Sambil menunggu Kiara selesai memasak di dapur, El berniat membersihkan dirinya terlebih dahulu.
“Gak usah masak macam-macam, yank. Lagi pula sudah malam juga,” ucap El mengingatkan.
“Gak, cuman buat telur dadar aja kok.”
Sebelumnya Kiara sudah menyiapkan handuk dan pakaian ganti untuk El. “Abang mau mandi pakai air hangat?” tanya Kiara.
“Gak usah, yank. Airnya juga gak dingin, kok. Abang mandi dulu ya,” ucap El, lalu menutup pintu kamar mandi yang dinding temboknya bersebelahan dengan dapur rumah.
Di dapur rumah yang berukuran kecil itu Kiara mulai sibuk membolak-balik telur dadarnya. Setelah terlihat setengah matang ia mulai melipat bagian kiri dan kanannya lalu membaliknya lagi hingga matang sepenuhnya.
“Selesai,” ucap Kiara lalu mematikan kompor. Ia menyimpan masakannya di atas piring, memotongnya menjadi beberapa bagian kecil lalu menaburinya dengan irisan bawang goreng pada bagian atasnya.
“Hem, wanginya.” Kiara mengibas-ngibaskan tangan ke udara, menghirup aroma yang menguar dari masakannya.
Ia mulai menata makanannya di atas meja bulat yang ada di ruang tamu rumahnya. “Abang, ayo makan. Sudah siap loh,” serunya memanggil El yang tengah berganti pakaian di dalam kamar.
“Iya, sebentar. Abang ganti baju dulu,” sahut El.
Kiara duduk menunggu sambil menyendokkan nasi ke dalam piring. Tidak lama berselang, El keluar dari dalam kamar dengan tubuh yang terlihat jauh lebih segar dan langsung duduk bersila saling berhadapan dengan Kiara.
“Baca doa dulu, biar apa yang kita makan menjadi berkah.” Kiara tersenyum mengingatkan.
El menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap nasi, lalu tersenyum menyadari kesalahannya. Satu hal sederhana yang terkadang El lupa untuk melakukannya, beruntung ada Kiara yang selalu mengingatkannya.
“Terima kasih karena sudah mengingatkanku kembali,” ucap El, lalu mulai berdoa.
“Salah satu bentuk rasa syukur atas nikmat rejeki yang sudah Allah berikan pada kita,” sahut Kiara disela kegiatan makan malam mereka berdua yang sudah kelewat malam.
El termangu sesaat lamanya, ia menatap wajah Kiara yang tengah menikmati makanannya tanpa pernah mengeluh. Hanya sepiring telur dadar dan tambahan saus dan kecap manis yang dicampur jadi satu sebagai penambah rasa makanan.
El mencoba mengunyah makanannya, meski mulutnya terasa sulit untuk menelannya.
“Abang minum dulu.” Kiara menyodorkan air minum dalam gelas pada El yang langsung menegaknya hingga bersisa setengahnya saja.
“Abang mau tambah makannya?”
El menggeleng, “Cukup yank, Abang sudah kenyang.”
“Ya udah, kalau begitu Abang istirahat saja di kamar. Biar mejanya Kia yang beresin.”
“Hem.”
Kiara mengusap bibirnya dengan tisu, lalu mulai membereskan sisa makanan di atas meja sementara El beristirahat kembali masuk ke dalam kamar.
•••••
Di dalam kamar, saat keduanya tengah berbaring. Kiara menjadikan lengan kuat El sebagai bantalnya. Ia memiringkan tubuhnya, perlahan jemarinya terulur menyusuri setiap inci garis wajah suaminya itu.
“Besok, kalau Abang terima gaji. Kita makan di resto ya, Kamu boleh pesan makanan apa saja yang Kamu mau.” El menggenggam jemari Kiara, menatap mata bulat itu dengan intens.
Kiara menggeleng pelan seraya tersenyum, tangannya balas menggenggam jemari El dan membawanya di atas dadanya. Kiara mendongak, “Abang, apa tidak sebaiknya uangnya kita tabung saja buat keperluan lain yang lebih penting.”
“Sesekali kan gapapa yank, kita makan di resto seperti orang lain di luar sana. Lagi pula tidak setiap hari juga kita melakukannya, apa Kamu tidak bosan makan telur dadar terus setiap hari?”
“Enggak, enak kok. Suka malah,” sahut Kiara cepat. “Memang Abang bosan ya kalau Kia selalu masak telur dadar setiap hari?” Kia balik bertanya.
“Ya gak juga, sih. Tapi apa salahnya sekali-kali Abang ajak Kamu makan di resto selama Abang mampu membayarnya. Niat Abang hanya ingin menyenangkan hati istri saja.”
Kiara tersenyum simpul, wajah suaminya itu terlihat gusar. Ia tahu, El paling tidak suka kalau keinginannya dibantah. “Iya, iya. Terserah Abang saja, Kia nurut kok.”
“Gitu dong.” El memeluk pinggang Kiara. “Ya udah, kita tidur sekarang.”
El memejamkan matanya sambil tetap memeluk Kiara, dan wanita itu menyusupkan wajahnya di kehangatan dada bidang suaminya. Perlahan kantuk mulai menyerangnya hingga matanya ikut terpejam dan terlelap kemudian.
•••••
Kukuruyuuk ...
Suara kokok ayam jantan tetangga sebelah rumah Kiara terdengar lagi, menyapa pagi hari itu.
Kiara mengerjap, terbangun dan membuka matanya. Dilihatnya jarum jam di dinding kamarnya hampir menunjuk angka 5. Bergegas Kiara bangun dan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu membangunkan El dan mengajaknya menunaikan dua rakaat.
“Abaang, banguunn!” Kiara yang sudah mengenakan mukenanya, mulai menggelitiki telapak kaki El.
“Eh!” El menggeliat dan langsung menarik kakinya.
Bukannya langsung bangun, El hanya mengangkat kepalanya sejenak. Memicingkan matanya menatap pada Kiara yang berdiri di tepi ranjang. Ditariknya guling yang berada di dekat kakinya dan memeluknya erat lalu kembali memejamkan matanya.
“Ish, kok malah lanjut tidur lagi sih!”
Kiara naik ke atas ranjang, menarik guling dalam dekapan El lalu membuangnya ke samping. “Abang, ayo bangun!”
Grepp!
El menarik pinggang Kiara dan merangkulnya erat, sementara kedua kakinya membelit kaki Kiara dan dalam satu gerakan cepat El memutar tubuhnya membuat posisi Kiara kini berada di atas tubuhnya.
“Abang!” protes Kiara, berontak berusaha melepaskan diri. “Pakai pura-pura tidur segala ya.”
El terkekeh dengan mata setengah terpejam, “Sun dulu,” pintanya lalu membuka mata lebar sambil memonyongkan bibirnya.
“Ish, Abang modus. Gak mau!”
“Ayo, sekali aja.”
“Ish, di pipi aja. Gak mau kalau yang itu,” ujar Kiara menutup bibir monyong El dengan dua jarinya.
Cup! Kiara mengecup pipi El cepat dan setelah itu langsung menjauhkan wajahnya yang memerah. “Udah ya, sekarang Abang bangun.”
El tergelak melihat semburat merah merona di pipi Kiara, ia lalu melepaskan pelukannya. “Gemas ih,” ujarnya seraya mencubit ujung hidung Kiara.
Kiara beringsut bangun dan menarik tangan El yang tidak terluka. “Ayo, nanti kelewatan waktunya.”
“Iya, tunggu Abang ya.”
“Iya.” Kiara mendorong lembut punggung El yang terlihat masih mengantuk keluar kamar, “Hati-hati tangannya yang luka ya, Bang.”
“Hem.”
Kiara lalu menggelar sajadah dan duduk menunggu di atas tempat tidur.
Dengan mata setengah terpejam El berjalan menuju kamar mandi. Seringai kecil tampak di wajahnya ketika tangannya yang terluka tanpa sengaja terkena tersentuh ujung knop pintu kamar mandi yang tertutup.
Sambil meringis menahan nyeri di tangannya, dengan hati-hati dibukanya perban yang membalut tangannya itu lalu membuangnya ke dalam wadah plastik sampah yang tergantung di dekat pintu.
“Huh!” El menarik napas lega melihat lukanya yang sudah kering dan menutup. Dengan tangannya yang bebas ia membasuh wajahnya dan mulai membersihkan diri.
••••••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Hanum Anindya
Kiara harus ambil wudhu lagi kak, kan udah dicium sama El😊🙏
2022-11-07
1
MrsJuna
🤭🤭🤭🤭
2022-08-08
1
captain Ri 👨✈️
🤣🤣🤣🤣🤣
2022-08-08
1