Antara Rasa dan Kebingungan

Raffa berdiri di balkon apartemennya, memandang langit senja yang memerah. Udara sore itu terasa hangat dan nyaman, tetapi di dalam hati Raffa, ada ketidakpastian yang membara. Di benaknya, bayangan Felly terus muncul, mengganggu pikirannya dengan cara yang aneh dan membingungkan. Sejak mereka pertama kali bertemu, Felly telah membawa perubahan yang signifikan dalam hidupnya, dan sekarang, dia merasa terjebak dalam perasaan yang sulit dijelaskan.

Dia menghela napas dalam-dalam. Apakah perasaannya ini cinta? Atau hanya rasa kasihan? Raffa terus bertanya-tanya, menyadari bahwa ada banyak hal yang membuat situasi ini semakin rumit. Felly adalah gadis berusia 18 tahun, baru saja mengalami perpisahan yang menyakitkan. Raffa tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dia adalah seorang pemuda berusia 25 tahun yang seharusnya memiliki lebih banyak pengalaman dalam cinta dan hubungan.

"Apakah aku melakukan hal yang salah?" pikirnya. Raffa merasa bingung, seolah-olah dia terjebak dalam dilema moral. Mengagumi Felly membuatnya merasa bersalah, dan meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketertarikan yang tumbuh di dalam dirinya, dia tidak ingin dianggap sebagai seseorang yang mengambil keuntungan dari keadaan Felly yang rentan.

Satu bulan terakhir, Raffa sering kali mendapati dirinya memikirkan Felly di luar waktu yang mereka habiskan bersama. Dia teringat senyuman tulus Felly, tawa lembutnya, dan cara gadis itu berbicara dengan antusiasme tentang hal-hal kecil yang dulunya mungkin tidak berarti banyak baginya. Raffa merasa terinspirasi oleh semangat Felly untuk hidup, tetapi sekaligus merasa tertekan oleh perasaannya yang semakin dalam.

Di malam hari, saat dia berbaring di tempat tidur, Raffa sering kali terjaga memikirkan Felly. Dia tahu Felly sedang berjuang dengan emosinya setelah perceraian orang tuanya, dan di situlah rasa kasihannya mulai mengaburkan batas antara cinta dan simpati. "Apakah aku mencintainya? Atau hanya merasa bersimpati padanya?" tanyanya lagi kepada dirinya sendiri, mencoba menelusuri jalan pikirannya.

Raffa mengambil ponselnya dan melihat foto-foto yang mereka ambil bersama. Dia tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Felly di setiap momen. Namun, senyumnya segera menghilang saat dia menyadari betapa berbedanya mereka. Felly adalah gadis muda yang sedang berusaha menemukan jalan hidupnya, sementara dia—meskipun tidak jauh lebih tua—merasa telah mengalami banyak hal dalam hidup. Bagaimana mungkin dia bisa merasa tertarik pada seseorang yang begitu muda, yang baru saja mulai menjelajahi dunia?

"Aku tidak ingin menjadi orang jahat," gumam Raffa pada dirinya sendiri. "Aku tidak ingin mengganggu proses penyembuhannya. Dia butuh waktu dan ruang untuk menemukan jati dirinya, bukan untuk terjebak dalam hubungan yang rumit."

Pikiran ini terus berputar di benaknya, dan setiap kali Raffa mencoba memikirkan hubungan mereka, dia merasa bingung. Dia ingin membantu Felly, tetapi seiring dengan keinginan itu, muncul perasaan bersalah. "Apakah ini semua hanya tentang rasa kasihan? Atau ada sesuatu yang lebih dalam?" Dia menekan pelipisnya, mencoba mengusir keraguan yang terus menghantuinya.

Raffa tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa dia merasa nyaman dengan Felly. Saat mereka menghabiskan waktu bersama, dia merasa bahagia dan terinspirasi. Felly mampu membuatnya tertawa, bahkan di saat-saat sulit. Namun, di saat yang sama, dia merasa seperti predator, menunggu untuk menangkap mangsa yang tidak berdaya. Ini adalah gambaran yang sangat mengganggu dan tidak dapat ditolerir oleh Raffa.

Dia mengingat percakapan mereka di kafe, saat Felly mulai membuka diri tentang kehidupannya. Raffa merasa terhormat bisa mendengar cerita Felly, tetapi di sisi lain, dia merasa terbebani. Felly seolah-olah mengandalkannya untuk memberikan dukungan dan pengertian. Raffa takut, seolah dia akan membuat Felly tergantung padanya dengan perasaannya yang kompleks.

Suatu malam, Raffa duduk di depan laptopnya, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang dinamika hubungan yang melibatkan perbedaan usia. Dia membuka artikel demi artikel, membaca tentang hubungan yang berhasil dan yang gagal. Ternyata, tidak ada jawaban yang pasti. Setiap hubungan itu unik, dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun, satu hal yang selalu muncul adalah bahwa keterbukaan dan komunikasi adalah kunci. Raffa merasa bahwa dia harus berbicara dengan Felly tentang perasaannya, tetapi ketakutannya membuatnya ragu.

"Bagaimana jika aku menyakiti hatinya?" pikirnya. "Bagaimana jika dia merasa terjebak atau bingung dengan perasaanku? Apa aku berani mengambil risiko ini?"

Raffa melanjutkan pencariannya, menelusuri forum dan diskusi tentang cinta dan hubungan. Dia menemukan banyak perspektif, tetapi satu hal yang menarik perhatian adalah pendapat bahwa perasaan dapat tumbuh dalam situasi yang tidak terduga. Beberapa orang menganggap bahwa cinta bisa muncul dari rasa simpati, tetapi itu bukanlah cinta yang tulus. Ini membuat Raffa semakin bimbang.

Akhirnya, Raffa memutuskan untuk berkonsultasi dengan seorang teman dekatnya, Farhan, yang sudah lama mengenalnya. Mereka bertemu di sebuah kafe, dan Raffa langsung membeberkan perasaannya.

"Farhan, aku punya masalah," ucap Raffa, ragu-ragu.

"Apa yang terjadi?" tanya Farhan, menatapnya dengan perhatian.

"Aku suka pada Felly, tetapi aku tidak yakin apakah ini cinta atau hanya rasa kasihan. Dia baru berusia 18 tahun, dan aku merasa seperti pedofil," keluh Raffa, mencurahkan isi hatinya.

Farhan tertawa kecil, tetapi Raffa tidak merasa terhibur. "Kau tahu, Raffa, perasaan tidak bisa dipaksakan. Jika kau merasa ada yang spesial tentang hubunganmu dengan Felly, mungkin itu bukan sekadar rasa kasihan. Cobalah untuk jujur pada dirimu sendiri."

“Ya, tetapi bagaimana jika ini semua hanya khayalan? Aku tidak ingin menyakiti hatinya, terutama setelah apa yang dia alami,” jawab Raffa, frustasi.

"Kau tidak bisa terus-menerus menghindari perasaanmu. Cinta itu rumit, dan tidak ada yang salah dengan mengakuinya. Jika kau benar-benar peduli padanya, maka tunjukkanlah. Bicaralah padanya, buka hati kalian. Jangan biarkan rasa takut menghalangi perasaanmu,” saran Farhan, memberikan pandangannya.

Raffa merenungkan kata-kata Farhan. Mungkin ada benarnya. Dia harus memberikan kesempatan pada dirinya sendiri dan Felly untuk mengeksplorasi apa yang mereka rasakan satu sama lain. Meski demikian, rasa bingungnya masih membayangi. Apakah dia siap untuk melangkah ke arah itu?

Kembali di apartemennya, Raffa duduk di depan jendela, merenungkan segala sesuatu yang telah dia bicarakan dengan Farhan. Dia tahu bahwa dia harus mengambil keputusan, tetapi hatinya masih ragu. Dia tidak ingin menjadi orang yang memanfaatkan kelemahan orang lain, tetapi di sisi lain, dia merindukan kehadiran Felly dan bagaimana dia bisa menjadi lebih dari sekadar teman.

Seiring berjalannya waktu, Raffa mulai menyadari bahwa perasaannya tidak bisa diabaikan. Kecenderungan untuk selalu berfokus pada usia Felly dan situasi sulit yang dia alami hanya akan menghalangi mereka untuk berkembang. Raffa ingin Felly tahu bahwa dia ada untuknya, bukan hanya sebagai teman, tetapi sebagai seseorang yang ingin mendukungnya dalam perjalanan hidup yang penuh liku-liku.

Keesokan harinya, Raffa memutuskan untuk mengundang Felly untuk bertemu di taman. Dia ingin berbicara dengan Felly secara terbuka, mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Namun, di saat bersamaan, ketakutan akan apa yang mungkin terjadi membuatnya bingung. "Apa aku benar-benar siap untuk ini?" tanyanya pada diri sendiri saat dia bersiap untuk pergi.

Dengan tekad, Raffa melangkah keluar, berusaha untuk tidak membiarkan keraguan menguasai pikirannya. Dia ingin menyampaikan bahwa dia ada untuk Felly, siap mendengarkan dan mendukungnya, apa pun yang terjadi. Raffa tahu bahwa setiap hubungan memiliki risiko, dan jika dia tidak pernah mencoba, dia tidak akan pernah tahu.

Ketika dia berjalan menuju taman, dia merasa lebih percaya diri. Dia menyadari bahwa hidup ini terlalu singkat untuk dilewatkan dengan rasa takut. Felly pantas mendapatkan kejujuran dan dukungan, dan jika dia memang memiliki perasaan yang tulus, saatnya untuk mengungkapkannya.

Dengan penuh harapan dan kebingungan yang masih menyelimuti hatinya, Raffa berdoa agar pertemuan ini akan membawa jawaban untuk pertanyaan-pertanyaannya. Dia tahu bahwa perjalanan ini mungkin tidak mudah, tetapi dia siap untuk menjalani setiap langkah bersamanya.

Terpopuler

Comments

manda_

manda_

kok ada perjanjian segala

2022-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!