Langkah Abyan mendekat dan memangkas jarak dengan Yumna. Matanya intens menyorot netra hitam bening wanita itu.
“Apa kamu bilang? Katakan sekali lagi!” katanya dengan gaya slow motion. Wajahnya semakin dekat dan bahkan tinggal satu senti saja, bibirnya hampir meraup bibir ranum dan natural milik Yumna.
Jantung Yumna berdebar kencang tatkala Abyan berada sangat dekat dengannya. Bahkan ia sampai merasa tidak memiliki tenaga untuk mendorong Abyan agar menjauh darinya. Anak muda itu terlalu berkarisma dan mengintimidasi bagi Yumna.
“Jangan berani mendekat!” sentak Yumna sembari mengacungkan jari telunjuknya di hadapan Abyan. “Kalau tidak—“
“Kalau tidak apa, Na?” tanya Abyan dengan lembut seraya tersenyum. Bahkan membuat hati Yumna sedikit menghangat. Tapi kemudian berusaha untuk mengalihkan perasaannya.
“Kalau tidak saya akan teriak!” ancam Yumna membuat Abyan malah tertawa.
Bukannya takut dengan ancaman Yumna, Abyan malah semakin mendekat. Dan bahkan kini tidak lagi berjarak dengan sang istri.
“Teriaklah. Aku tidak takut.”
Setelah berkata demikian, Abyan semakin mendekat dan hendak mencium bibir Yumna. Sementara wanita itu menutup matanya.
Abyan kira Yumna sudah pasrah untuk menerima ciuman darinya. Sayangnya, perkiraan Abyan salah. Wanita itu malah membenarkan ancamannya.
“UMI!!” teriak Yumna seraya menutup mata. Sementara Abyan seketika kaget dan mundur ke belakang.
Cklek~
“Kenapa teriak Yumna?” tanya Umi dengan ngos-ngosan karena berlari saking kagetnya saat sang anak berteriak memanggilnya. Sedang Abah mengikut dari belakang.
Yumna melirik ke arah Abyan seraya tersenyum smirk. Merasa menang karena saat ini Abyan terlihat tidak berdaya.
“Tadi ada kecoa nakal, Umi. Tapi sudah Yumna usir kok,” jawab Yumna mengulum tawa. Sementara Abyan tersenyum canggung.
“Owalah kamu ini! Umi kira ada apa tadi! Kenapa tidak minta tolong sama Nak Abyan aja, Na? Dia kan suami kamu.”
“Iya benar tuh, Na. Kamu pake teriak-teriak segala,” protes Abah menimpali ucapan istrinya. Pasalnya mereka hendak terbawa ke alam mimpi, namun suara teriakan Yumna malah menarik kembali mereka dari sana.
“Abyan takut kecoa, Umi-Abah,” celetuk Farhan yang baru saja sampai di kamar saudari perempuannya dan mendengarkan obrolan mereka tentang makhluk yang memiliki sayap itu.
“Serius?!!” pekik Yumna, Umi serta Abah secara bersamaan dan kompak. Menatap Farhan dan Abyan bergantian.
“Tanya aja tuh orangnya!” Farhan menunjuk ke arah Abyan dengan dagunya. Sedang Abyan langsung menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Terlalu malu dengan keadaan ini.
“Hehehe, iya. Saya memang takut sama kecoa,” aku Abyan jujur disertai senyuman canggung. Sementara Yumna hendak tertawa ngakak namun berusaha ditahan agar Abyan tidak mengira jika dirinya sudah lunak kepada pria itu.
“Ya sudah. Kalau begitu kami kembali ke kamar dulu. Kalian lanjutkanlah ritual malam pertama. Cepat-cepat kasih Abah cucu,” ujar Abah Ayub bergurau. Membuat semuanya tertawa namun Yumna semakin kesal.
“Abah!!” pekik Yumna namun tidak ditanggapi karena mereka sudah berlalu keluar dari kamar.
Tepat setelah keluarga Yumna keluar kamar, Abyan mendekat kembali dan memangkas jarak dengan Yumna.
“Jadi bagaimana? Kita lanjutkan ritual malam pertama sesuai dengan permintaan Abah?” tanya Abyan menaik-turunkan alisnya.
“Jangan mimpi! Tidur sana! Anak kecil enggak boleh tidur kemalaman!” balas Yumna ketus. Berjalan menuju ranjang dan berbaring di sana.
Abyan mendekat dan ikut berbaring. Hendak memeluk Yumna dari belakang. Namun secepat kilat Yumna berbalik dan memberi peringatan.
“Kamu tidur di bawah! Saya tidak biasa tidur dengan orang lain,” titah Yumna menatap penuh peringatan pada suami mudanya itu.
“Masa aku tidur di bawah sih? Kamu jahat banget sama suami,” protes Abyan pura-pura kesal. Lalu beranjak turun dari atas kasur setelah meraih satu bantal sebagai alas kepalanya.
‘Waduh! Dia marah ya?’ batin Yumna kepikiran. Matanya sulit terpejam apalagi saat Abyan benar-benar membaringkan tubuhnya di lantai beralas karpet.
Abyan mulai bersandiwara dengan menutup mata seraya tersenyum smirk. Ia yakin jika pasti saat ini Yumna sedang kepikiran tentangnya.
“Abyan!”
Tuh kan! Abyan semakin mengulum senyum lebar. Merasa lucu dengan Yumna yang meski umurnya lebih tinggi dari Abyan, tapi sangat labil dan menggemaskan.
“Abyan!” panggil Yumna lagi. Kali ini dengan nada yang lebih tinggi.
“Apa?” sahut Abyan tanpa berbalik. Berlagak marah padahal hatinya sedang berdebar dan tertawa puas.
“Kamu marah ya sama saya? Ngambekan banget sih kayak anak kecil! Katanya mau jadi suami yang dewasa dan pengertian,” gerutu Yumna.
Dih! Kok malah jadi kayak gini? Pikir Abyan.
“Sudah tidur aja sini. Daripada saya dilaknat malaikat,” perintah Yumna seperti tidak ikhlas.
Sayangnya Abyan malah ngambek beneran karena dikatain anak kecil dan tidak dewasa oleh Yumna.
“Abyan!”
“Enggak perlu. Kamu tidur aja sendiri. Biarkan anak kecil yang belum dewasa ini tidur melantai.”
Mulut Yumna melongo kaget atas ucapan Abyan. Ia semakin yakin jika pria itu beneran murka dengannya.
Tanpa menunggu lama, Yumna beranjak turun dari atas ranjang dan ikut berbaring di samping Abyan.
Abyan yang merasakan kehadiran Yumna cukup kaget dan berbalik ke belakang.
“Kok kamu turun sih, Na?” tanya Abyan pada Yumna yang sudah menutup matanya.
“Habisnya kamu enggak mau naik dan marah gitu. Besok saya malah tidak diizinin pergi lagi sama kamu hanya karena hal ini.” Yumna berbicara tanpa membuka mata. Semakin terlihat cantik di mata Abyan.
Senyum Abyan mengembang melihatnya. “Kamu beneran harus pergi dinas besok ke Surabaya?”
“Ehm. Itu sudah ketentuan dari perusahaan,” jawab Yumna masih tetap menutup mata. “Kamu akan izinin saya pergi, kan?”
Kali ini Yumna telah membuka mata. Pandangannya tepat di manik mata Abyan yang juga sedang menatapnya saat ini.
Jantung Yumna merasa tidak baik-baik saja saat ditatap seperti itu oleh anak muda yang kini telah menjadi suaminya. Ia memalingkan pandangan. Takut terjatuh pada pesona Abyan yang sedang memberikan tatapan intens dan dalam.
“Aku akan izinin kamu pergi, tapi dengan syarat.”
Mendengar kata syarat, Yumna langsung beralih posisi menjadi duduk.
“Syarat apaan?” tanyanya seraya menaikkan satu alisnya.
Tidak hanya Yumna yang merubah posisi. Abyan pun ikut duduk dan kini berhadapan dengan istrinya.
“Syaratnya ... aku harus ikut!”
“Hah? Terus gimana sama pendidikan kamu?” Yumna membulatkan mata. Ia tahu jika suami mudanya itu akan kembali ke ma’had esoknya.
“Aku ambil libur.”
“Tidak bisa!” tolak Yumna sarkas. Wanita itu paling tidak suka mengabaikan yang namanya pendidikan. Jadi sebisa mungkin ia tidak ingin jika orang sekitarnya melakukan hal demikian. Meski ia sudah berniat untuk mengajukan gugatan cerai pada Abyan sepulangnya dari Surabaya.
“Kenapa? Kalau aku tidak pergi denganmu. Maka kamu juga tidak akan aku izinin ke Surabaya. Gimana? Mau pilih yang mana?”
‘Nih anak ngeselin banget sih. Kenapa juga tadi aku enggak tegaan dan takut dia murka saat tidur di bawah. Kalau gitu kan tidak akan begini jadinya,’ batin Yumna merutuki kesalahannya.
“Jadi gimana? Setuju-kan?” tanya Abyan dengan gaya tengilnya dan mau tidak mau Yumna mengangguk pasrah.
‘Ini lebih baik daripada aku tidak diizinkan pergi. Karena Abah pasti juga akan ikut bertindak.’
**
Suara tahrim masjid terdengar, Abyan begitu nyenyak dalam tidurnya karena tangan nakalnya sudah merangsek masuk dalam piyama istrinya dan menyentuh bagian yang sangat disukai oleh para pria di seluruh dunia itu.
Setelah berdebat panjang semalam, Abyan dan Yumna memutuskan untuk tidur di atas ranjang dengan syarat tanpa melakukan apa-apa dan dibatasi oleh bantal guling.
Mata Yumna terbuka pelan, ia merasakan keanehan pada tubuhnya. Serasa ada sesuatu yang menggelitik. Dan benar saja, saat membuka mata, ia mendapati tangan Abyan telah nakal menyentuh sesuatu di dalam sana.
‘Astagfirullah! Dasar anak kecil!!’ teriak Yumna dalam hati dan tidak berani menyuarakannya karena takut jika Abyan bangun dan malah semakin menggodanya.
Wajah Yumna semerah tomat. Ia mendelik geli dan mengeluarkan secara pelan tangan nakal Abyan. Namun siapa sangka jika Abyan malah semakin menyentuhnya lebih kuat. Membuat Yumna memekik kaget sekaligus nikmat.
“Mesum!!” Pada akhirnya Yumna benar-benar berteriak dan menarik kasar tangan Abyan keluar dari piyamanya.
**
Sepanjang perjalanan Yumna merajuk dan menunjukkan ekspresi kesal pada Abyan. Bagaimana tidak, pria muda itu sama sekali tidak memiliki rasa malu atas kejadian subuh tadi. Bahkan dengan sengaja menggoda Yumna.
“Masih marah ya, Na? Padahal subuh tadi kamu terlihat menikmati tuh!” goda Abyan membuat Yumna ingin sekali muntah.
Saat ini keduanya sedang berada di pesawat menuju Surabaya. Baru saja mereka naik ke kursi bisnis class. Entah darimana Abyan mendapat uang untuk menyewa tiket secara dadakan seperti itu. Tidak mungkin dari mertuanya. Semalaman Yumna bersama Abyan, namun ia tidak melihat dan mendengar pria itu menghubungi orang tuanya untuk meminta uang.
“Bisa diam enggak sih! Kamu enggak malu apa kalau orang salah paham tentang kita?” bisik Yumna dengan nada kesal.
“Ngapain malu,” sahut Abyan dengan gaya tengilnya. Menaikkan kedua bahu tanpa peduli dengan pandangan orang-orang disekelilingnya. “Kita kan suami-istri. Jadi tidak masalah jika membahas tentang hal seperti itu.”
“Tapi enggak di tempat umum juga, Abyan!” geram Yumna. Tapi suaranya tetap saja bisik-bisik. Ia tidak mau membuat dirinya sendiri menanggung malu.
Abyan tersenyum smirk lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Yumna. Membuat wanita itu berjaga-jaga agar jangan sampai Abyan menyosornya.
“Jadi apakah kita boleh membahas hal seperti ini saat berdua saja di dalam kamar?”
Bulu kuduk Yumna meremang. Ia tidak menyangka jika ada santri tidak tahu malu seperti suaminya saat ini.
Yumna mengalihkan pandangan dan menatap lurus ke arah depan. Namun mulutnya tidak berhenti berkomentar.
“Kamu itu sebenarnya santri atau bukan sih? Tolong dong jaga sikapnya. Jangan bertingkah seperti bocah!”
Abyan terdiam sejenak. Tidak disangka, pria itu malah menyandarkan kepalanya ke bahu Yumna. “Aku akan dewasa jika istri dewasa ku ini mau menerimaku dengan senang hati.”
Seulas senyum simpul terbit di sudut bibir Yumna. Senyuman yang seakan mengejek suami mudanya. “Jangan letakkan standar kebaikan dan sikapmu tergantung pada penilaian orang lain, Abyan. Kamu harus melakukan itu demi dirimu sendiri. Karena jika kamu berbuat hanya karena mengharap balasan manusia, maka siap-siap saja sebuah kata kecewa akan hadir di sana.”
Kepala Abyan mendongak sejenak untuk menatap Yumna. Ternyata memang tidak salah ia memilih istri. Walau sebagai istri Yumna memiliki banyak kekurangan termasuk tidak mau disentuh olehnya, namun Yumna memiliki value tersendiri yang membuat Abyan semakin jatuh cinta.
“Aku jadi baper nih. Kamu buat aku tambah jatuh cinta, Na. Jadi jangan gugat cerai aku sepulang kita dari Surabaya, ya?” pinta Abyan dengan memberikan puppy eyes.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Yumna. Ia melirik sejenak untuk menatap wajah suaminya. Namun setelah itu memalingkan kembali ke arah depan.
Sekitar 1 jam lewat 40-an menit kemudian, mereka telah tiba di Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya. Keduanya turun dengan posisi Abyan menggandeng tangan Yumna.
Yumna melirik ke arah tangannya yang digenggam oleh Abyan. Baru pertama kali ia diperlakukan dengan sangat hangat seperti itu oleh seorang pria.
Selama ini Yumna seringkali menjabat tangan para pria rekan bisnisnya saja. Dan Yunus sang mantan pacar. Akan tetapi tidak ada getaran sama sekali di sana.
Namun saat Abyan yang melakukannya, ada getaran berbeda yang Yumna rasakan.
“Kenapa melihatku seperti itu? Jangan bilang kamu telah jatuh cinta padaku?” tanya Abyan menggoda Yumna.
Tanpa basa-basi, Yumna menepis tangan Abyan. “Jangan berharap! Saya tidak akan jatuh cinta sama anak kecil kayak kamu!”
Setelah berkata demikian, Yumna segera beranjak lebih dulu. Barang-barang mereka dibawakan oleh Abyan. Sementara ia mencari taksi untuk segera sampai ke hotel tempat mereka akan bermalam selama dinas. Besok ia akan mulai bertemu dengan rekan kerja/kliennya.
“Na! Tunggu!” teriak Abyan berlari kecil mengejar Yumna yang telah berjalan lebih dulu.
Sesampainya diluar bandara, barulah Yumna berhenti. Kepalanya menengok ke sana ke mari untuk mencari taksi.
Tangannya melambai saat melihat taksi sedang bergerak hendak melewatinya.
Abyan tiba disamping istrinya seraya meminta sopir taksi tersebut untuk meletakkan barang mereka ke bagasi mobil.
“Istriku cepat banget ya jalannya. Jadi makin cinta,” puji Abyan saat sopir sedang menyimpan barang mereka.
Yumna tidak menjawab, ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sementara Abyan juga ikut masuk.
“Kok enggak ngomong apa-apa sih? Jawab dong.”
Mata Yumna melirik dengan sorot meminta Abyan untuk diam. “Bisa jangan bicara dulu, Abyan? Saya lelah sekali.”
Bukannya membiarkan Yumna begitu saja. Abyan malah menarik kepala istrinya itu untuk masuk dan bersandar pada dada bidangnya. Membuat Yumna tersentak kaget.
“Jika lelah, istirahatlah. Jangan memaksakan diri. Aku selalu siap menjadi tempat ternyamanmu untuk mengistirahatkan diri.”
Yumna hendak bangkit namun ancaman Abyan selanjutnya dapat membuat wanita itu terdiam seketika dan terpaksa merebahkan kepalanya di dada suaminya.
“Jika kamu berani bangkit, maka aku akan meminta hak ku sebagai suami sekarang juga!”
Mulut Yumna terkunci, dan matanya seketika tertutup.
Pak sopir masuk ke dalam mobil. Melirik kedua pasangan itu melalui kaca jendela mobil.
“Ke mana ini, Cak?”
Abyan tidak memberikan jawaban ia menunduk menatap wajah istrinya. Dan untungnya, Yumna belum sepenuhnya tertidur. Sehingga ia masih bisa menjawab pertanyaan bapak sopir.
“Ke hotel DoubleTree by Hilton Surabaya, Pak.”
“Baik, Ning.”
Perjalanan menuju hotel terasa begitu nyaman bagi Yumna. Ia tertidur dengan nyenyaknya. Hingga mereka sampai ke tempat yang dituju.
“Sudah sampai, Cak,” beritahu bapak sopir. Namun Abyan memberikan isyarat agar pria itu diam dengan ganti akan memberikan sewa sesuai argo taksi.
Cukup lama taksi tersebut berada di tempat parkir hotel. Yumna terbangun beberapa saat kemudian.
Wanita itu menggerakkan tubuhnya. “Sudah sampai?” tanya Yumna seraya mengucek pelan matanya.
“Iya, baru aja.”
Mata Pak sopir melotot menatap tajam Abyan melalui kaca depan. Bisa-bisanya Abyan mengatakan jika mereka baru saja sampai. Padahal mereka hampir satu jam berhenti di sana. Namun pria paruh baya itu tidak berani mengatakan apapun karena Abyan memberikannya kode agar tetap diam.
“Ya udah sekarang kita turun,” ajak Yumna, terlebih dahulu keluar dari mobil.
“Iya. Duluan aja.”
Yumna melirik curiga ke arah Abyan. Namun kemudian berusaha untuk tidak mempedulikannya. Sedang Abyan langsung mengeluarkan beberapa lembar uang sebagai bayaran atas taksi yang baru saja mereka tumpangi.
“Nih, Pak. Nanti bapak bilang saja ke istri saya kalau hari ini ada bonus gratis bagi pendatang,” pesan Abyan sebelum keluar.
“Tapi itu bohong lho Cak. Nanti saya dosa!”
“Ya sudah deh, kalau gitu bapak minta saja sesuai bayaran yang sebenarnya. Asal jangan bilang kalau saya yang bayar.”
“Siap, Den. Terima kasih ya.”
“Sama-sama. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Di luar Yumna sudah menunggu dengan kesal. Karena sopir dan suaminya malah keasyikan berbicara di dalam mobil.
Cklek~
“Pak, tolong keluarkan barang kami. Lama banget sih di dalam!” protes Yumna meski kesal tapi bahasanya tetap terdengar sopan.
“Maaf, Ning. Tadi ada bisnis sebentar.”
“Ya udah cepetan minta tolong keluarkan itu.”
“Baik, Ning.”
Abyan terkikik kecil melihat rona kesal di wajah istrinya. Terlihat begitu lucu dan menggemaskan. Pria itu mendekat dan berbisik pada Yumna.
“Istriku, bolehkah aku menciummu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Noer Soleha
duh ...so sweet banget sih..... padahal cuma sikap dan perhatiannya saja lho...
2023-12-16
0
amiamiii
boleh 😄😄😄
2022-08-09
1
Nyuwita
pepet terus ya Byan. sampek nentok tak berkutik. ikuti aja pepatah witing tresno jalaran soko kulino🤣🤣🤣
2022-08-09
1