Menggagalkan Pernikahan

Sinta memutar otaknya. Bagaimana dia dapat menggagalkan rencana pernikahannya?

"Aku tidak ingin menikah! Kalau satu saat aku menikah. Sudah pasti dengan pria yang kucinta bukan yang asing dan tidak kukenal sama sekali. Apalagi mesum begitu. Iyuh! Pria idamanku, seorang yang romantis, memiliki perasaan yang sangat halus, cerdas, humoris, enak diliat dan tidak pernah membosankan, tidak mesum, menyesuaikan dengan moodku. Enak diajak mengobrol dan selalu membuatku nyaman. Pokoknya Mr. Perfect. Not mr Right nor mr. Wrong. Gak banget! Yang jelas bukan Dean!"

Sinta mencari ide untuk menggagalkan pernikahannya. Dia membaca sebuah artikel untuk mencari inspirasi.

Pernikahan bisa gagal karena komunikasi yang buruk, masalah keuangan, ketidakcocokan keluarga, masalah hubungan seperti kekerasan seksual, hubungan yang toxic dan terlalu menuntut.

Dia membaca tulisan pada salah satu artikel. Dan tulisan itu memberikan ide dan inspirasi untuk mengatasi masalahnya.

Weekend ini, Dean mengajaknya untuk mencari cincin pernikahan. Fitting gaun pengantin, memesan undangan souvenir dan katering.

Dua hari penuh mereka akan disibukkan dengan persiapan pernikahan.

Setelah mereka memilih cincin untuk pernikahan. Menjelang makan siang, Dean mengajak Sinta makan di salah satu restaurant favoritenya.

Ketika mereka duduk dan akan memesan makanan. Sinta mengajukan keberatannya.

"Jangan makan disini!"

"Tapi kenapa? Ini restaurant favoriteku. Makanannya sangat enak. Kau lihat saja buku menunya."

"Tempat ini sangat mahal."

"Memang kenapa kalau mahal? Aku yang akan membayar semuanya, kau tenang saja."

"Aku melihat tidak ada kecocokan pada kita berdua. Kita tidak dapat meneruskan pernikahan ini."

"Tapi mengapa?"

"Status ekonomi kita berbeda. Kau biasa makan di tempat yang mahal sedangkan aku sebaliknya. Makananmu selalu serba enak."

"Lalu?"

"Itu bukan tanda yang bagus!"

"Bukan tanda yang bagus bagaimana? Aku mampu mengusahakan semuanya. Kalau aku merugikan orang lain. Memaksamu membayarnya, itu memang tidak bagus. Atau aku mencuri atau menipu."

"Kau tidak bisa menyesuaikan diri denganku. Aku tidak bisa memakan makanan disini. Tempatnya membuatku risih. Kau lihat, yang makan disini sok kaya semua!"

Semua mata memandang ke arah mereka.

"Sssttt! Jangan terlalu keras berbicara! Kau membuatku malu!"

"See? Belum apa-apa kita sudah memiliki masalah komunikasi. Aku biasa berbicara keras sedangkan kau sebaliknya!" Sinta menekankan kedua kata tersebut dengan intonasi yang berbeda. Kau lihat tempat ini begitu hening."

"Kau mau apa?!" Dean berteriak lantang dan semua mata memandang mereka berdua.

Wajah Sinta seperti kepiting rebus menahan malu. Rasanya dia ingin membenamkan diri ke dasar bumi.

"Ikut aku!" Sinta menarik tangan Dean.

"Kemana?"

"Ikut aku! Ini perkara harga diri! Sangat sensitive."

"Baiklah!"

Dean mengikuti Sinta keluar restaurant.

Sinta kelimpungan mencari tempat makan yang bisa membuat Dean gusar dan serta merta membatalkan pernikahan mereka, saat itu juga. Gak pake lama.

"Bagaimana kalau kita makan itu?"

"Sop ikan?"

Sinta mengangguk cepat.

"Di pinggir jalan. Apakah bersih?"

"Aku sudah bilang status ekonomi yang berbeda akan memisahkan."

"Baiklah. Kita makan disana."

Mereka berjalan ke tempat dimaksud. Memesan dua mangkuk sop ikan dan dua piring nasi panas. Dua gelas teh tawar hangat.

Mencium bau ikan yang menyengat membuat perutnya mual. Bukan dia yang harus muntah tapi Dean. Dia akan mencoba menahan rasa mualnya.

Bibirnya tersenyum culas. Membayangkan reaksi Dean. Seratus persen Dean akan membatalkan pernikahan mereka karena masalah status ekonomi dan selera yang berbeda.

Sop ikan dihidangkan berikut nasi panas dan teh tawar hangatnya.

Dean memandang makanannya sembari mengenyitkan dahinya. Mengendus baunya.

"Apakah kau yakin ini bersih? Bau ikannya juga kurang enak. Sepertinya kurang segar. Bumbunya juga aneh. Kau cium saja. Ikannya agak berbau busuk dan sangat amis!"

Bingo! Serunya dalam hati! Sinta, kau memang wanita yang sangat cerdas dan brilian. Sebentar lagi kau akan membuatnya menjauh darimu. Mengambil langkah seribu dan tidak menengok lagi! Selamat tinggal, Dean sayang….

Dia tertawa dalam hati dengan terbahak-bahak dan tanpa sadar ekspresi wajahnya terlihat aneh. Menahan senyum dan tawa seperti orang menahan bab.

"Ini sudah membuktikan bahwa pernikahan ini adalah ide yang buruk. Kau tidak bisa mengikuti selera makanku. Aku tidak selalu nyaman makan di tempat yang mahal. Kupikir kita sebaiknya…."

"Kucoba dulu ya rasanya? Kupikir makanan ini dimasak sangat matang. Mengapa aku harus meragukan kebersihannya 'kan?" Dean menarik piring dan sopnya mendekat.

"Bu, tolong sendok dan garpunya direndam ke kuah sopnya." Dia mengangsurkan sendok garpu miliknya dan Sinta kepada penjual sop ikan.

Setelah menerima sendok dan garpu yang sudah direndam kuah sop. Dean mencicipi makanannya.

Sinta menunggu dengan tidak sabar reaksi Dean.

"Kenapa kau tidak ikut makan? Kau bilang ini makanan favoritemu?"

"Siapa bilang aku tidak ikut makan?" Wajah Sinta mengenyit menahan bau amis ikan yang menyengat hidungnya.

Perutnya serta merta naik seketika. Jangankan ikan busuk dan amis. Ikan segar saja belum tentu dia suka. Dia menahan rasa mual yang memenuhi perutnya dengan sekuat tenaga.

"Kau kenapa?" Dean melihatnya dengan prihatin.

"Aku memiliki kebiasaan. Ketika sangat menyukai makananku. Tiba-tiba saja seperti orang akan sendawa."

"Berarti kau sangat puas dengan makananmu?"

"Begitulah. Hueekkkk…." Wajah Sinta berair dan aliran darahnya mendadak terbalik melawan gravitasi.

"Kau semakin cantik kalau pipimu memerah begitu." Puji Dean.

"Jangan gombal! Habiskan makananmu. Kalau tidak bisa, ucapkan selamat tinggal!"

Dean mencium dan mengendus bau makanannya dan mulai memakannya perlahan. Kemudian berubah sangat lahap dan piringnya tandas serta licin."

"Aahhhh…."

Sinta menatapnya dengan mata tidak percaya. Sop itu sangat bau, busuk, amis dan bumbunya juga aneh. Bagaimana Dean bisa menghabiskannya tanpa sisa?

"Kau tahu sayang?" Bisik Dean dengan nada rendah, "Sop ini mengingatkanku saat aku menjilati kemaluanmu. Entah, bagaimana, aku menjadi sangat bernafsu dan hmm, aku orgasme…."

Kontan wajah Sinta merah padam. Memandang Dean dengan wajah jijik. Omg! He such, a disguisting maniak!

"Ayo dong, makan… Jangan malu-malu sama aku…." Dean membujuk Sinta meneruskan makannya.

Sinta menahan rasa mual yang mendadak memenuhi perutnya.

"Huueekkk…."

"Kau sendawa terus ya? Nambah ya? Aku juga mau nambah. Bu, dua lagi tapi gak usah pake nasi ya?"

"Gak usah! Aku lagi diet!"

"Satu aja, bu! Ikannya yang banyak. Aku nambah deh porsinya."

Wajah Sinta sudah tidak karuan. Kepalanya pusing karena bau ikan yang memenuhi rongga hidung, mulut dan perutnya. 

Dia menyambar teh angetnya untuk mengurangi rasa mualnya.

Sepertinya, si penjual makanan mencuci gelasnya menggunakan spons yang sama untuk piring. Bau gelasnya terasa lebih amis dari makanannya. Tanpa bisa ditahan lagi….

"Uaaagghhhh…huuueekkk…."

Semua isi perutnya keluar. Tumpah ruah.

"Kau kenapa?" Sahut Dean cemas.

"Bu, aku tidak jadi makan makanan yang kupesan. Tapi tetap kubayar!" Dean mengeluarkan dompetnya. Tiga lembar seratus ribu diberikan pada sang penjual.

"Pak, kebanyakan."

"Kebanyakan? Memang berapa harga makanannya? Saya pesen nasi dua, teh anget tawar dan sop ikan tiga porsi dengan tambahan ekstra ikan."

"Nasinya lima ribu. Dua sepuluh ribu. Sop ikannya tiga puluh ribu, satu. Bapak minta ekstra ikan, empat puluh ribu. Teh anget gratis. Semuanya seratus sepuluh ribu."

"Udah bu! Gak apa-apa. Ambil aja kembaliannya!" Sahut Dean panik melihat wajah Sinta yang sangat pucat.

"Kita ke rumah sakit sekarang."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!