Pagi yang cerah saat seorang gadis dua puluh tahunan berdiri diambang jendela kamarnya. Pakaian pengantinnya yang berwarna keperakan melekat sangat pas ditubuh rampingnya, rambutnya yang disanggul modern ketas menampilkan leher jenjangnya yang putih bersih. Belum lagi wajah cantik yang dihiasi make up sederhana namun sangat elegan dan menonjolkan wajahnya yang lebih mirip wanita berdarah Turki dari pada wajah orang Jawa papanya atau kebulean seperti papanya. Tak ada komentar yang lebih tepat untuk tampilannya saat ini kecuali sempurna.
Dibawah sana, ijab kabul sedang dilaksanakan. Terdengar suaranya sayup-sayup hingga ke kamarnya. Akhirnya pernikahan itu terjadi. Entah bagaimana kehidupan pernikahan mereka nanti. Pernikahan yang dilandasi bakti dan kebencian yang melebur menjadi satu.
Pintu diketuk, tak lama muncul tiga wanita yang memakai baju batik dengan corak berbeda. Mamanya masuk lebih dulu, diikuti bi Ijah dan bi Mun. Tampak kedua pembantu rumah tangga itu juga amat menjaga Maria saat berjalan menuju kesana. takut majikannya jatuh tepatnya. Tapi wajah sumringah keduanya cukup menghapus mendung diwajah Mitha. Benar, kali ini dia tidak ingin terlihat sedih atau sampai menangis. Mitha tidak ingin mamanya bersedih.
"Ayo turun..ijab kabul sudah selesai. Kau harus menemui pengantinmu." kata Maria sambil mengulurkan tangannya pada sang putri. Mitha segera menyambutnya dan berjalan berlahan mengikuti mamanya.
Dengan dada berdebar dan kedua tangan menjadi sedingin es, Mitha berjalan menuruni tangga sambil menundukkan kepalanya. Bisik-bisik mulai terdengar dibawah sana. Entah apa yang mereka perbincangkan, dia hanya perlu menebalkan telinga dan menguatkan hatinya. Disana, mungkin mereka akan mencibir keluarganya karena pernikahan yang dianggap incest adalah hal tabu di masyarakat. Mungkin juga hujatan demi hujatan akan diterima keluarga mereka nantinya, tapi dia percaya bahwa mama papanya tidak akan bertindak semaunya tanpa memikirkan masa depan anak-anaknya.
"Kau gugup?" bisik mamanya seraya tersenyum teduh dan membenarkan rambut yang jatuh ke dahinya. Mitha hanya sanggup menganggukkan kepalanya. Dia memang sangat gugup. Membayangkan tekanan masyarakat pada pernikahannya juga membayangkan sikap dingin dan tak bersahabat Elang sudah sangat membuatnya stress mendadak.
"Tenang. Tarik nafasmu panjang, lalu lepaskan. Tenang...kau menikah dengan kakakmu, bukan orang asing." bisik Maria lagi saat mereka hampir sampai di anak tangga terakhir.
'mama...bagaimana aku bisa tenang jika putramu saja sudah memasang tatapan membunuhnya padaku? aku bisa mengahadapi gunjingan orang, tapi apa aku bisa bertahan disamping suami seperti ini demi dirimu dan papa?'
Batin Mitha putus asa. Dari tempatnya berdiri sekarang, dia bisa melihat Elang yang duduk dengan gagah mengenakan jas dan kopyah senada dengan baju pengantinnya menatapnya garang. Mitha kembali menundukkan wajahnya. Keputusasaan begitu terlihat diwajahnya. Mentalnya down mendengar bisik-bisik para tetangga yang memang diundang diacara ijab kabul sederhana itu. Keluarga Abi memang hanya menggelar ijab kabul saja hari itu karena masih dalam suasana duka karena penyakit Maria. Resepsi baru akan diadakan begitu Maria dinyatakan sembuh.
Mama Maria mendudukkan putrinya disamping sang putra. Elang, melirik tajam adik perempuan yang beberapa menit lalu sudah menjadi istrinya. Penghulu segera menyodorkan berkas nikah mereka agar Mitha maupun Elang menandatanganinya. Selanjutnya, beliau memberi isyarat agar mereka saling memasangkan cincin kawin satu sama lain. Cincin bertahtakan berlian putih yang simpel namun elegan itu sudah melingkar di jari manis keduanya. Elang juga mencium kening Mitha sesaat karena menghargai acara serta tamu undangan yang hadir disana.
Acara sungkem berlangsung penuh haru. Tak sedikit tamu undangan yang merupakan tetangga kanan kiri dan saudara dekat mereka yang ikut tersenyum bahagia melihat keluarga kecil itu bahagia.
Paramitha, anak gadis Abimanyu itu begitu baik dimata para tetangga. Tak sekalipun Mitha berbuat tidak baik ataupun membikin ulah dilingkungan mereka. Sebaliknya, dia sangat ringan tangan, supel dan ramah pada siapa saja. Gadis itu juga aktivis dilingkungan mereka. Sedang Elang? banyak dari mereka yang tidak kenal dengannya karena kebanyakan dari mereka adalah warga baru atau ngontrak disekitaran rumah. Hanya tetangga dekat dan penduduk lama saja yang tau jika pemuda tampan itu adalah putra tunggal Abimanyu karena sudah puluhan tahun ada diluar negeri.
"Wah...pengantin prianya tampan banget, serasi dengan Mitha. Mereka pasangan sempurna." kata beberapa ibu-ibu yang kebetulan terdengar ditelinga Mitha. Kebanyakan dari mereka memang berkomenter positif padanya atau Elang membuatnnya sedikit merasa lega.
"Nak Mitha...mas Elang..selamat ya atas pernikahannya, semoga sakinah, mawadah, warohmah." kata pak RT yang dapat kesempatan lebih dulu menyalami pengantin diikuti para warga lain sebelum acara makan-makan dimulai. Elang maupun Mitha memasang wajah bahagia dan membalas ucapan selamat mereka hingga para tamu berpamitan.
Kini yang tersisa hanya beberapa tukang bersih-bersih yang memang disewa Abi untuk membereskan rumah mereka karena pria paruh baya itu meliburkan semua asisten rumah tangga, tukang kebun, sopir dan satpam mereka untuk fokus pada acara pernikahan putra-putrinya. Bagaimanapun Abi sudah menganggap mereka adalah bagian keluarga. Meliburkan mereka satu hari saja bukan masalah besar untuk dirinya sekeluarga.
"Lang." panggil Maria saat Elang baru masuk ke rumah. Pria tampan itu segera menghampiri mamanya yang duduk di sofa.
"iya ma."
"Setelah ini tidurlah dikamar Mitha." pintanya lembut, penuh kesungguhan. Elang hanya terdiam mencerna permintaan mamanya. Tadinya dia pikir bisa tidur terpisah setelah menikah. Tapi akhirnya, permintaan itu datang juga.
"Tapi ma...." sangakal Elang hendak membela diri.
"Elang, kalian sudah menjadi suami istri bukan? jadi mulailah bersikap sebagai seorang suami. Jangan pernah berbuat dzolim pada istrimu." nasihatnya sambil mengelus pundak putranya. Elang mana bisa menolak mamanya? dia sangat menyayangi wanita itu. Rasa enggan berdebat yang ujungnya akan membuat mamanya bersedih memaksanya diam dan menganggukkan kepala.
"Biar anak itu yang tidur di kamar Elang, ma. Kamarku lebih luas dari kamarnya."
"Dia punya nama nak. Jangan terlalu membencinya. Tapi baiklah, mama akan suruh Mitha ke kamarmu nanti." Elang diam tak menyahut. Dia memilih pamit ke kamarnya untuk ganti baju.
"Ma, sudah waktunya makan siang dan minum obatnya. Habis itu mama istirahat ya. Nanti sore kan mama sudah harus masuk ke rumah sakit." Mitha datang mendekat dengan nampan berisi makanan.
"Mama bisa kemeja makan Mith."
"Nanti keburu telat makan siangnya, ma. Dapur dan ruang makan masih dibersihkan." Mariapun menyantap makan siangnya dan meminum obatnya.
"Mith, nanti kamu tidurnya pindah ke kamar Elang ya."
"Lho kok..."
"Sudah jangan protes. Mama sekarang juga merangkap jadi mertua kamu. Nurut sama mertua." kata Maria sambil tersenyum simpul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ds Phone
semua nya terpaksa
2025-02-25
0
Indry
mitha bukan anak maria tp anknya abi.mungkin begitu 😀
2023-05-18
0