesak. Ia tak ingin berada di antara mereka yang tentu saja akan membuatnya sakit hati.
“Lo duluan aja. Gue mau ke perpustakaan, ada buku yang gue mau pinjam,” tolak Rara.
“Ya udah deh. Gue tunggu di kantin,” ucap Sissy pasrah.
Keduanya pun keluar kelas bersama-sama namun berpisah arah karena memang arah kantin dan perpustakaan itu berlawanan.
Di perpustakaan Rara duduk sambil membaca buku dalam hati namun sebenarnya ia sedang tak bersemangat kemudian ia kembali menutup buku tersebut. Apalagi di perpustakaan saat ini hanya ada dirinya. Bu Rini yang bertugas menjaga perpustakaan meminta tolong padanya untuk menjaga perpustakaan karena ia sakit perut.
“Gue juga suka sama dia, Sy. Tapi lo sahabat gue dari kecil. Gue lebih sayang sama lo daripada rasa sayang gue ke Keenan. Lo satu-satunya yang tulus sahabatan sama gue,” gumam Rara lirih.
“Hahh ... biarlah begini. Semoga Sissy bahagia. Ngelihat dia bahagia gue udah senang banget,” ucap Rara berusaha tegar. Ia pun kembali membaca bukunya.
Flash back off ....
Di kamar Rara saat ini ....
Bulir air mata menetes di pipi Rara. Ia sebenarnya tidak senang jika mengingat kejadian itu. Yang mana pada akhirnya Keenan meninggalkan Sissy dan lebih memilih teman sekolahnya saat sudah masuk ke sekolah menengah atas dengan alasan sekolah berbeda dan susah bertemu.
“Kali ini gue nggak sedang suka sama cowok yang sama dengan Sissy. Gue harap Sissy nggak disakitin lagi. Gue nggak akan terima jika si Yudi itu nyakitin Sissy.”
Rara pun menyimpan bukunya kemudian ia merebahkan tubuhnya karena rasa kantuk sudah tak bisa ia tahan lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Surny
nggak enak ya
2022-08-14
1