Keesokan harinya.
Mellisa bangun dari tidurnya, dilihatnya suaminya masih tertidur.
Mellisa membiarkan suaminya itu sampai terjaga sendiri.
Setelah selesai menyelesaikan sholat subuh, Mellisa bergegas menuju dapur.
Dilihatnya sang mama mertua tengah memasak.
"Ma," panggil Mellisa.
Mama menoleh, dia tersenyum menyambut menantunya datang.
"Sini sayang," suruh mama.
Mellisa mendekati mama.
"Aku bantu ya, Ma."
Mama mengangguk.
Mereka memasak bersama sambil sesekali mengobrol.
"Kamu tahu tidak, Mama sangat ingin punya anak perempuan."
"Oh." Mellisa tersenyum.
"Mama senang sekarang ada kamu sayang." Mama mengusap kepala Mellisa.
Keduanya nampak akrab, mama yang merangkul menantunya dengan lembut membuat Mellisa tidak merasa begitu canggung ketika ada di dekat sang mama mertua.
"Nah udah selesai aja, tak kerasa ya," ucap mama sambil membereskan dapur.
"Hm baunya harum, masakan Mama pasti enak," puji Mellisa.
Mellisa membantu mama mertuanya.
Dia begitu sibuk bolak-balik dari dapur ke meja makan menyiapkan sarapan hingga suaminya yang sudah menatapnya dari tadi tak dia sadari.
"Eh, Mas," ucap Mellisa kaget ketika suaminya mendekat.
"Istriku sedang apa?" tanya Davin memeluk Mellisa dari belakang.
Mama yang melihatnya hanya tersenyum.
Mellisa tak dapat menolak pastinya karena mama melihatnya.
"Ada mama, Mas," ucap Mellisa berusaha melepaskan tangan Davin.
Davin semakin mengeratkan pelukannya, membuat Mellisa kesal.
"Ayo kita sarapan dulu, Mas," ajak Mellisa berharap Davin melepas pelukan.
Akhirnya Davin melepas pelukannya. Dia menarik tangan Mellisa menuju meja makan.
Pada saat sarapan, Davin berbicara kepada kedua orang tuanya jika dirinya harus segera kembali ke kota.
Mellisa tersenyum senang, dia akan tinggal di rumah ibunya, pikirnya.
Tentu saja orang tua Davin kaget karena sepengetahuan mereka masa cuti Davin belum selesai.
"Kenapa buru-buru?" tanya mama.
"Perusahaan membutuhkanku," jawab Davin.
"Baiklah kalau memang kamu mau kembali ke kota." Papa ternyata cukup mengerti.
Mellisa tersenyum kembali, betapa senangnya setidaknya untuk sementara tidak bertemu suaminya dulu dalam beberapa waktu, pikirnya.
"Mellisa. Sebelum pergi sebaiknya sekarang kalian pergi ke rumah ibumu, kalian berpamitan dulu." Papa melihat Mellisa yang sedari tadi hanya terdiam saja.
Mellisa nampak kaget mendengar perkataan papa mertuanya.
"Kenapa?" tanya papa melihat kekagetan menantunya.
'Aku pikir aku tidak ikut,' batin Mellisa.
Mellisa memberanikan diri menjawab pertanyaan papa.
"Iya Pa, bukannya mas Davin nanti akan sibuk, nanti malah Mellisa kesepian, jarak dari sini ke kota kan sekitar dua jam saja, mas Davin bisa pulang seminggu sekali."
Papa mengerutkan keningnya.
"Bagaimana bisa seperti itu, kalian suami istri tapi akan tinggal berjauhan?" tanya papa dengan nada sedikit tinggi.
Mellisa nampak takut dan terdiam, Davin melihat istrinya yang agak aneh, pikirnya.
Kenapa Mellisa seperti tak mau ikut dengannya ke kota.
"Iya, Nak. Jangan seperti itu, kalian suami istri harus selalu bersama-sama, lagipula kamu harus mengurus suamimu, itu sudah kewajiban seorang istri," ucap mama yang sependapat dengan suaminya.
Mellisa hanya bisa terdiam dengan rasa bimbang jika sebenarnya dia tak mau tinggal bersama suaminya.
Davin menatap Mellisa.
"Ayo ikut aku ke kota Mellisa, kamu tenang saja, aku akan mengurangi kesibukanku di kantor dan akan menemanimu biar kamu tak kesepian." Davin merangkul istrinya, tentu saja Mellisa tak dapat menolaknya.
"Baik, Mas," jawab Mellisa patuh.
Sekejap perasaan Mellisa menjadi gundah, dalam hati resah tiada henti.
'Bagaimana ini, aku akan ikut suamiku tapi malah perasaanku tidak tenang,' batin Mellisa.
***
Walaupun jarak antara rumah mertuanya dan rumah ibunya tidak begitu jauh, namun Mellisa memilih untuk berpamitan kepada ibu melalui telfon saja.
"Kamu yakin tak mau berpamitan langsung dengan ibu?" tanya Davin.
Mellisa menggelengkan kepalanya.
Davin hendak menggenggam tangan istrinya, namun Mellisa menolak.
'Ada apa dengan Mellisa?' batin Davin.
Sudah setengah perjalanan dan keduanya terus diam membisu, tetap tak ada sepatah katapun yang keluar diantara suami istri itu.
Mellisa mengambil ponselnya di dalam tas, lalu dia menelfon untuk bicara dengan ibunya.
"Assalamu'alaikum," salam Talita setelah mengangkat telfon.
"Wa'alaikum salam, ibu dimana Dek? kakak ingin bicara dengan ibu."
"Sebentar kak, aku cari ibu dulu."
Talita mencari ibunya yang masih di sekitar rumah.
Mellisa menunggu sebentar.
Talita menyerahkan ponselnya pada ibu setelah mengutarakan bahwa kakaknya ingin bicara.
"Assalamu'alaikum Mell, ada apa?" tanya ibu.
"Wa'alaikum salam Bu, hari ini aku dan mas Davin berangkat ke kota Bu, ini sedang di perjalanan Bu, maaf aku pamitan hanya lewat telfon," terang Mellisa menoleh ke arah suaminya sekilas.
"Oh begitu, ya sudah kalian baik-baik di sana, dimana Davin? ibu ingin bicara."
Mellisa menyerahkan ponselnya pada suaminya.
"Kamu pegang saja, aktifkan loudspeakernya," pinta Davin karena dia sedang menyetir.
Mellisa menurut.
"Ibu," panggil Davin.
"Iya Davin, tolong Ibu titip Mellisa, jaga anak Ibu dengan baik, katakan pada Ibu jika Mellisa tak mau menurut."
"Siap Bu, aku janji akan menjaga istriku dengan baik."
Beberapa saat mereka mengakhiri telfonnya.
Mellisa kembali melihat ke luar jendela.
Davin pun kembali menyetir sambil melirik ke arah istrinya.
"Mell," panggil Davin.
Mellisa menoleh.
"Iya, Mas," sahutnya.
"Kamu tidak mau ikut ke kota atau tidak mau hidup bersamaku?"
Mellisa nampak kaget, Davin terlalu buru-buru menanyakan hal itu.
"Aku tahu dari semalam kamu terlihat agak lain tidak seperti perempuan yang gugup di malam pertama tapi lebih ke takut akan sesuatu, boleh tahu itu apa?"
Mellisa sebenarnya bingung mau menjawab apa, beberapa saat dia diam tak menjawab.
Davin hendak menggenggam tangan istrinya namun dia urungkan, pasti akan ditolaknya lagi.
"Aku minta maaf, Mas." Mellisa menunduk.
"Kenapa minta maaf?"
"Aku sudah berusaha untuk mencintaimu, tapi hatiku tak berdebar sama sekali saat di dekatmu, aku minta maaf."
Davin sudah menduganya, tentu saja dia sangat kecewa, padahal semenjak hari pernikahan mereka, Davin sudah memantapkan hatinya untuk mencintai istrinya seorang.
"Apa kamu mau kita tinggal terpisah saja?" tanya Davin membuat Mellisa kaget.
"Jangan, bagaimana kalau ibu dan mama papa tahu," tolak Mellisa.
"Apalah arti sebuah pernikahan jika tidak ada cinta."
"Aku bahkan tidak mengenalmu, bagaimana aku bisa mencintaimu?"
"Kamu tak mau mencobanya, lalu apa mau kamu?"
Mellisa tak menjawab, dia malah menoleh ke jendela mobil tak menghiraukan Davin.
Davin membuang nafas dengan kasar.
Pedih rasanya Davin menahan rasa sakit di hatinya, dia sama sekali tak menyangka kalau istrinya akan bicara jujur seperti itu, bukannya menjalani dulu dan belajar mencintai.
Disisa akhir perjalanan mereka, dihabiskan kembali dengan kesunyian, setelah disela dengan percakapan mereka yang justru membuat Davin penuh kekecewaan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Sefati Winari
Hehe saking sibuknya dia itu, makanya gak sadar kalau lagi di liatin oleh suaminya.
2023-03-04
4
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Acrika Gifasya
Jika penuh kelembutan pasti rasa sanggung juga akan cepat hilang di ganti dengan rasa nyaman. 😊
2023-03-04
4
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Ahmar Mahruk
Mntu yng pka y dngn mrtuanya, mrtuanya jga tmpak rmah dngn mantu
2023-03-04
4