Bisa dibilang kemenangan Fei Hung itu berkat Fun Cin yang tau balas budi kebaikan sebab sering ditraktir makan gratis.
Fei Hung pun berjalan gontai riang hampiri Feng Ni yang lebih cepat dihampiri dirinya.
Plakk..
Mereka bertepuk tangan akan keberhasilan telah lolos.
"Saingan berikutnya kamu harus hati-hati!" Feng Ni memberi nasehat sebagai teman.
"Baik!" tangan Fei Hung namplok gampang rangkul pundak Feng Ni.
**
Di tempat lain, tampak 3 saudara seperguruan mulai gelisah saat latihan akan kepergian 2 saudara mereka ke ibukota setelah beberapa hari tak berkabar apa pun.
"Apa sebaiknya salah satu dari kita ke ibukota?" saran Ling Ling, sedang berjalan dengan tubuh terbalik.
"Tapi guru pasti tidak ngizinin salah satu dari kita pergi," jawab Bapao membalikkan semula posisi berdiri terbaik.
"Betul," tambah Da Min, mengangguk.
"Apa kalian tidak cemas menunggu,tanpa surat datang?" tanya Ling Ling membalikkan tubuh terbaliknya.
"Cemas? Tapi bisa berbuat apa kita?" balik tanya Da Min.
"Aku ada ide!" celetuk Bapao.
"Apa?" Ling Ling, Da Min serentak tanya sambil membenarkan posisi untuk berbisik rahasia.
Setelah Bapao membisikkan idenya, tampang kedua saudaranya itu masih kurang yakin untuk dapat izin sang guru duplikat.
"Kita harus coba, baru bisa tau hasilnya!" Bapao menepuk 2 kali pundak kedua saudaranya.
"Baik." Da Min pun bersedia mencoba.
Walau sekarang akan lebih susah bertatap langsung dengan guru mereka setelah pulang dari air terjun 7 tusukan setan, tapi mereka tetap akan berkomunikasi hal penting dari balik pintu kamar penghalang.
"Guru, beberapa obat herbal untuk diracik sudah hampir habis. Apa aku boleh keluar ke ibukota untuk membelinya?" lapor tanya Ling Ling.
"Kami bisa ikut untuk menjaga Ling Ling kok, guru," tambah Bapao.
"Iya, benar," sambung Da Min.
Mereka bertiga berlutut sambil melapor, tapi tidak direspon orang dibalik pintu penghalang.
Bagaimana mau direspon, yang duplikat So Po Ta yaitu naga emas tidak ada di tempat, di bantalan tempat yang biasa dijadikan alas meditasi hanya ada pakaian hanfu So Po Ta yang terlepas dari wujud asli naga emas.
Lalu kemana duplikat guru So Po Ta pergi ? Tanpa seorang pun murid So Po Ta yang tau akan dirinya sedang melindungi Feng Ni dengan wujud Fei Hung yang telah ia pinjam ketika ia dapat respect aura kejahatan kejam mendekati orang yang memang harus di lindungi.
Dengan tubuh yang memang tidak punya kemampuan beladiri selain cara pikir itu, membuat naga emas yang minjam tubuh lemah itu kesusahan gunakan kekuatan aslinya.
Ketiga murid So Po Ta yang memohon izin keluar bersih kukuh terus mengoceh dengan segala alasan.
"Guru, arak guru juga hampir habis. Aku juga harus ke kota," ucap Bapao berharap dikabulkan.
"Tak ada arak, teh hijau persik pun jadi," jawab bisik Ling Ling.
Ketiganya tidak tau cari alasan apa lagi yang cocok dapatkan izin sang guru duplikat. Mereka juga berjalan mondar-mandir berlawanan arah satu sama lain di depan kamar guru.
Matahari semakin ke barat, perlahan melambai pergi sinarnya menyinari bumi Asia.
Di tempat ujian negara, Fei Hung yang kembali ketempat tinggal sementara merebahkan tubuhnya yang teramat lelah mengikuti serangkaian ujian pertandingan. Bukan hanya itu, sudah beberapa hari raga kurusnya sakit sekujur tubuh tak berdaya, yang ia tau setiap kali habis makan dan mandi maka akan langsung tertidur lelap.
Hoammm.....
Nguapnya menepuk halus mulutnya, menarik selimut sampai sebatas dada.
Sementara di tempat penginapan lain, Feng Ni dan Fun Cin diam-diam keluar malam mencari jejak kejahatan yang tertinggal.
Mereka seperti malam sebelumnya akan berlarian di atas atap rumah rakyat, melompati jarak rumah satu dengan satunya lagi yang berjarak 1 meter.
Tidak boleh ada suara langkah saat mereka sedang berlari ataupun sekedar jalan.Semua bisa saja memancing kecurigaan orang yang sedang diselidiki.
Sampai di gerbang istana utama, mereka masih harus amat waspada pada penjaga yang berjaga ketat setiap sudut.
"Emangnya istana ini tidak punya jalan rahasia, gitu?" tanya Fun Cin membedakan bentuk serta penjagaan istana asalnya dengan yang ada di depan mata.
Feng Ni berusaha keras mengingat setiap jalan yang memang belum ia pernah ketahui, dikarenakan dia hanya seorang tuan putri yang akan keluar setelah menikah.
"Ikut aku!" Fun Cin menepuk pundak Feng Ni yang tampak berpikir keras.
"Kemana?" tanya Feng Ni.
"Ikut saja!" merambat pelan pada tembok istana.
Mereka merambat seperti cicak kejepit belahan celah dinding. Tanpa suara dan harus mengecoh penjaga untuk tidak menangkap bayangan akan kehadiran mereka.
Sampai di pojokan pembatas istana, Fun Cin merayap masuk ke dalam semak rerumputan yang tinggi 1 meter lebih. Itu lebih mempermudah tidak akan ada kecurigaan penjaga.
Feng Ni pun nyusul dari belakang sang abang sebagai pemandu jalan.
"Berhenti!" ucap Fun Cin menahan langkah adik di belakang.
"Ada apa?" memeriksa keadaan sekitar yang masih aman kontrol kondusif.
"Sepertinya ada celah," Fun Cin mengetuk beberapa bagian tembok batu tidak tersusun rapi,yang bersuara kopong (tidak padat berisi).
Ya, dari ketukan itu Fun Cin bisa dengan sekali pukul keras menghantam tembok untuk membuat celah baru bagi mereka. Tapi tidak ia lakukan demi keamanan mereka.
"Bagaimana, bang?" tanya Feng Ni mengawasi keamanan untuk mereka.
"Kita bisa masuk dari sini, tapi harus sediakan perlengkapan untuk hancurkan sedikit bagian tembok," jawab jelasnya menunjuk arah yang termaksud.
"Apa tidak bisa dengan sekali pukulan?" tanyanya.
"Bisa, tapi kita juga akan ketahuan."
"Saya coba dengan tenaga dalam saja," saran Feng Ni tidak banyak waktu untuk selamatkan keluarga inti.
"Yakin bisa," waspada dengan keselamatan sang adik.
"Kita coba dulu!" Feng Ni berjalan jongkok maju ke depan Fun Cin.
Feng Ni mengumpulkan energi tenaga dalam dengan pikiran terpusat salurkan energi ke telapak tangan.
Sementara itu Fun Cin mengawasi keamanan mereka, dimana energi Feng Ni yang berbentuk bulat sebesar kelereng (gundu atau guli) memercikkan cahaya kilatan berpijar.
Perlahan telapak tangan Feng Ni di dekatkan pada tembok yang telah ditandai si abang.
Apa bisa energi sebesar kelereng itu membuat lubang seperti yang mereka inginkan?.
Energi yang ada di telapak tangan perlahan membuat retakan semakin meluas dan ada rontokan serpihan tanah membatu.
Hoshh....Hoshh....
Tidak semudah ekspetasi mereka, ternyata hanya untuk membuat celah seukuran tubuh Feng Ni amat butuh energi besar.
"Kamu istirahat dulu!" cemas akan keadaan Feng Ni duduk berselonjor lelah di rerumputan.
"Saya tidak punya energi lagi, Bang," adunya kewalahan capek, untuk pertama kali uji coba tenaga dalam, sambil ngelap peluh keringat di kening.
"Sudah tidak apa-apa. Kita cari cara lain, dari pada nyawamu taruhannya," membantu ngipas dengan daun kelor.
"Saya takut Bunda tidak bertahan lama," Feng Ni cemas sedih teringat keamanan ibunya yang dikelilingi ular berbisa berkepala dua.
"Tenang. Jika Dewa tidak menghendaki, maka ada yang tetap pertahankan nyawa beliau," bujuknya sambil awasi keamanan mereka. "Lebih baik kita cepat kembali penginapan!" nasehat sebelum semua jadi usaha sia-sia.
Berkat rerumputan yang tinggi mereka berhasil keluar lebih aman. Mereka kembali mengendap berlarian di atas atap rumah rakyat.
Saat melintas sebuah kediaman usang yang di tempati seorang pejabat setia dan jujur, Feng Ni pun mengajak si abang untuk mampir, sambil minta bantuan yang bisa didapatkan.
Syutt ...
Mereka melompat turun di halaman kediaman usang tapi terlihat rapi bersih.
"Bang, saya lebih terlihat sebagai penjahat dari pada seorang putri istana," celetuk Feng Ni sadar diri dengan penampilannya untuk berkunjung pejabat.
"Kalau begitu pulang tukar pakaian saja!" cibik Fun Cin berlipat tangan tidak sangka seorang tuan putri bisa berpikiran akan penampilan disaat genting.
"Haha.....Canda. Jangan marah!" tawa pelan Feng Ni dibuat gagal performa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments