Setelah Damar dan Nayla menyelesaikan ritual makan siang, mereka pun kembali ke kamar untuk bersiap pergi ke rumah sakit.
Bi Luna sedang menelepon Bos besarnya yaitu Richard, beliau memberitahu bahwa hubungan antara Damar dan Nayla berjalan baik, bahkan terlihat akrab walaupun baru hari ini mereka bertemu.
Richard sangat senang mendengar laporan dari Bi Luna dan dia meminta Bi Luna untuk terus mengawasi Damar serta Nayla.
Sementara Bety dan Tisa mengamuk di dalam kamar, Bety mengobrak-abrik seprai, bantal serta guling untuk melampiaskan kekesalan hatinya, sedangkan Tisa, membuang semua peralatan make-upnya ke sembarang arah. Sekarang kamar mereka seperti kapal pecah dengan barang berserakan di mana-mana.
Bi Luna yang mendengar suara barang jatuh ke lantai segera mengetuk pintu, tapi Tisa menjerit bahwa dia sedang mandi dan Tisa mengatakan jika Bety sedang tidur.
Akhirnya Bi Luna pun pergi ke lantai atas untuk memastikan apakah Nayla dan Damar jadi berangkat ke rumah sakit atau tidak. Karena Bi Luna telah meminta sopir untuk menyiapkan mobil.
Bi Luna mengetuk pintu kamar bertepatan dengan Damar yang hendak keluar.
"Eh, Aden sudah siap. Bibi pikir tidak jadi pergi ke rumah sakit. Makanya Bibi datang ingin memastikan, soalnya mobil sudah disiapkan," ucap Bi Luna.
"Jadi kok Bi, Nayla masih menyiapkan pakaian ganti yang akan di bawa untuk adiknya."
"Oh, baiklah Den, kalau begitu Bibi permisi dulu," ucap Bi Luna.
Sebelum Bi Luna menuruni anak tangga, Damar pun berkata, "Oh ya Bi, ada yang lupa, besok pernikahan kami akan laksanakan. Aku telah meminta Arkan untuk mengatur semuanya. Acara akad akan dilaksanakan di gedung sekaligus resepsi sederhana saja tanpa banyak tamu undangan."
"Benarkah Den? Bibi sangat senang mendengarnya. Selamat ya Den, mudah-mudahan pernikahan Aden dan Nona diberkahi dan langgeng serta secepatnya dikaruniai anak-anak yang lucu," ucap Bi Luna.
"Hemm, iya Bi," hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Damar.
Nayla pun yang mendengar doa Bi Luna menjawab sama dengan Damar, hingga membuat keduanya saling menatap.
Kemudian Damar memalingkan muka, lalu berkata, "Ayo kita berangkat," ajak Damar.
"Iya Tuan," jawab Nayla.
Damar kembali mengulurkan lengannya, dia tidak mau jika sampai Nayla terpeleset lagi saat menuruni anak tangga.
Nayla pun dengan malu-malu meraih lengan Damar, sambil berkata, "Maaf Tuan, jika aku merepotkan."
Damar tidak menjawab sepatah katapun, dia hanya menatap ke depan sembari bertanya, "Sejak usia berapa adikmu menderita kanker kelenjar getah bening?"
"Benjolan sudah ada sejak lama Tuan, tapi kami tidak menyangka jika itu kanker. Setahun sebelum orangtua kami meninggal, kondisi kesehatan Seyna mulai menurun dan dia seringkali demam hingga akhirnya bidan desa merujuk Seyna ke rumah sakit. Setelah dilakukan serangkaian tes laboratorium, Dokter menyatakan bahwa itu kanker," jawab Nayla.
"Kenapa tidak dilakukan operasi saat itu juga, mungkin kondisinya tidak akan separah sekarang!" ucap Damar.
"Saat itu, baru awal gencarnya wabah virus covid, ekonomi orangtua kami yang hanya pedagang kecil di pasar pun terkena imbas, ikut terpuruk, bagaimana bisa memikirkan biaya berobat Tuan, sementara bisa untuk makan dan biaya sekolah saja sudah bersyukur. Untungnya orangtua kami telah memiliki sebuah gubuk untuk tempat bernaung jadi tidak perlu memikirkan biaya sewa rumah."
Sejenak Nayla terdiam, lalu dia berkata lagi, "Masih dalam keadaan ekonomi parah, Ayah dan Ibu positif tertular virus covid dan akhirnya kedua orangtua kami pun meninggal dengan selang waktu hanya beberapa jam saja."
"Aku adalah anak tertua yang masih berstatus pelajar dengan adik sakit-sakitan, Tuan pasti bisa menebak, beban apa yang harus aku pikul saat itu," ucap Nayla sedih karena teringat kematian kedua orangtuanya. Nayla terdiam, dia tidak sanggup meneruskan cerita tentang kisah hidupnya.
"Heemm..." dehem Damar.
"Lalu, kamu berhenti sekolah makanya sekarang kamu hanya memiliki ijazah SLTP?" tanya Damar.
Nayla pun mengangguk, lalu dia berkata, "Itu yang bisa aku lakukan Tuan, demi menyambung hidup dan pengobatan adikku."
"Kenapa kamu memilih pekerjaan sebagai kuli panggul? Bukankah masih banyak pekerjaan lain?" tanya Damar.
"Untuk menjadi kuli panggul, tidak memerlukan ijazah, tidak perlu modal, hanya butuh tenaga yang kuat, Tuan. Pernah sih, sebelum menjadi kuli panggul, aku mencoba mengamen, karena tidak tahu lagi apa yang bisa aku lakukan untuk sekedar memberi makan adikku meski hanya sepotong roti," ucap Nayla.
"Mengamen dimana? dan banyakkah penghasilan yang kamu dapatkan?" tanya Damar lagi.
"Di Lampu merah dan sekitarnya. Tapi hasilnya nol, karena dirampas oleh pengamen kawakan yang menguasai daerah itu," desah Nayla.
Kemudian Nayla melanjutkan ceritanya, "Supaya adikku bisa makan, aku mengais tempat sampah dan mendapatkan roti sisa untuk pengganjal perutnya yang lapar. Sementara, aku mengalah dengan hanya minum air, tanpa sepengetahuannya hingga sekarang."
Damar terdiam mendengar cerita hidup Nayla, dia sejak kecil terbiasa hidup enak, hanya saat setelah menikah saja kehidupannya hancur, tepatnya di hancurkan oleh sang istri, hingga di situlah Damar baru merasakan pahitnya hidup.
Namun hal itu tidak berlangsung lama, hidupnya berubah kembali setelah bertemu Richard, Papa angkatnya.
"Hemm, ternyata kehidupanku jauh lebih beruntung darimu," ucap Damar.
Pak Sopir yang sejak tadi mengintip dari kaca spion dan mendengarkan interaksi obrolan Bos nya pun merasa heran. Soalnya, selama dia bekerja dengan Damar, Pak Sopir belum pernah melihat Damar sebegitu nyamannya ngobrol dengan seorang wanita. Dan biasanya, Damar selalu cuek, tidak peduli dengan kehidupan para wanita yang selalu berusaha mendekatinya.
Nayla yang mendengar ucapan terakhir Damar merasa penasaran, lalu dia memberanikan diri untuk bertanya, "Memangnya Tuan pernah hidup susah? Maaf, jika aku lancang bertanya."
"Pernah! Sakit yang kita rasakan beda. Kamu sakit setelah kematian kedua orangtua dan aku sakit setelah diselingkuhi, semua hancur dan hartaku ludes."
"Oh, tapi Tuan bisa bangkit lagi, berarti Tuan hebat. Aku, begini saja sudah merasa bersyukur. Tuan mau berbaik hati memberikan biaya pengobatan untuk adikku, sudah seperti kejatuhan bulan bagiku. Karena, kesembuhan dan kebahagiaan adikku lebih utama dari apapun termasuk kebahagiaanku."
Damar dan Nayla terus mengobrol, hingga tak terasa mobil mereka sudah memasuki area parkir rumah sakit.
Keduanya merasa nyaman mengobrol, seperti seorang sahabat yang sudah lama tak bersua. Sekalinya berjumpa, tidak putus-putus bercerita.
Pak Sopir mengangkat jempol, atas keberanian Nayla yang bisa membuat Damar nyaman dan tidak diam membisu seperti biasanya.
Setelah memarkirkan kendaraan, Pak Sopir pun membukakan pintu mobil untuk Tuannya. Lalu, Damar dan Nayla pun bergegas masuk ke dalam area rumah sakit, menuju ruang rawat Seyna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
3 semprul
semangat ya Nay..... bikin bang Damar nya selalu nyaman....😁
2022-09-14
1